JAKARTA – Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) meminta pemerintah mengembalikan ranah koperasi ke tangan rakyat, sebagai ahlinya. Ini respons atas proyek Presiden Prabowo Subianto berupa 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Ketua AKSES, Sroto, menilai salah satu masalah paling mendasar dari program Kopdes Merah Putih adalah bahwa para pengurus koperasi yang ditunjuk sebagian besar tidak memahami apa itu koperasi, baik secara konseptual maupun praktik pengelolaannya.
Padahal, menurutnya koperasi bukan sekadar alat distribusi modal atau tempat menyimpan dana, tetapi merupakan wadah kolektif yang dijalankan berdasarkan prinsip otonomi, demokrasi, partisipasi aktif anggota, solidaritas dan kemandirian.
“Di lapangan, koperasi yang dibentuk melalui program ini cenderung menjadi koperasi pasif. Menunggu instruksi dan tidak ada kebermaknaan sebagai lembaga demokrasi warga. Tidak ada perencanaan usaha yang hidup, dan tidak ada pengembangan berbasis kebutuhan lokal. Bahkan, banyak pengurus sendiri tidak memahami anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi mereka,” kata Suroto dikutip pada Selasa.
Menurutnya, koperasi seharusnya tumbuh dari bawah ke atas (bottom-up), dari kebutuhan dan aspirasi lokal, dari masalah yang dihadapi komunitas sendiri.
Maka ketika segala sesuatunya ditentukan dari pusat seperti halnya Kopdes Merah Putih ini, maka rakyat desa kehilangan ruang untuk mengembangkan inisiatif, kreativitas, dan kepemilikan terhadap organisasi yang dibentuk atas nama mereka.
Alhasil, Suroto melihat Kopdes Merah Putih hanya menjadi sebuah proyek negara, bukan menjadi koperasi yang seharusnya menjadi sebuah gerakan rakyat. Dia khawatir, Kopdes Merah Putih hanya akan aktif selama proyek berjalan, dan kembali mati ketika dukungan dari pusat berhenti. Hal tersebut menurutnya seperti kasus Koperasi Unit Desa (KUD) di masa orde baru.
Karena terikat oleh instruksi pemerintah, menurutnya koperasi justru akan terbebani struktur administratif yang rumit, penuh pelaporan teknis, dan berorientasi proyek, alih-alih menjadi alat pemberdayaan masyarakat lokal. Maka dengan mempertimbangkan itu semua, Suroto berharap ada gerakan deofisialisasi.
“Artinya, mengembalikan koperasi dari tangan negara ke tangan rakyat. Koperasi harus dibebaskan dari dominasi birokrasi dan logika proyek. Ia harus tumbuh sebagai organisasi rakyat yang mandiri, otonom, dan berakar kuat di komunitas lokal,” tegasnya. bisn/mb06