
Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja)
Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kalimantan Selatan (Kalsel) terus berupaya menekan inflasi dan membina Usaha Mikro Kecil Menengah atau UMKM untuk penurunan “stunting” di provinsinya. Menurut Wahyu, persoalan UMKM ada hubungan dengan tingkat inflasi serta stunting (terhambatnya tumbuh kembang anak/bayi). “Oleh sebab itu, kita terus dorong dan bina pertumbuhan serta perkembangan UMKM di Kalsel. Karena dengan makin membaik UMKM akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan pada gilirannya bisa menurunkan angka inflasi serta stunting,” katanya.
Ia mengatakan, permodalan salah satu masalah bagi UMKM untuk tumbuh dan berkembang. “Karenanya kita akan dorong dan bantu dalam mengakses permodalan dengan perbankan,” kata Wahyu Pratomo. Sementara Ketua DPRD Kalsel mengapresiasi perwakilan BI setempat yang mendukung upaya percepatan penurunan prevalinsi stunting di provinsinya yang kini berpenduduk lebih empat juta jiwa tersebar pada 13 kabupaten/kota.
“Alhamdulillah, Kalsel termasuk tiga besar dalam percepatan penurunan prevalinsi stunting secara nasional atau peringkat kedua sesudah Sumatera Selatan (Sumsel).” kata Supian HK. Sedangkan Pelaksana Harian (Plh) Kepala Badan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kalsel Sopyan mengapresiasi atas partisipasi wartawan dalam upaya percepatan penurunan prevelinsi stunting di provinsinya. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), Kalsel merupakan provinsi dengan angka penurunan prevalinsi stunting tertinggi di Indonesia, yang semula 30 persen pada 2021 menjadi 24,6 persen Tahun 2022.
“Itupun masih tertinggi dari rata-rata nasional (24,4 persen),” kata Sopyan. Dalam pertemuan di Gedung B DPRD Kalsel Lantai IV tersebut hadir pula dari Biro Kesra Setdaprov setempat dan ditandai penyerahan uniform (baju seragam) dari Perwakilan BI kepada Press Room Dewan provinsi itu.
Stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi. Stunting masih menjadi persoalan di Indonesia yang menempati urutan keempat angka stunting tertinggi di dunia dan kedua se-Asia Tenggara. Meski prevalensi stunting di Indonesia telah mengalami penurunan dari angka 26,92% pada 2020 menjadi 24,4% pada 2021 dan turun lagi di angka 21,6% pada 2022, tetapi angka tersebut masih tinggi dibandingkan ambang batas yang ditetapkan WHO, yakni 20%.
Berdasarkan data The Joint Child Malnutrition Estimates 2021 Edition, di dunia terdapat 149 juta anak di bawah usia 5 tahun menderita stunting. Adanya pandemi membuat hampir tujuh juta anak terancam menderita stunting. Walaupun masyarakat miskin telah teredukasi agar terhindar dari stunting, tetapi mereka tetap tidak mampu mengakses makanan bergizi. Oleh karenanya, butuh aksi nyata untuk menurunkan kemiskinan. Bukan sekadar konsolidasi pencegahan stunting tanpa serius mengatasi persoalan kemiskinan.
Selama kesehatan masih dijadikan ajang bisnis, masyarakat akan tetap mengalami kesulitan untuk mendapatkan pelayanan terbaik, meskipun semua lembaga kesehatan bekerja sama. Sebagaimana kita ketahui, untuk menyediakan alat-alat kesehatan tidaklah murah. Sedangkan, pemerintah juga terlilit utang. Kemungkinan peralatan yang dibeli pun berasal dari utang.
Agar utang dapat dilunasi dan pelayanan kesehatan juga bisa berjalan, jalan satu-satunya adalah menarik jasa atas pelayanan kesehatan tersebut. Tak terkecuali pelayanan kesehatan bagi anak-anak. Masyarakat harus membayar lebih untuk datang ke dokter spesialis anak. Pendapatan masyarakat yang pas-pasan, juga berkorelasi dengan pendidikannya. Bagi mereka yang memiliki pendapatan lebih, dapat memilih sekolah, bahkan hingga ke jenjang kuliah.
Sedangkan masyarakat miskin, bisa membaca dan menulis saja sudah bersyukur. Akibat pendidikan yang diperoleh masih tergolong rendah, pengetahuan mengenai kebutuhan gizi anak, perlakuan pada anak, dan penyembuhan ketika sakit pun kurang. Kebanyakan dari mereka lebih memilih cara “nenek moyang” daripada percaya pada kesehatan modern. Alhasil, banyak dijumpai kematian pada anak atau ibu hamil yang terlambat mendapatkan penanganan.
Sumber masalah yang sebenarnya adalah sistem karena sistem melahirkan kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat. Saat ini sistem yang berlaku adalah sistem kapitalisme yang rusak. Di mana segala sesuatu akan dinilai dengan uang, bisnis, dan keuntungan. Dalam sistem ini menganaktirikan titah Sang Pencipta. Sehingga manusia bebas membuat kebijakan tergantung siapa yang memimpin dan apa tujuannya.
Selain itu, sistem ekonomi kapitalis telah memporak-porandakan keuangan negara. Sumber daya alam yang dibanggakan hanya tinggal data, selebihnya dinikmati orang asing atau segelintir orang kaya. Negara hanya berpangku pada pajak. Kekurangannya diambil dari utang berbunga. Setiap tahun utang membengkak. Bahkan, negara harus mengeluarkan uang banyak hanya untuk membayar bunga. Alhasil jatah kesehatan, pendidikan, dan fasilitas pun makin menipis.
Ketika tidak ada dana yang mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat, penyediaan fasilitas kesehatan pun dapat dilakukan dengan mengundang investor. Pengusaha juga tidak mau rugi, mereka pasti mengharapkan keuntungan. Oleh karena itu, tidak heran jika pelayanan kesehatan yang bagus perlu biaya mahal. Karenanya, perwujudan kesehatan anak yang bebas stunting dan berkualitas tidak akan pernah terwujud dalam kapitalisme, meskipun berbagai lembaga bekerja sama dan mencari terobosan. Akar masalahnya bukan pada teknis pelayanan, melainkan pada sistem kebijakannya.
Islamlah satu-satunya harapan untuk memberantas stunting. Dalam Islam, negara wajib menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat, termasuk anak-anak. Khalifah akan memperhatikan kualitas generasi karena merekalah yang akan membangun peradaban masa mendatang. Dengan sistem ekonomi Islam, negara akan mengatur kepemilikan negara dan mewajibkan pengelolaan kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat. Untuk menanggulangi stunting dampak wabah ini, tujuh pilar sistem kesehatan Islam.
Pertama, fungsi negara yang sehat. Negara menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai secara kualitas dan kuantitas, dana yang mencukupi, laboratorium diagnostik, SDM kesehatan, lembaga riset, dan industri alat kedokteran serta farmasi.
Kedua, model kekuasaan bersifat sentralisasi dan administrasi bersifat desentralisasi. Model kekuasaan ini menjadikan negara memiliki wewenang dan kekuasaan yang memadai untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawab dalam penanggulangan wabah.
Ketiga, pembiayaan berbasis baitulmal dan bersifat mutlak. Negara mengelola harta milik umum yang tak lain adalah salah satu sumber pembiayaan penanganan wabah.
Keempat, pengadaan SDM kesehatan berbasis sistem pendidikan Islam. Ini menjadi output kurikulum sahih, serta steril dari unsur kapitalisasi. Dokter dan staf medis yang berkualitas tersedia dengan jumlah memadai. Mereka terintegrasi dengan pengelolaan kesehatan berkualitas terbaik.
Kelima, fasilitas kesehatan dan unit teknis lain milik negara berfungsi sebagai perpanjangan fungsi negara. Artinya, harus dikelola di atas prinsip pelayanan dengan pembiayaan dan pengelolaan langsung dari negara. Tidak dibenarkan sebagai lembaga bisnis dan bersifat otonom. Setiap orang akan mudah mengakses pelayanan kesehatan gratis berkualitas kapan saja dan di mana saja di saat membutuhkan.
Keenam, riset terkini untuk kecepatan penanganan wabah. Seperti riset bagi penentuan titik areal wabah, luas areal yang harus dikunci, dan lamanya penguncian. Demikian juga riset tentang standar pengobatan, instrumen, dan obat-obatan terbaik bagi kesembuhan dan keselamatan jiwa pasien.
Ketujuh, politik industri berbasis industri berat. Prinsip ini adalah jalan efekif bagi segera terpenuhinya berbagai teknologi terkini bagi penanganan wabah. Mulai dari produksi Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis, hingga berbagai produk farmasi, alat kesehatan dan obat-obatan.
Itulah beberapa mekanisme yang akan dilakukan negara Khilafah dalam menjamin kebutuhan rakyat. Jika kebutuhan primer terpenuhi, gizi anak tentu tercukupi. Jika akses ekonomi dan pendidikan mudah, kualitas SDM meningkat, orang tua akan memahami terkait pengetahuan dan tata cara memenuhi gizi dan nutrisi anak. Dengan begitu, angka gizi buruk dan kelaparan akan terminimalisasi manakala akar masalahnya sudah terselesaikan.
Dengan mengubah paradigma dan fungsi negara sesuai Islam maka masalah stunting, kemiskinan, dan kelaparan akan terurai secara tuntas. Penerapan kapitalisme adalah sumber masalah bagi kesejahteraan rakyat. Selama sistem ini tidak tercerabut dari kehidupan masyarakat maka tidak akan lahir generasi sehat badannya, cerdas akalnya, dan bersih hatinya.Hanya dengan Islam barulah akan terwujud generasi cemerlang dan berkualitas. Dalam Islam, keberlangsungan generasi sangat penting. Hal ini termaktub dalam QS An-Nisa: 9 yang artinya,
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”
Jangan sampai kita meninggalkan generasi penerus yang lemah akidahnya, fisiknya, akalnya, ilmunya, ibadahnya, ekonominya, dan sebagainya. Sebab, merekalah sejatinya yang akan membangun dan mengisi peradaban Islam sebagai mercusuar dunia. Sungguh, kehilangan generasi muda adalah malapetaka dan kerugian yang sangat besar. Selamatkan generasi dengan Islam kafah.