Oleh : Ummu Arsy (Tinggal di Amuntai)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan pada awal tahun 2024 ini, data pengaduan kekerasan anak sudah mencapai 141 kasus. Sebanyak 35 persen diantaranya terjadi pada lingkungan satuan pendidikan “Hasil pengawasan menunjukkan kekerasan pada anak di satuan pendidikan cenderung dilakukan secara berkelompok, akibat lemahnya deteksi dini terhadap tumbuhnya circle yang berpengaruh negatif,” ujar Komisioner KPAI Klaster Pendidikan Aris Adi Leksono kepada Tribunnews.com, Selasa (12/3/2024).
Aris mengungkapkan kekerasan anak pada satuan pendidikan mengakibatkan kesakitan fisik atau psikis, trauma berkepanjangan, hingga kematian atau anak mengakhiri hidup. Data KPAI hingga awal 2024 terdapat 46 kasus anak mengakhiri hidup. Sebanyak 48 persen d iantaranya terjadi pada satuan pendidikan atau anak korban masih memakai pakaian sekolah.
Anak yang mengalami kekerasan bahkan sampai kehilangan nyawa di tangan orangtua sendiri, atau orang yang seharusnya menjadi pelindungnya, mengusik rasa kemanusiaan Sejumlah kasus yang belakangan terjadi ini menunjukkan anak-anak yang berusia dini (bayi hingga usia enam tahun) sangat rentan menjadi korban kekerasan.
Dua hari lalu, Kamis (7/3/2024), seorang anak, AAMS (5), ditemukan tewas karena dibunuh ibunya, Siti Nurul Fazila (26), di Perumahan Burgundy Residence, Kota Bekasi, Jawa Barat. Hasil asesmen psikologi, sang ibu terindikasi menderita skizofrenia. Sebelum membunuh anaknya, ia mengalami halusinasi dan mendengar bisikan gaib.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya menyebut setidaknya ada enam faktor pemicu terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Thussy Apriliyandari Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), DP3APPKB Kota Surabaya menyebut, faktor itu mulai dari individu, sosial, dan hukum.
“Jadi memang kekerasan terhadap perempuan dan anak ini masalah sosial yang kompleks dan multifaktor. Ada beberapa faktor, di antaranya individual, sosial dan hukum,” kata Thussy lewat rilis Diskominfo Surabaya, Kamis (25/1/2024).
Pertama, pelaku biasanya menganggap kekerasan hal yang wajar. Mereka tak teredukasi perlakuannya melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). “Dimana (pelaku) menganggap kekerasan ini hal yang wajar. Tidak perlu dilaporkan, tidak perlu ditindak lanjuti, dan mereka itu tidak sadar, bahwa apa yang mereka lakukan salah dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM),” paparnya.
Kedua, tidak adanya kesadaran pelaku terhadap tindakan kekerasan apakah menyakiti atau merugikan korban. Ketiga, sosial budaya patriarki juga bisa memicu terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Keempat, pengaruh teknologi dan sosial media yang membuat orang bisa melakukan kekerasan. Kelima, kurangnya kesadaran terhadap hukum, juga memicu terjadinya kasus kekerasan. Padahal, kekerasan terhadap perempuan dan anak telah diatur jelas dalam Undang-undang (UU) di Indonesia.
Akar persoalan yang menimpa negeri ini memang sudah selayaknya kita ketahui, yaitu adanya penerapan sistem sekuler – kapitalis, dimana aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan buatan manusia dan lepas dari agama. Solusi ditawarkan dengan berbagai macam kebijakan, namun semua solusi yang telah dilakukan tidak menyentuh akar masalah sehingga kasus kekerasan terus bertambah.
Islam adalah akidah yang mampu menyelesaikan semua masalah kehidupan. Anak adalah merupakan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat dan negara. Negara mempunyai peran penting dalam melindungi anak dari kekerasan. sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang dipimpinnya, penguasa yagn memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim)
Islam memiliki Sistem ekonomi yang menjamin kebutuhan dasar manusia. Islam mewajibkan Negara menyediakan lapangan kerja kepada setiap warga negara khususnya untuk laki-laki. Sehingga para perempuan/ibu bisa berperan dalam rumah tangga lebih maksimal dalam mengurus, mendidik anak, dan terhindar dari stress dengan beban ganda.
Selain itu juga, negara wajib menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam yang akan melahirkan individu bertakwa. Individu yang mampu melaksanakan seluruh kewajiban yang diberikan Allah dan terjaga dari kemaksiatan apapun yang dilarang Allah. Salah satu hasil dari pendidikan ini adalah kesiapan orang tua untuk menjalankan salah satu amanahnya yaitu merawat dan mendidik anak-anak, serta mengantarkan mereka ke gerbang kedewasaan.
Negara memberikan sanksi yang tegas terhadap para pelaku kejahatan, termasuk orang-orang yang melakukan kekerasan terhadap anak. Dengan hukuman tegas membuat efek jera pada pelakunya dan mencegah orang lain untuk melalukan perbuat kejahatan, kekerasan tersebut.
Selain itu juga masyarakat memiliki peran yang penting, wajib melindungi anak-anak dari kekerasan. Masyarakat wajib melakukan amar ma’ruf nahiy munkar. masyarakat harus ikut mengawasi setiap kejadian yang ada dilingkungan sekitar, sehingga akan terjadi kontrol masyakat dalam menjaga keamanan dan melaporkan pada pihak berwenang.
Hanya dengan menerapkan Islam secara Kaffah maka Islam akan menjadi rahmat bagi semesta alam, anak-anak pun akan tumbuh dan berkembang dalam keamanan dan kenyamanan serta jauh dari bahaya yang mengancam. Aamiin.[]