Oleh: Pita (Aktivis Muslimah)
Tabungan perumahan rakyat (Tapera) dianggap sebagai salah satu solusi oleh pemerintah atas pembiayaan rumah jangka panjang untuk rakyatnya . Kebijakan yang digangugkan jokowi tentang peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera yang ditetapkan pada 20 Mei 2024 yang mana mengharuskan adanya potongan gaji pekerja sebesar 2,5% tiap bulannya dan berlaku wajib bagi PNS, TNI, Polri, pekerja BUMN, BUMN, swasta, hingga pekerja mandiri.
Kebijakan tersebut tentu menuai penolakan yang serempak oleh para buruh bahkan pengusaha sekalipun. Disebabkan dipotongnya gaji pekerjaan dan dari perusahaan untuk membantu pembiayaan pembelian rumah yang mana tidak ada kejelasan kapan rumah tersebut dimiliki apalagi dengan pemotongan gajih yang tentu perlu bertahun-tahun untuk mengumpulkan uang untuk satu buah rumah.
Dikutip dari sindonews.com (26/6/2024) bahkan Koordinator Dewan Buruh Nasional Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos mengungkapkan Tapera hanya lah beban tambahan dari sepersekian potongan gaji melalui pembiayaan iuran BPJS kesehatan, pensiun hingga jaminan hari tua.
Tidak hanya itu dikutip dari sindonews.com (26/6/3024) Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyoroti, hitungan iuran tabungan perumahan rakyat ( Tapera ) sebesar 3% yang menurutnya tidak masuk akal. Ia juga mempertanyakan kejelasan terkait dengan program Tapera, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung. Menurut Said Iqbal “Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” tegasnya.
Ketika kita melihat jelas bahwa kebijakan Tapera merupakan beban baru untuk rakyat yang dianggap pemerintah sendiri adalah sebagai solusi namun nyatanya tidak. Pemerintah yang seharusnya menyiapkan dan menyedikan rumah untuk rakyat yang murah, sebagaimana program jaminan Kesehatan dan ketersediaan pangan yang murah. Namun justru memotong gajih para pekerja untuk penyediaan rumah dan sungguh jelas ini menjadi bukti nyata negara tidak memiliki politik penyediaan rumah bagi rakyatnya secara bijak. Kebijakan tersebut adalah kebijakan zalim karena memberatkan rakyat di tengah banyaknya potongan dan pengurangan untuk rakyat seperti pajak, iuran BPJS dan iuran-iuran lainnya.
Kebijakan pemotongan tersebut menjadi beban bagi para pekerja karena gajih yang diterima setiap bulannya digunakan untuk biaya kebutuhan hidup sehari-hari namun dibagi lagi untuk iuran Tapera ini. Dikutip dari cnnindonesia.com (26/6/2024) Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata upah buruh pada Februari 2024 sebesar Rp3,04 juta per bulan. Rata-rata tersebut tentu bagi setiap kepala keluarga yang terdiri dari beberapa orang yang gajih tersebut tidak hanya digunakan untuk kebutuhan pokok tetapi biaya pendidikan, kesehatan dan lainnya.
Sistem kapitalisme yang berasaskan manfaat tentu banyak membebani rakyat. Kebijakan Tapera ini bukan solusi untuk kepemilikan rumah namun menjadi jalan menguntungkan pihak tertentu dan merugikan pihak yang dibawah. Dalih dengan tabungan perumahan justru jalan halus untuk memeras uang rakyat.
Sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan tentu kebijakan zalim pun dilakukan tanpa memandang rakyat kecil yang tengah berjuang untuk bertahan hidup demi sesuap ))nasi dari hasil gaji namun justru dipotong kembali.
Tidak hanya itu kebijakan Tapera yang dianggap untuk menangani penyediaan tempat tinggal dan untuk membantu pemerintah sendiri dalam membantu ekonomi namun disisi lain sumber-sumber yang menjadi pendukung ekonomi negara justru diserahkan ke segelintir orang seperti swasta contohnya tambang batu bara, tambang emas dan lainnya.
Hanya islam lah solusi atas permasalahan hari ini. Islam menjadikan rumah sebagai kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh negara karena negara dalam islam adalah pengurus rakyat. Negara dalam islam akan memastikan penyediaan rumah yang terjangkau, tidak hanya itu negara menyediakan infrastruktur untuk seluruh rakyat baik kaya maupun miskin.
Negara islam tidak akan menganggap rakyat sebagai beban negara. Kepemimpinan dalam islam akan bertanggungjawab penuh atas kebutuhan rakyatnya, menjamin keamanan bahkan tempat tinggal sekalipun. Sebagai sebuah sistem yang syamil dan kamil, islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan sistem tersebut. Tidak bisa diragukan lagi sistem yang ada dalam islam yang aturannya berasal dari Allah langsung bukan dari aturan penguasa. Sistem yang rahmat bagi seluruh alam.