BANJARBARU – Sebanyak 12 fasilitas kesehatan di Kota Banjarbaru diminta membuat laporan mingguan.
Hal ini diungkapkan Epidemiologi Ahli Madya Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru Edi Sampana, menyikapi kasus DBD yang biasanya marak terjadi pada November hingga Maret.
Menurut Edi, Banjarbaru merupakan daerah endemis DBD. Kasus DBD biasanya banyak terjadi pada bulan November sampai Maret. “Karena itu, pada bulan-bulan ini kita harus waspada DBD dengan melakukan upaya pencegahan 3M plus dan bila menemukan anak yang panas tanpa sebab yang jelas, agar dibawa ke dokter,” kata Edi, Kamis (26/1).
Edi menjelaskan, pada minggu ke-1 tahun 2023 ada 24 suspek Dengue dan minggu ke-2 ada 34 suspek Dengue.
Untuk pemastian apakah suspek Dengue? apakah Demam Berdarah Dengue (DBD)? perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan, sebutnya.
“Dan berdasar pemeriksaan tadi, tidak semua suspek Dengue adalah DBD,” ujar Edi.
DBD dikatakan endemis di Banjarbaru, karena penyakit ini selalu ada di Banjarbaru, setiap tahun atau sepanjang tahun.
Supaya jangan terjadi KLB (kejadian luar biasa), Dinkes Kota Banjarbaru berusaha mengumpulkan data 24 macam penyakit yang berpotensi menjadi KLB.
“Ada 12 fasilitas kesehatan yang diminta membuat laporan mingguan, dilaporkan paling lambat setiap hari Senin,” kata Edi.
Berdasar laporan ini, dapat diketahui apakah ada peningkatan kasus penyakit yang melebihi nilai ambang batas. Bila ada, ini merupakan alert (peringatan) yang harus direspon dalam waktu kurang dari 24 jam. Adanya peringatan ini bukan berarti telah terjadi KLB.
“Alert adalah kondisi pra KLB yang harus direspons petugas dengan cepat kurang dari 24 jam agar tidak terjadi KLB,” ucap Edi. ril/dio