JAKARTA – Tim hukum Ganjar-Mahfud menyebut Presiden Joko Widodo melanggar tiga jenis etika politik dengan ikut campur tangan pada Pilpres 2024.
Kuasa hukum Ganjar-Mahfud Annisa Ismail menyebut tiga jenis etika politik yang dilanggar adalah yang bersumber dari hukum, yang bersumber dari tujuan bernegara, dan yang bersumber dari sumpah jabatan.
“Terdapat tiga bentuk pelanggaran etika politik yang terjadi dari nepotisme yang melahirkan abuse of power terkoordinasi ini,” kata Annisa dalam Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Gedung MK, Jakarta, Rabu (27/3), seperti dikutip CNNindonesia.com.
Etika politik pertama yang dilanggar Jokowi adalah etika politik yang bersumber dari hukum. Tim Ganjar-Mahfud mengingatkan nepotisme adalah pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan.
Mereka menyitir Pasal 42 ayat (1) juncto Pasal 1 angka 14 UU Administrasi Pemerintahan.
Selain itu, Tim Ganjar-Mahfud juga mengutip larangan nepotisme di Pasal 5 angka 1 juncto Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Ganjar-Mahfud juga berpendapat Jokowi melanggar etika politik pelanggaran etika pemerintahan yang bersumber dari tujuan bernegara.
“Nepotisme yang melahirkan abuse of power terkoordinasi, apalagi yang menggunakan fasilitas negara, jelas merupakan pengkhianatan besar bagi tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang termaktub dalam pembukaan UUD NRI 1945,” ucap Annisa.
Etika politik ketiga yang dilanggar Jokowi adalah etika pemerintahan yang bersumber dari sumpah jabatan. Mereka mengingatkan Jokowi bersumpah “memegang teguh konstitusi, menjalankan undang-undang, dan berbakti pada Nusa dan Bangsa”.
“Meski bersumpah untuk ‘berbakti kepada Nusa dan Bangsa’, namun ia malah berbakti hanya pada keluarga dan kroninya,” ucap Annisa.
Sementara, Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menyinggung putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam pernyataannya di sidang perdana gugatan sengketa Pilpres 2024 di MK, kemarin.
Todung secara spesifik menyinggung putusan MKMK yang memutuskan semua hakim MK bersalah akibat putusan perkara 90 yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.
Menurut Todung, putusan MKMK mestinya bisa membuat semua hakim MK mengundurkan diri. Sebab, putusan MKMK mengagetkan publik dan membuat orang sedih dan marah.
“Konstitusi terbukti melanggar etika jelas sangat membuat semua orang marah dan sedih. Secara etika seharusnya mereka semua harus mengundurkan diri sebagai hakim konstitusi. Tapi mereka tak mundur dari posisi mereka karena pelbagai alasan,” kata Todung.
Dia menyebut MK saat ini tengah mengalami kemunduran. Bukan saja karena putusan-putusannya yang kerap mencederai keadilan, namun juga karena kasus korupsi yang sempat menjerat ketuanya, Akil Mochtar.
Todung mengaku tak habis pikir para hakim MK enggan mundur setelah mereka semua dinyatakan bersalah lewat putusan MKMK. Alih-alih mundur, eks Ketua Hakim MK, Anwar Usman justru ingin kembali menduduki posisi yang ditinggalkannya.
“Dalam kaitan ini patut ditambahkan pula bahwa hakim konstitusi Anwar Usman yang diberhentikan dari posisinya sebagai ketua MKRI sekarang malah mencoba merebut hembali posisinya. Kita semua hanya bisa mengelus dada sambil berbisik dalam hati: “How low can you go?” kata Todung.
Seperti dikerahui, pasangan 03 Ganjar-Mahfud menggugat hasil Pilpres 2024 yang dimenangkan pasangan Prabowo-Gibran. Mereka di antaranya menuntut pilpres diulang tanpa keikutsertaan Prabowo-Gibran. web