
JAKARTA – Real Estate Indonesia atau REI memperkirakan industri properti di Indonesia mengalami pertumbuhan positif pada 2026, didorong oleh beberapa faktor seperti perpanjangan PPN DTP 100% hingga 2027, tren penurunan suku bunga, dan penyaluran KUR Perumahan.
Wakil Ketua REI Rusmin Lawin menuturkan sektor properti akan terus bangkit dengan fokus pada properti perumahan. “Perpanjangan PPN DTP Insentif pajak ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan proprti, terutama untuk rumah tapak,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, kebijakan penurunan suku bunga juga dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk membeli properti. Sisi lain dengan adanya penyaluran KUR Perumahan juga dapat membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah. Meski sektor properti sudah diguyur sejumlah insentif pada tahun depan, Rusmin menilai masih ada tantangan klasik yang selalu dihadapi oleh pengembang yakni terkait dengan kenaikan harga bahan bangunan dapat mempengaruhi biaya proyek dan margin keuntungan pengembang. Persoalan klasik lainnya yakni regulasi dan perizinan. Proses perizinan yang panjang dan kompleks dapat menghambat proyek pembangunan. Belum lagi daya beli masyarakat masih menjadi faktor krusial dalam penjualan properti.
Menghadapi tahun depan, menurutnya pengembang perlu berstrategi menawarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar, seperti hunian vertikal dan properti ramah lingkungan.
Selanjutnya digitalisasi dengan penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pemasaran dan manajemen proyek.
Selain itu, pengembang perlu bekerja sama dengan pemerintah untuk memperjuangkan kepentingan industri dan mendorong reformasi kebijakan.
Sementara itu Himpunan Perumahan Rakyat atau Himpera menilai prospek sektor perumahan pada 2026 berpeluang menguat seiring rangkaian kebijakan pemerntah yang semakin pro-investasi. Perpanjangan insentif pajak hingga 2027, perluasan akses pembiayaan lewat KUR Perumahan disebut sebagai pendorong besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ketua Himpera Ari Tri Priyono mengatakan namun demikian, masih terdapat sejumlah tantangan signifikan, mulai dari ketidaksinkronan kebijakan antara pusat dan daerah, moratorium lahan sawah yang memengaruhi ketersediaan lahan, hingga masalah kelayakan kredit (SLIK) akibat tagihan paylater yang nilainya sangat kecil. bisn/mb06

