JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pergerakan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September024 melanjutkan tren deflasi, yang kali ini sebesar -0,12% month to month (MtM).
Hal ini menandai Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan secara berturut-turut, setelah terakhir mengalami deflasi panjang 7 bulan beruntun pada krisis 1999 silam.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan pada 1999 atau setelah krisis finansial Asia, Indonesia pernah mengalami deflasi 7 bulan beruntun, yakni pada Maret 1999 hingga September 1999.
Menurut Amalia, deflasi beruntun itu akibat penurunan harga beberapa barang setelah diterpa inflasi yang tinggi-efek dari krisis 1998. “Sempat waktu itu kan ada inflasi tinggi karena terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah, tetapi kemudian tekanan depresiasinya menurun, otomatis harga-harga mulai kembali kepada keseimbangannya, ini yang menyebabkan deflasi,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa.
Bukan hanya itu, deflasi juga menyertai usai fenomena krisis pada penghujung 2008, yakni pada Desember 2008-Januari 2009. Hal ini dipengaruhi turunnya harga minyak dunia.
Ketika pandemi Covid-19 pun deflasi beruntun pernah menimpa Indonesia. Saat itu, kondisi ekonomi global maupun domestik tertekan oleh penyebaran Covid-19 ehingga terjadi deflasi.
“Pada 2020 juga pernah terjadi deflasi tiga bulan berturut-turut, sejak Juli sampai dengan September 2020,” ujar Amalia. Beruturut-turut, deflasi yang terjadi sepanjang Juli hingga September 2020 tersebut sebear 0,1%, 0,05%, dan 0,05%. Meski demikian, BPS tidak dapat mengatakan apakah hal ini terjadi akibat penurunan daya beli atau tidak, sejalan dengan menurunnya jumlah masyarakat kelas menengah.
Menurutnya, fenomena deflasi pada tahun ini, jelas karena pun penurunan harga yang sejalan dengan sisi suplai atau supply side yang mencukupi.
Melihat deflasi September 2024, utamanya disumbang penurunan harga pangan, tanaman pangan, hortikultura seperti cabai merah rawit, tomat, kentang wortel. Selain itu, produk peteenakan, seperti telur ayam ras dan daging ayam ras mengalami penurunan yang sebelumnya meningkat harganya. “Tentunya karena biaya produksi turun, ini akan dicerminkan pada harga di tingkat konsumen yang turun. Inflasi dan deflasi ini yang tertangkap di IHK,” tuturnya.
Sementara itu, ekonom Bank Danamon Indonesia Hosianna Evalita Situmorang menjelaskan, pada September 2024 angka inflasi juga semakin melandai yaitu sebesar 1,84 % secara tahunan (year on year/YoY). Oleh sebab itu, dia meyakini BI bisa melakukan relaksasi.
“Dari sisi kebijakan, seiring dengan terus meredanya inflasi domestik, Bank Indonesia diantisipasi akan menurunkan suku bunga acuannya pada Desember 2024,” jelas Hasionna dalam keterangannya, Selasa. Tak hanya karena deflasi lima bulan berurt-urut dan inflasi yang melandai secara tahunan. bisn/mb06