
BANJAR – Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Banjar akan mengambil dua opsi menyikapi terancam ambruknya bangunan SDN Bawahan Selan 6, yang akan membahayakan peserta didik.
Fasilitas pendidikan ini terancam ambruk akibat masuk dalam wilayah konsesi eksplorasi pertambangan batubara di Kabupaten Banjar.
Lokasi SDN Bawahan Selan 6, Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar ini berada di area PTPN XIII Danau Salak. Namun, di kawasan ini juga masih terdapat aktivitas pertambangan batubara yang cukup masif mengeruk lahan, untuk mengambil emas hitam di kandungan tanahnya.
Terancam ambruknya SDN Bawahan Selan 6 ini, juga telah direspons Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Disdik Kabupaten Banjar.
“Demi keselamatan para peserta didik di SDN Bawahan Selan 6, ada dua opsi yang akan kami ambil,” ucap Kepala Disdik Kabupaten Banjar Liana Penny, Kamis (17/11).
Dua opsi tersebut, yakni wacana relokasi atau pengggabungan dengan sekolah terdekat. “Selain itu, ada wacana pihak perusahaan penambang batubara akan membangunkan sekolah baru di sekitar lokasi,” ujarnya.
Ia mengakui, status lahan yang di tempati SDN Bawahan Selan 6 masih berstatus hak guna pakai dari PTPN XIII Danau Salak. Inilah yang menjadi alasan Disdik Kabupaten Banjar akan mengambil dua opsi tersebut.
“Untuk relokasi SDN Bawahan Selan 6, pihak PTPN XIII Danau Salak sudah menyiapkan lahan. Pihak penambang bersedia segera membangunkan sekolah secepatnya,” kata Liana Penny.
Saat ini, pihaknya juga berkoordinasi dengan pihak terkait untuk melaksanakan dua opsi, sebagai upaya penyelamatan agar peserta didik bisa melanjutkan pendidikan di kawasan itu.
Bukan Ilegal
Sebelumnya, SDN Bawahan Selan 6 Kecamatan Mataraman terancam ambruk dikarenakan berdekatan dengan tambang batubara milik CV Perintis Bara Bersaudara.
Jarak tambang dengan sekolah dasar itu hanya terpaut 10 meter, sehingga hal tersebut bisa saja dapat membahayakan para pelajar.
Sementara, dalam peraturan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) nomor 1827 K/30/MEM/2018, tentang pedoman pelaksanaan pertambangan yang baik menyebutkan, pemegang IUP diwajibkan mempertimbangkan jarak aman terhadap bangunan perumahan penduduk, fasilitas umum, situs sejarah, cagar budaya, badan perairan umum dan perkebunan. Dengan jarak yang disepakati tidak kurang dari 100 meter.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPRKPLH) Kabupaten Banjar Mursal menyebutkan, kegiatan tersebut bukan ilegal mining, karena masuk dikonsesi milik CV Perintis Bara Bersaudara.
“Tapi kami telah menyurati pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) agar sesuai dengan kaedah pertambangan yang baik dan benar, serta akan melakukan tindakan. Lalu kami juga sudah melakukan pemantauan,” ujarnya, Kamis (17/11).
Ia mengakui, saat ini masih belum ada tindakan, dan pihaknya masih ragu karena kewenangan pertambangan masuk ke Kementerian ESDM.
“Namun beberapa hari lalu kami telah melakukan konsuktasi ke kementerian terkait kewenangan terhadap pelanggaran lingkungan. Kami mendapatkan informasi jika dokumen lingkungan yang dikeluarkan oleh kabupaten, kewenangan tersebut di kabupaten, dan untuk yang dikeluarkan kementrian ada di kementrian,” jelasnya.
Mursal menambahkan, tindakan yang dilakukan pihaknya kepada CV Perintis Bara Bersaudara berkaitan dengan melakukan kegiatan pertambangan yang berdekatan dengan fasilitas umum, yang membahayakan baik itu dari infrastruktur atau masyarakat.
“Lebih baik ditutup kembali dan melakukan penanaman agar tidak membahayakan infrasuktur dan masyarakat sekitar lagi,” ujarnya.
Sementara, Kasi Penanganan Hukum Lingkungan DPRKPLH Banjar Iman Syafrizal mengatakan, kegiatan pertambangan di daerah tersebut ada kelalaian.
“Pihak pelaksana CV Perintis Bara Bersaudara di lapangan kemungkinan belum mengkaji, sehingga bisa berdekatan dengan SDN Bawahan Selan 6. Mereka kurang cermat, biasanya karena target produksi jadi lalai akan hal ini,” katanya.
Terkait dengan penanganan hukum, ia menjelaskan harus mengakibatkan pencemaran dan ada korban, maka akan ada tindakan pidana. Namun karena saat ini belum ada, jadi pihaknya akan lebih mengutamakan pembinaan.
“Jadi Undang Undang Lingkungan Hidup itu, ketika menyangkut korban dan harta benda baru ada tindakan pidana,” pungkasnya. jjr