Oleh: Nor Aniyah, S.Pd (Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi)
Hari Guru Nasional telah diperingati pada 25 November setiap tahunnya. Namun perayaan ini sekadar seremonial belaka. Pasalnya, hari ini ada banyak persoalan yang terjadi pada guru. Mulai dari gaji yang tidak layak, guru hanya dianggap sebagai pekerja, hingga maraknya kriminalisasi yang menunjukkan guru tidak memiliki jaminan perlindungan. Ada pula banyak guru yang melakukan perbuatan kontraproduktif terhadap profesinya. Seperti menjadi pelaku bullying, kekerasan fisik dan seksual, hingga terlibat judul.
Berbagai persoalan tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa guru hanyalah menjadi korban sistem yang rusak. Sistem kehidupan yang sedang eksis adalah sistem sekularisme kapitalisme. Dalam sistem kehidupan ini penguasa sebenarnya adalah para pemilik modal. Sehingga orientasi hidup dalam sistem ini tertuju pada materi semata yang jauh dari agama. Hal ini sangat bisa dirasakan.
Dalam sistem pendidikan misalnya, guru tidak dipandang sebagai pendidik melainkan sebagai faktor produksi yang menyiapkan murid-murid menjadi pekerja bagi industri. Orientasi pendidikan seperti ini niscaya menghilangkan nilai ruhiyah dalam bidang pendidikan. Wajar saja baik guru atau murid sama-sama berpotensi menjadi pelaku bullying. Kehidupan kapitalisme yang menihilkan peran agama, membuat kehidupan guru semakin terjerat kemiskinan. Guru digaji tidak layak, sementara beban kehidupan semakin mahal, akibat monopoli dan liberalisasi kebutuhan masyarakat oleh para kapital.
Akhirnya, para guru harus berhadapan dengan kehidupan yang keras. Terpaksa demi menyambung hidup para guru terlibat judol, terlilit utang, hingga mencari pekerjaan tambahan. Jelas kondisi ini tentu akan berpengaruh pada pelaksanaan tugasnya mendidik generasi. Dengan demikian, selama sistem sekularisme kapitalisme eksis selama itulah kesejahteraan, penghormatan, dan perlindungan terhadap profesi guru tidak akan pernah tercapai.
Sangat berbeda dengan sistem Islam dalam memposisikan guru. Sistem Islam yang diterapkan secara praktis oleh Daulah Khilafah memiliki aturan tertentu terkait guru. Islam menghormati ilmu dan pembawanya. Maka, seorang guru dalam Khilafah akan mendapatkan jaminan perlindungan terhadapnya, serta peningkatan kualitas ilmunya. Hal tersebut sebagai wujud kebijakan negara yang menghormati profesi guru.
Daulah Khilafah membuat kebijakan yang mengatur peningkatan kualitas ilmu para guru. Seperti pemberian secara gratis berbagai fasilitas pendidikan, pelatihan, diskusi ilmiah, penelitian, buku, dan sarana prasarana penunjang lainnya sehingga kualitas guru bisa dipertanggungjawabkan. Terkait kualifikasi seorang guru, Khilafah menetapkan kriteria yang tinggi bagi seorang guru.
Para guru haruslah orang-orang yang bertakwa, berakhlak mulia, memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni, disiplin, profesional, dan memiliki kemampuan mendidik. Kualifikasi tersebut akan menjadi bahan Daulah Khilafah untuk men-screening para calon guru sebelum mereka dinyatakan layak mengajar.
Rasulullah Saw bersabda tentang profil guru, “Jadilah pendidik yang penyantun, ahli fiqih dan ulama. Disebut pendidik apabila seseorang mendidik manusia dengan memberikan ilmu sedikit-sedikit yang lama-lama menjadi banyak.”(HR. Bukhari).
Dengan demikian, kebijakan-kebijakan Daulah Khilafah terkait penghormatan profesi guru akan memastikan bahwa para guru dalam Khilafah adalah orang-orang yang layak untuk menjadi pendidik. Bukan orang-orang yang menyandang status guru namun perbuatannya menciderai profesinya yang mulia, seperti melakukan bullying, kekerasan fisik dan seksual, hingga telibat judol.
Tak hanya kebijakan tersebut, terwujudnya peran guru yang mencerdaskan generasi secara optimal, Daulah Khilafah juga memiliki mekanisme yang tertib dan teratur dalam memperlakukan guru. Di antaranya memberikan gaji yang besar. Dalam kitab An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah, Dr. Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, gaji tahunan untuk rata-rata pendidik umum mencapai 2.000 dinar. Sedangkan gaji untuk periwayat hadist dan ahli fikih mencapai 4.000 dinar. Apabila gaji dikonversi dengan mata uang rupiah kurang lebih gaji guru saat itu mencapai Rp12,75 miliar pertahun. Sementara pengajar hadist dan fikih mencapai Rp25,5 miliar per tahun, dengan asumsi harga 1 gram emas murni sekitar Rp1.500.000.
Az-Zahrani juga menyebutkan bahwa makin tinggi tingkat keilmuan seorang ulama, gajinya makin besar. Imam Al-Waqidi, ulama ahli Al-Qur’an dan hadist paling populer pada masanya mendapatkan gaji tahunan mencapai 40.000 dinar atau setara Rp255 miliar. Jumlah gaji tersebut tentu sangat fantastis dan sangat cukup untuk menjamin kesejahteraan guru tersebut. Jika guru sejahtera, guru akan bisa fokus dan optimal mengajar. Mereka tidak harus sampai kekurangan gaji hingga mencari pekerjaan sampingan demi menutupi kebutuhan.
Apalagi dalam Khilafah kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan disediakan gratis lagi berkualitas. Maka gaji para guru bisa dikatakan lebih dari cukup, jika hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka dan keluarga. Selain memberikan gaji besar, Daulah Khilafah juga akan memberikan jaminan keamanan kepada guru ketika mereka melaksanakan tugas.
Di dalam Daulah Khilafah tidak akan terjadi kasus kriminalisasi atau bullying kepada guru sebab syariat memerintahkan murid-murid untuk takzim kepada guru, dengan menunjukkan akhlak mulia dan adab yang luhur. Mereka paham konsep ini. Hal ini karena Islam memerintahkan keluarga sebagai pendidikan syariat pertama kepada anak-anak. Maka bisa dibayangkan dan dirasakan berapa berkahnya kehidupan para guru apabila profesi mereka diatur oleh sistem Islam yang diterapkan Daulah Khilafah. Semua ini hanya akan terwujud manakala umat kembali pada syariat Islam secara kaffah. Tidakkah umat merindukan hal ini?
Kunci kemajuan dan kebangkitan Islam karena umat ini berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah disertai penerapan syariah secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Oleh karena itu, perubahan ke arah sistem Islam adalah kebaikan, terlebih lagi bagi kaum yang beriman, kaum Muslim. Secara empiris menunjukkan dengan penerapan Islam secara kaffah, kaum Muslim yang dulunya tak diperhitungkan di Makkah, bangkit menjadi komunitas yang diperhitungkan bahkan mengubah peradaban dunia. Berabad-abad sistem ini berjalan dan menjadi mercusuar dunia.[]