
BANJARMASIN – Potret Banjarmasin sebagai kota yang belum terbebas dalam permasalahan sampah, membuat Walikota Ibnu Sina kian jengah. Dia menginstruksikan agar para pelanggar itu dikenakan sanksi tegas.
Beberapa contoh seperti terlihat di kawasan Pasar Lama, dekat Jembatan Pasar Lama, meski sudah disiapkan kontainer sampah tetap saja sampah berserakan, terutama pada siang hingga sore hari yang merusak pemandangan di pusat kota.
Tak hanya itu, muncul pula tempat pembuangan sampah (TPS) dadakan yang masih jadi gunungan sampah. Terlihat di ruas Jalan HKSN-AMD Permai, Banjarmasin Utara, serta kawasan lainnya.
Gara-gara masalah sampah belum beres, akhirnya predikat Banjarmasin sebagai kota Barasih wan Nyaman (Baiman) dipertanyakan sejumlah kalangan. Ini terlebih pada 2022 lalu, Banjarmasin gagal membawa pulang Piala Adipura, hanya dikasih selembar kertas berupa penghargaan Sertifikat Adipura oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Padahal, pada 2015, 2016, 2017 dan terakhir pada 2018, Kota Banjarmasin langganan bisa memboyong Piala Adipura hingga dibuatkan tugu di pertigaan Jalan Pasar Baru-Jalan Lambung Mangkurat atau Simpang Telawan telah dibangun sebagai apresiasi supremasi bahwabekas ibukota Kalsel bisa menjaga lingkungan dan kebersihan.
Jengah dengan kondisi itu. Walikota Banjarmasin Ibnu Sina mempertanyakan mengapa sampah-sampah masih berserakan di beberapa tempat, khususnya di kawasan pusat kota.
“Saya imbau agar warga masyarakat turut ambil bagian dalam menjaga kebersihan lingkungan Kota Banjarmasin. Tanpa kesadaran masyarakat, sampah semrawut tidak bisa teratasi,” tutur Ibnu Sina kepada awak media di Banjarmasin, belum lama tadi.
Dia menginstruksikan agar segera dibentuk satuan tugas (satgas) guna mengawasi tindakan abai dan tak acuh dengan masalah sampah, karena buang sembarangan atau bikin TPS-TPS liar, padahal sudah dilarang atau ditutup.
Ketua DPD Partai Demokrat Kalsel ini menegaskan masyarakat harus sadar bahwa trotoar serta fasilitas publil lainnya bukan tempat sampah, karena peruntukkannya untuk para pejalan kaki.
“Apabila trotoar dikotori dengan adanya tumpukan sampah, berarti mau tidak mau akan ada penegakkan hukum. Bila masih bebal, akan ada operasi yustisi di situ, mau tidak mau, bukan hanya hukuman sosial, tapi vonis (pengadilan),” cetus Ibnu Sina.
Menurut dia, walau dalam perda sifatnya hanya tindak pidana ringan (tipiring), namun ada efek jera jika dikenakan sanksi denda maksimal Rp 500 ribu. “Atau diganti dengan hukuman badan bagi mereka yang kedapatan membuang sampah di situ juga bisa,” kata Ibnu Sina.
Dalam pengamatan Ibnu Sina, sejauh ini sanksi denda yang dijatuhkan kepada para pelanggar masih dianggap sepele. Ini karena hanya dikenakan denda puluhan hingga ratusan ribu rupiah. “Untuk penerapan sanksi denda maksimal, kami akan komunikasikan lagi dengan pihak pengadilan (Pengadilan Negeri Banjarmasin),” imbuh mantan anggota DPRD Kalsel ini.
Saat ini, menurut Ibnu Sina, tengah digodok formula yang tepat dalam upaya penindakan dan penegakan perda. Yakni, memberdayakan masyarakat setempat terlibat dalam pengawasan dan pengendalian atau berbentuk satgas.
“Harus ada pengawasan langsung dari masyarakat bukan hanya mengandalkan petugas dari pemerintah kota. Itu saya kira lebih dan paling efektif. Sebab, masalah sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga masyarakat demi menciptakan kondisi bersih dan nyaman,” pungkas Ibnu Sina.
Dalam Perda Kota Banjarmasin Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Persampahan/Kebersihan dan Pertamanan, ditetapkan 18 kawasan bebas sampah. Yakni, Jalan A.Yani Km 1 hingga Km 6, Jalan Kolonel Sugiono, Jalan Lambung Mangkurat, Jalan R Soeprapto, Jalan AS Musyaffa, Jalan RE Martadinata, Jalan Kapten Piere Tendean, Jalan Gatot Subroto, Jalan Pangeran Samudera, Jalan S Parman, Jalan Brigjen H Hassan Basry, Jalan Hasanuddin HM, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sudimampir, Jalan Ujung Murung, Jalan Sutoyo S, dan Jalan Jafri Zamzam. jjr