Selasa, Agustus 19, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Ramadan Bersama Keluarga, Membentuk Karakter Anak, Pencegahan Kekerasan

by Mata Banua
20 Maret 2024
in Opini
0
D:\2024\Maret 2024\21 Maret 2024\8\8\hafia akbar.jpg
Hafia Akbar (Guru SMP IT Alkahfi, Pasaman Barat.)

 

Perundungan, kekerasan fisik, hingga kekerasan seksual sudah menjadi hal yang begitu biasa kita dengar saat ini. Belum selesai proses hukum kasus yang satu, muncul lagi kasus yang serupa. Seperti tidak ada hentinya. Mirisnya lagi ialah, korban sangat rentan pada anak di bawah umur

Artikel Lainnya

D:\2025\Agustus 2025\19 Agustus 2025\8\Edi Setiawan.jpg

Ekonomi Merdeka Angka 80: Janji Yang Belum Tuntas

18 Agustus 2025
D:\2025\Agustus 2025\19 Agustus 2025\8\tias aditya.jpg

Menyusui Sebagai Praktik Cinta yang Berkelanjutan

18 Agustus 2025
Load More

Beberapa minggu yang lalu kita dihadapkan pada berita kekerasan siswa di Binus School Serpong, akibatnya, di sebagian tubuh korban banyak mendapati luka memar dan luka bakar akibat benda panas.

Dari serpong kita beralih ke Lampung, seorang siswi di salah satu SMP di sana di mengalami tindak kekerasan seksual, ia disekap lalu dibawa ke gubuk dan dirudapaksa secara bergilir oleh sepuluh orang laki-laki. Perbuatan bejat tersebut mereka lakukan selama tiga hari. Selama itu sang siswi tidak diberi makan dan hanya diberi miras.

Berita-berita semacam ini bukan barang asing lagi di negara yang katanya menjamin dan melindungi hak keamanan anak Tingkat kejahatan seperti itu semakin hari semakin masif dan tidak terkontrol.

Bahkan pada tahun 2022, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Nunuk Suryani telah mengungkapkan data asesmen nasional Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) perihal perundungan, kekerasan fisik, dan sejenisnya. Hasilnya ialah ditemukan sebanyak 34,51% siswa berpotensi alami kekerasan seksual, 26,9% alami hukuman fisik, dan 36,31% alami perundungan.

Tapi, meskipun jauh-jauh hari sudah dipaparkan data, namun belum juga ada usaha yang signifikan untuk pencegahannya. Kasus-kasus yang membuat hari kita menjadi pilu, -pastinya pihak korban lebih pilu lagi- seperti tidak ada jeda di negeri ini.

Realita seperti ini tidak hanya berdampak kepada korban, tapi juga berimbas pada kecemasan orang tua akan keselamatan anaknya. Dan ini tentu sangat lumrah dialami oleh seluruh orang tua yang memiliki anak. Maka harus solusi dan upaya dari kita masing-masing terlebih dahulu untuk mencegah tindak kriminal yang telah menjadi penyakit kronis yang sedang dialami bangsa ini.

Sebab, kita tidak bisa hanya menunggu tindakan tegas dari pihak yang berwajib atau hanya menunggu kebijakan apa yang akan dibuat negara untuk mengatasinya.

Pergerakan akar rumput harus dimulai dari keluarga sendiri, dengan memberikan bekal kepada anak-anak tentang pengetahuan mengenai pelecehan seksual, cara menghadapi tindakan perundungan, dan mengatasi hingga menghindari kekerasan fisik. Yang paling penting, adalah mengajarkan kepada anak-anak untuk selalu berani berbicara dan melaporkan kepada guru jika terjadi di lingkungan sekolah, atau kepada kepala RT/RW setempat, serta kepada orang tua jika hal semacam itu terjadi baik pada orang lain maupun pada diri mereka sendiri.

Begitupun, dari rumah anak juga sudah dinasehati dan diajarkan agar tidak menjadi benalu di lingkungannya hingga membuat keributan, kegaduhan, dan berakhir pada tindak kriminal yang merugikan orang lain.

Berbagai penelitian mengatakan bahwa anak yang melakukan tindak kejahatan tersebut, baik di lingkungan masyarakat atau di sekolah, umumnya sudah bermasalah sejak dari rumah. Komunikasi dan interaksi yang relatif sedikit dari orang tua kepada anak adalah salah satu penyebab. Kesibukan dengan aktivitas masing-masing membuat sebagian orang tua dan anak jarang untuk mengobrol, berbicara dari hati ke hati secara mendalam.

Padahal komunikasi dalan keluarga merupakan pilar penting dalam pembentukan karakter anak. Psikolog keluarga Ketti Murtini mengingatkan pentingnya komunikasi antara orang tua dan anak guna memperkuat hubungan keluarga sekaligus memberikan dampak psikologis yang positif bagi anak.

Pola komunikasi dua arah harus diterapkan oleh orang tua kepada anaknya, sehingga anak juga tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, penuh rasa empati, dan memiliki konsep diri yang baik,” katanya. (Antara.com)

Namun saat ini sebagian besar upaya-upaya untuk membangun komunikasi tersebut terbatas karena kesibukan orang tua dalam tuntutan profesi dan bekerja. Sehingga sangat sedikit waktu untuk hal seperti itu.

Menilik permasalahan yang ada dan solusi yang begitu terbatas, maka Ramadan adalah momentum untuk memulainya. Pada bulan Ramadan ada waktu-waktu yang pas untuk berkumpul, bercengkrama saling bercerita, dan menasehati, yaitu waktu sahur dan waktu buka puasa. Karena hampir semua segala aktivitas, kesibukan, pekerjaan, dll. selama dua waktu ini dihentikan. Ini merupakan sebuah kesempatan bagi orang tua untuk lebih dekat dengan anak, memberikan pengajaran, pendidikan, membangun empati, dan pembentukan karakter melalui lisan.

Ramadan adalah waktu pembenahan dan penjemputan emosional yang kurang erat beberapa bulan belakangan, membangun komunikasi yang lebih mendalam, menelusuri ruang-ruang lebih dalam yang jarang tersentuh oleh orang tua kepada anak. Bicara dari hati ke hati.

Apalagi memberikan nasehat kepada anak pada saat makan ketika berbuka puasa. Dr Muhammad Nur Abdullah Hafizh Suwaid dalam bukunya, Prophetic Parenting Cara Nabi SAW Mendidik Anak. Menuliskan bahwa waktu makan merupakan salah salah satu waktu yang dipakai Rasulullah untuk menasehati anak-anaknya.

Harapannya, kita semua memahami ditengah sibuk dan tuntutan kerja dan profesi hingga membuat interaksi dengan anak begitu sedikit. Maka, memanfaatkan waktu di bulan Ramadan ini adalah momen yang sangat pas untuk memperbaikinya. Agar terbentuknya karakter anak dari rumah, sebelum memasuki lingkungan diluar sana.

Kalau karakter anak sudah terbentuk dari rumah, tumbuh sebagai pribadi yang percaya diri, penuh rasa empati, dan memiliki konsep diri yang baik, tentunya ini merupakan langkah awal dalam pencegahan tindakan kekerasan yang telah menjadi momok menakutkan dan meresahkan bagi masyarakat.

 

 

Tags: Guru SMP IT AlkahfiHafia AkbarPasaman Baratramadan
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA