MARTAPURA – Polres Banjar menyosialisasikan pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), sehingga tidak terjadi di wilayah hukum setempat.
Kapolres Banjar AKBP Ifan Hariyat, Sabtu (17/6), mengatakan, sosialisasi ini dilakukan melalui media sosial dan publikasi apabila terjadi kasus TPPO di Kabupaten Banjar atau wilayah hukum polres.
“Sosialisasi dilakukan dalam mendukung pencegahan dan penanganan kasus TPPO melalui media sosial maupun publikasi kasus,” ujar kapolres melalui Kasi Humas Polres AKP Suwarji.
Ia mengatakan, di Kabupaten Banjar selama kurun waktu lima tahun sejak 2019 hingga 2023, hanya satu kali terjadi kasus TPPO, yakni pada 2022.
Ia menyebutkan, sesuai pasal yang diatur dalam TPPO, setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, tujuan mengeksploitasi orang di wilayah negara Republik Indonesia.
Tindakan itu, lanjut dia, bisa di hukum dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000 dan paling banyak Rp 600.000.000.
“Kami mengimbau masyarakat lebih berhati-hati dan waspada terhadap orang yang tidak dikenal. Jangan mudah dibujuk rayu dan iming-iming hadiah atau pemberian sesuatu yang berujung perbuatan tidak menyenangkan dilakukan oknum atau penjahat TPPO, baik secara langsung maupun melalui media sosial,” katanya.
Diketahui, pemberantasan kasus TPPO di Indonesia telah diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007.
Sementara, ketentuan mengenai perlindungan saksi dan korban dalam perkara tindak pidana perdagangan orang dilaksanakan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, kecuali ditentukan lain dalam UU Nomor 21 Tahun 2007.
Adapun yang dimaksud sebagai korban TPPO adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan TPPO.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), menegaskan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam rangka memberantas TPPO, salah satunya dengan membentuk gugus tugas yang melibatkan Pemerintah Pusat dan daerah. ant