JAKARTA — Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan calon pemimpin Indonesia baik presiden maupun tingkat di bawahnya ke depan jangan terlalu banyak utang. Kebijakan yang tidak mengandalkan utang dalam membuat kebijakan diyakini akan mengarahkan ekonomi Indonesia ke depan lebih baik.
“Terdapat dua elemen [yang harus dimiliki pemimpin Indonesia],…yakni menjaga stabilitas sekaligus tumbuh semakin baik,” kata SBY yang tampil dalam Endgame Townhall yang dikutip dari channel youtube Gita Wirjawan, Minggu (6/10).
Menurut SBY, yang juga doktor ekonomi pertanian dari Institut Pertanian Bogor itu, pemerintah harus mampu menjaga ruang fiskal dengan tidak berutang terlalu banyak. “Dulu [akhir pemerintahan SBY utang] sudah diturunkan. Jangan dinaikkan lagi agar ruang fiskal cukup. Kalau [pendapatan negara] cukup, agenda yang diinginkan dapat diwujudkan,” katanya.
Politisi Partai Demokrat itu juga mengingatkan belanja pemerintah seharusnya dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru. Ruang pekerjaan formal juga diharapkan tumbuh melalui kebijakan ekonomi yang dihasilkan.
“Pemimpin harus punya visi, harus punya strategi, harus mengerti apa yang terjadi di dunia, dan pemahaman mendalam tentang Indonesia kita,” katanya.
Sosok yang memulai karir dari militer itu menilai ekonomi dunia dalam 10 tahun terakhir dalam keadaan tidak stabil, banyak gejolak dan permasalahan. Efek krisis ekonomi 2008-2009 belum berakhir, ekonomi sudah dihadapkan ke dalam guncangan baru akibat pandemi Covid-19.
“[Untuk itu] fundamental ekonomi [Indonesia] harus harus terjaga dengan baik, bukan hanya tumbuh tapi juga pastikan pertumbuhan tenaga kerja, jangan terlalu banyak pengangguran. Buka rendahnya inflasi tapi rakyat memiliki daya beli untuk kebutuhan sehari-harinya Itu fundamental, belum nilai tukar, belum fiskal,” katanya.
Menurutnya, pemerintahan baru dapat menumbuhkan kembali perekonomian ke level 6-7%. Dia tidak berharap target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi karena akan diikuti oleh risiko ‘panasnya’ sistem keuangan. “Bisa naik 1% saja, itu sudah prestasi,” kata SBY.
Dia menilai untuk jangka pendek, pemerintah harus mendorong pertumbuhan sisi permintaan. Bagi Indonesia, maka sisi konsumsi yakni dari rumah tangga harus ditingkatkan lagi.
“Saya suka sedih melihat kelas menengah jatuh menjadi mendekati miskin. itu tidak boleh, itu jangan dibiarkan seolah-olah biasa. Kalau masih banyak miskin, menengah jadi miskin itu tidak bagus. Artinya daya beli mereka turun, padahal komponen rumah tangga komponen mendorong pertumbuhan,” katanya.
Sisi lain yang disoroti adalah kepastian hukum. SBY menilai, pengadilan dan penegak hukum Indonesia menjadi sisi yang harus direformasi tanpa henti sehingga menjadi sumber keadilan. Kepastian hukum dibutuhkan oleh para pengusaha, politik, maupun masyarakat luas. Hal yang juga tidak kalah penting, menurut SBY adalah kemampuan pemerintah untuk mendatangkan investasi termasuk menutup kelemahan selama ini.
Dia menyebutkan, memulihkan sisi demand rumah tangga memang merupakan perbaikan jangka pendek. Dalam jangka panjang memang dibutuhkan perbaikan sisi produksi, sumber daya manusia, inovasi, hingga teknologi. “Tapi [untuk target jangka panjang] biar mengalir saja,” katanya. Bis/rds