BANJARMASIN – Dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan lahan Samsat Amuntai, kedua terdakwa yakni Muhamad Anshor selaku penilai (appraisal) dan Akhmad Yani selaku mantan kepala desa dibebaskan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Menurut Majelis Hakim Jamser Simanjuntak SH MH yang memimpin sidang pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Rabu (31/5), kedua terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan dan tuntutan JPU M Padli.
Atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim, JPU menyatakan kasasi, sedangkan kedua terdakwa mengucapkan syukur atas vonis bebas yang diberikan majelis hakim.
Sabri Nor Herman SH MH selaku penasihat hukum terdakwa Muhammad Anshor mengatakan, apa yang diputuskan majelis hakim sesuai dengan harapan mereka.
“Artinya keadilan itu masih ada, dan fakta hukumnya klien kami Muhammad Anshor hanyalah menjalankan profesinya sebagai penilai (appraisal), tapi jaksa memaksakan perkaranya,” ujarnya.
Anehnya lagi, lanjut Sabri, dalam perkara ini malah pengguna anggaran tidak dijadikan tersangka. “Kami menduga kasus ini di rekayasa, karena klien kami selaku penilai (appraisal) dan tidak menerima uang atau menikmati dijadikan tersangka. Seharusnya yang dijadikan tersangka adalah pengguna anggaran atau pemilik lahan,” paparnya.
Ia menyebutkan, kliennya hanya ditugaskan pihak perusahaan menilai lahan dan tidak kenal dengan pemilik lahan, apalagi menerima uang.
Menurut Sabri, kenapa bisa JPU menyeret kliennya dalam kasus tindak pidana korupsi yang semestinya itu dari pembeli, yakni pihak samsat dan penjual lahan.
“Dalam kasus ini, malah pihak Samsat Amuntai yang mempunyai proyek serta anggaran tidak dijadikan tersangka, dan anehnya lagi pemilik lahan hanya dijadikan sebagai saksi, sementara uang sebesar Rp 100 juta di sita pihak kejaksaan dari pemilik lahan, itu uang apa,” ujarnya.
Diketahui, Muhamad Anshor selaku penilai diseret ke persidangan Pengadilan Tipikor bersama Akhmad Yani selaku mantan kepala desa.
Oleh JPU Muhammad Padli dari Kejari HSU, kedua terdakwa dituntut masing-masing lima tahun dan enam bulan penjara dan denda masing-masing Rp 200 juta atau subsider enam bulan kurungan.
Keduanya juga diminta bersama-sama membayar uang pengganti sebesar Rp 465.120.000 juta, dengan ketentuan apabila tidak dapat membayar maka diganti hukuman tiga tahun penjara.
Dalam kasus ini, kerugian negara diperkirakan sebesar Rp 565.120 000. Karena adanya pengembalian sebesar Rp 100 juta dari pemilik lahan, jadi kerugian negara dianggap Rp 465.120.000. ris