Banjarmasin (ANTARA) – Firman Yusi yang terpilih kembali menjadi anggota DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) atau mantan Sekretaris Komisi IV Bidang Kesra lembaga legislatif provinsi tersebut mengharapkan, alumni Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin jangan jadi korban.
“Terkait kasus dugaan permainan dalam mendapatkan gelar Profesor atau Guru Besar pada ULM, jangan sampai alumninya jadi korban, terutama bagi yang baru,” harap Firman yang juga alumnus perguruan tinggi negeri tersebut menjawab Antara Kalsel di Banjarmasin, Rabu.
Sebagai contoh sebab akibat dari persoalan dugaan perolehan gelar Guru Besar tak wajar misalnya akreditasi ULM yang semula A turun jadi C, hal tersebut bisa merugikan atau alumni baru menjadi kurban seperti sulit mencari pekerjaan.
Firman yang juga Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kalsel menyayangkan kalau betul kasus mendapatkan gelar Guru Besar itu terjadi, dan hal tersebut cukup memalukan bagi sebuah lembaga ilmiah, terlebih perguruan tinggi negeri (PTN).
Oleh karenanya, Firman Yusi yang juga alumnus Fakultas Pertanian ULM d/h Unlam mendukung kebijakan langkah-langkah Rektor PTN tertua di Kalsel (bahkan Pulau Kalimantan) untuk penyelesaian persoalan tersebut.
Wakil rakyat kelahiran “Kota Minyak” Tanjung (237 km utara Banjarmasin) ibukota Kabupaten Tabalong itu berharap, nama Unlam yang sempat tercoreng atas dugaan skandal dalam mendapatkan gelar Profesor segera pulih kembali.
Selain itu, dapat mempertahankan akreditasi A, jangan sampai turun akibat kegaduhan persoalan Guru Besar, dan kalau memungkinkan bisa meningkat lagi, lanjut wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel V/Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Balangan dan Kabupaten Tabalong tersebut.
Sedangkan pihak Rektorat ULM terus berupaya melakukan penyelesaian atas dugaan perolehan gelar Guru Besar yang tidak sebagaimana mestinya tersebut antara lain dengan pembentukan tim untuk menguak persoalan itu sebenarnya.
Sementara sejumlah pemberian pers dari berbagai media massa, kasus dugaan memperoleh gelar Guru Besar secara tidak wajar itu hanya pada Fakultas Hukum.
Namun dari hasil investigasi Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Republik Indonesia berkembang dari 11 Guru Besar terduga menjadi mencapai 20 orang.
Sebagai catatan pada Tahun 1973 terjadi mosi tidak percaya kepada Pimpinan Fakultas Hukum Unlam dan mahasiswa melakukan aksi mogok kuliah.
Menurut sejumlah pemberitaan surat kabar terbitan dan pusat ketika itu, aksi mogok kuliah mahasiswa Fakultas Hukum Unlam pertama pada seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Kemelut antara Pimpinan Fakultas Hukum dengan Senat Mahasiswa/Mahasiswanya berakhir sesudah Rektorat Unlam mengambil alih kepemimpinan fakultas dan Senat Mahasiswa tersebut, Mei 1973.