Oleh : Zuhra
Menurut data yang dirilis oleh BPS, data persentase penduduk miskin ekstrem yang bekerja di sektor pertanian ada sebanyak 47,94 persen dari total penduduk miskin. Dari total persentase tersebut sebanyak 24,49 persen di antaranya merupakan pekerja keluarga atau tidak dibayar dan 22,53 persen lainnya bertani dengan dibantu buruh tidak tetap atau tidak dibayar. Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar mengungkapkan, bahwa yang menjadi penyumbang kemiskinan terbesar di Indonesia adalah di sektor pertanian.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Budiman Sudjatmiko, mengakui bahwa masih ada penduduk miskin dan miskin ekstrem yang belum terdata dalam survei atau sensus penduduk. Sebab, kebanyakan dari mereka hidup berpindah-pindah dan tidak jelas tempat tinggalnya. Oleh karena itu, dia berharap data tunggal kemiskinan saat ini sedang dirancang pemerintah nantinya dapat memasukkan mereka ke dalam big data, sehingga dapat diberikan penanganan yang tepat (tirto.id).
Persoalan kemiskinan di negeri ini sudah sekian lama berlangsung namun belum ada mekanisme yang mampu dalam mengentaskan persoalan kemiskinan ini hingga tuntas. Hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok saja banyak yang tidak mampu. Negara sendiri hanya melihat persoalan kemiskinan ini pada tataran teknis dan cenderung menggantungkannya kepada lembaga internasional dan juga pihak swasta.
Pemerintah membuat program-program andalan yang dipandang mampu menyelesaikan permasalahan kemiskinan ini, namun hal itu tidak sama sekali menyentuh akar persoalan kemiskinan ini. Pasalnya, jika dilakukan pengkajian secara mendalam akan ditemukan problem kemiskinan di negeri ini bersumber dari problem distribusi yang menjadikan sebagian besar rakyat tidak bisa mengakses kebutuhan hidupnya.
Sistem kapitalisme telah nyata mengistimewakan para pemilik modal, dimana para pemilik modal diberi keleluasaan untuk mengelola SDA yang berlimpah. Alhasil, pihak swasta bebas mengelola dan mengembangkan harta milik umum (publik) demi kepentingan bisnis. Sementara di sisi lain, rakyat terhalang dalam menikmati kekayaaan alam dengan mudah dan terjangkau. Disinilah sistem kapitalisme menciptakan jurang kesenjangan ekonomi yang sangat lebar antara rakyat dan pemilik modal.
Disektor pertanian misalnya, di negeri yang subur ini seharusnya mampu menyejahterakan petani namun kebijakan pertanian di sistem kapitalisme ini justru menyengsarakan para petani. Kapitalisasi sektor pertanian dari hulu hingga hilir telah menyebabkan harga sarana produksi pertanian menjadi mahal dan sulit di jangkau oleh para petani.
Pupuk, benih, pestisida, alat dan mesin pertanian menjadi mahal karena dikuasai oleh para pemilik modal. Disamping itu, petani juga semakin sulit mendapatkan irigasi ditengah maraknya pembangunan proyek strategis nasional yang mengabaikan kelestarian alam. Banjir, kekeringan, dan tanah longsor akibat pembangunan telah banyak merugikan petani. Wajar jika profesi petani menjadi penyumbang terbesar kemiskinan ekstrim di negeri ini.
Semua ini adalah buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme di bawah pemerintahan demokrasi. Dalam sistem ini berlaku hukum yang kuat yang menang sementara negara hanya berperan sebagai regulator. Berharap kepada negara lain sebagaimana seruan Indonesia dalam G-20 juga tidak mungkin karena semua berpegang pada sistem kapitalisme.
Sungguh solusi atas persoalan kemiskinan ada pada penerapan sistem islam. Sistem ekonomi islam di bawah politik sistem politik islam meniscayakan setiap individu rakyat dapat merasakan kesejahteraan yakni terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Hal ini didukung dengan kepemimpinan islam yang berorientasi pada melayani dan mengurus rakyat. Sebagaimana hadis Rasulullah: Imam adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat (yang diurusnya) (HR. Bukhari).
Tanggung jawab kepengurusan ini dijalankan oleh negara dengan memastikan setiap individu rakyat khususnya para pencari nafkah memiliki pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarganya khususnya untuk kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Sedangkan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan dipenuhi oleh negara secara langsung tanpa memungut pajak dari rakyat. Pasalnya, sistem ekonomi islam yang dikelola oleh baitul maal dijalankan berdasarkan konsep ekonomi islam yang berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme.
Ekonomi islam menetapkan SDA dengan jumlah berlimpah seperti hutan, danau, sungai, minyak, gas, batubara, mineral dan lain-lain dikategorikan sebagai milik umum (publik). Karena termasuk kepemilikan umum haram hukumnya bagi negara menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta. Sebab hal itu akan menghalangi sebagian besar masyarakat mengaksesnya. Negara sebagai wakil rakyat lah yang wajib mengelolanya dan membagikan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat.
Dengan demikian, sudah dapat dibayangkan begitu mudahnya rakyat mengakses kebutuhan dasar rakyatnya sehingga akan mampu mengurai permasalahan kemiskinan. Negara akan membuka lowongan pekerjaan yang luas di sektor riil seperti pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, serta memberi support penuh. Misalnya negara memberikan bantuan modal, menyediakan infrastruktur penunjang seperti irigasi, jalan, serta memudahkan petani mengakses sarana dan prasarana pertanian.
Sebagai pelayan rakyat negara tidak membiarkan pihak swasta bermain di sektor hulu maupun hilir hingga melakukan monopoli yang merugikan petani. Pembangunan yang dilakukan negara pun berorientasi pada kemaslahatan rakyat bukan kepentingan segelintir orang. Karena itu negara tidak boleh melakukan pembangunan yang menghilangkan mata pencaharian rakyat secara langsung maupun tidak langsung ataupun merusak alam yang merampas ruang hidup rakyat. Hanya dengan tegaknya kepemimpinan islam kemiskinan dapat diatasi dan kesejahteraan hakiki menjadi realitas.