Mata Banua Online
Rabu, Oktober 29, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Keberlanjutan Sosial-Budaya Dan Ekologi Lahan Basah Pada Pembelajaran Pendidikan Jasmani

by Mata Banua
28 Oktober 2025
in Opini
0
D:\2025\Oktober 2025\29 Oktober 2025\8\8\Erick Febrian Pradana.jpg
Erick Febrian Pradana, S.Pd, S.Pd (Mahasiswa Magister Pendidikan Jasmani, Universitas Lambung Mangkurat)

 

PENDIDIKAN jasmani sering kali dianggap pelengkap dalam dunia pendidikan. Banyak orang yang memandangnya sebatas pelajaran olahraga aktivitas fisik untuk menyehatkan tubuh dan bahkan dipandang sebagai mata pelajaran bermain saja, bukan ruang belajar nilai-nilai kehidupan bagi siswa untuk belajar.

Berita Lainnya

D:\2025\Oktober 2025\29 Oktober 2025\8\8\Foto opini 1.jpg

Babak Baru Perang Dagang: Ketika Dunia Terjebak di Antara Dua Raksasa

28 Oktober 2025
D:\2025\Oktober 2025\28 Oktober 2025\8\Opini Selasa\Master opini.jpg

Santri Menjejak Era Modern

27 Oktober 2025

Padahal, sangat besar kebermafaatan Pendidikan jasmani bisa menuntun siswa untuk belajar di balik setiap aktivitas Gerak yang dilakukan. Disana tersimpan makna yang jauh lebih dalam tentang disiplin, kerja sama, saling menghormati sesama, belajar budaya, hingga tumbuh kesadaran terhadap alam sekitar dan bumi tempat kita berpijak.

Di Kalimantan Selatan, tantangan itu terasa nyata, khususnya di daerah lahan basah yang sering tergenang air membuat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Jasmani tidak semudah di wilayah lain yang memiliki sarana belajar yang baik.

Saat hujan turun dan lapangan berubah jadi kolam, banyak guru memilih menghentikan kegiatan jasmani, bahkan masih ada Sekolah yang tidak memiliki lahan untuk melaksanakan kegiatan olahraga. Namun, guru harus dituntut untuk kreatif dan tahu bahwa ruang gerak tidak selalu membutuhkan lapangan yang luas. Bahkan kelas pun bisa jadi arena olahraga untuk kegiatan sehari hari.

Contoh nyata sekolah yang masih belum mempunyai lapangan yang luas untuk melaksanakan kegiatan olahraga yaitu sekolah di SDN Pabaungan Pantai Kecamatan Candi Laras Utara Kabupaten Tapin. Untuk menuju sekolah saja guru menggunakan perahu untuk menuju sekolah, karena tidak ada akses lain untuk menuju kesekolah. Disini sekolah berdiri diatas air, bisa dibilang sekolah panggung, daerah yang hampir 70 % daerah air tidak memungkinkan untuk melaksanakan olahraga semacam sepakbola, maupun bola voli dll. yang memerlukan lapangan yang luas. Sehingga guru harus kreatif dalam melaksanakan olahraga. Bahkan guru bisa menjadikan Meja, kursi, atau bahkan sapu bisa berubah fungsi asal ada semangat untuk bergerak.

Aktivitas sederhana seperti naik-turun kursi, lompat di tempat, atau meniru gerak binatang bisa menjadi sarana melatih kebugaran sekaligus kerja sama.

Di beberapa sekolah, pendekatan seperti ini sudah mulai diterapkan. Guru memanfaatkan media digital dengan menayangkan video latihan, animasi gerak, atau panduan senam di layar proyektor. Hasilnya? Anak-anak tetap aktif meski cuaca tak bersahabat. Mereka belajar bahwa olahraga bukan soal tempat, tapi soal niat dan kreativitas.

Lebih dari sekadar aktivitas fisik, PJOK juga bisa menjadi jembatan budaya. Di tengah derasnya arus digital, permainan tradisional mulai terlupakan. Padahal, permainan seperti balogo, bagasing, asinan atau hadang menyimpan filosofi sosial yang dalam.

Ia mengajarkan sportivitas, kesederhanaan, dan kebersamaan. Guru PJOK bisa menghidupkan lagi permainan tradisional itu di sekolah tersebut, dengan sedikit modifikasi agar cocok dimainkan di ruang terbatas sesuai keadaan sekolah.

Bayangkan anak-anak bermain asinan atau hadanganmemanfaatkan lahan yang tersedia disekitar. Mereka tertawa, mengatur strategi,belajar bekerja sama, dan menghargai sportivitas dalam permainan. Dari permainan sesederhana itu, muncul pelajaran besar tentang etika, budaya, dan identitas. PJOK bukan lagi sekadar “pelajaran olahraga”, tetapi ruang untuk merawat warisan local dan menanamkan kebanggaan warisan budaya lokal.

Namun, di masa kini, PJOK juga punya peran lain yang tak kalah penting yaitu menumbuhkan kesadaran ekologis. Saat isu perubahan iklim makin nyata, pembelajaran jasmani bisa jadi sarana menanamkan rasa peduli terhadap lingkungannya.

Contohnya, kegiatan seperti susur sungai bersih, jalan sehat sambil menanam pohon, atau pungut sampah sambil berolahraga. Gerak tubuh jadi lebih bermakna ketika diiringi niat menjaga alam.

Sekolah di lahan basah justru punya potensi besar untuk menerapkan konsep ini. Lingkungan rawa dan sungai bisa dijadikan “laboratorium alam”. Guru PJOK dapat mengajak siswa berjalan menyusuri tepian sungai sambil mengamati kondisi air atau mengumpulkan sampah ringan. Aktivitas sederhana yang menyehatkan tubuh sekaligus membangunkan kesadaran bahwa bumi harus dijaga bersama.

Ketika anak berolahraga sambil memahami makna ekologis, mereka tidak hanya melatih otot, tapi juga empati. Mereka belajar bahwa kesehatan diri tak akan berarti jika bumi sakit. Inilah pendidikan jasmani yang seharusnya, membentuk manusia yang bukan hanya kuat, tapi juga bijak terhadap alam sekitar.

Sayangnya, PJOK masih sering dipinggirkan. Nilainya jarang dianggap sepenting pelajaran akademik lain. Padahal, dalam konteks pendidikan berkelanjutan, justru di sinilah tempat nilai-nilai dasar kehidupan diajarkan disiplin, tanggung jawab, empati, dan kerja sama. Semua hal yang dibutuhkan untuk membangun manusia yang utuh.

Teknologi bisa membantu memperkuat peran itu. Tak perlu canggih atau mahal cukup laptop, proyektor, bahkan gambar gambar yang menarik. Anak-anak belajar sambil bergerak dan berinteraksi, tanpa harus keluar ruangan. Teknologi bukan pengganti nilai-nilai budaya, tapi jembatan agar nilai itu tetap hidup dan relevan di zaman digital.

Gerak di kelas juga membawa manfaat memperbaiki suasana belajar. Beberapa menit peregangan atau latihan ringan bisa meningkatkan konsentrasi dan mengurangi stres. Kelas yang aktif membuat siswa lebih siap menghadapi pelajaran berikutnya. Tubuh yang bergerak ternyata bisa membantu otak berpikir lebih jernih. Bahkan jika harus beraktifitas diluar ruangan guru bisa membawa berjalan disekitar sekolah, sambil memberikan tugas untuk menirukan Gerakan hewan yang mereka lihat. Ini membuat siswa bisa berekplorasi dan bekerja sama sesama temannya.

Gerak juga punya makna spiritual yaitu ketika seseorang bergerak dengan kesadaran menyelaraskan napas, ritme, dan niat maka ia sesungguhnya sedang mensyukuri hidup. Di ruang kelas yang sederhana, di tengah genangan air atau cuaca yang tak menentu, anak-anak bisa belajar rasa syukur lewat tubuh mereka sendiri.

Pendidikan jasmani yang berpijak pada budaya dan bumi adalah bentuk pendidikan paling manusiawi. Ia tidak hanya menyehatkan tubuh, tapi juga menumbuhkan jiwa yang peduli. Guru PJOK punya peran besar, bukan sekadar pengajar olahraga, tapi juga penjaga nilai, pelestari budaya dan lingkungan.

Ke depan, sudah waktunya PJOK dipandang sebagai bagian penting dari pendidikan berkelanjutan. Di sanalah tubuh, budaya, dan bumi bertemu. Setiap gerak adalah pelajaran tentang keseimbangan. Setiap aktivitas jasmani adalah bentuk kasih terhadap kehidupan.

Dari ruang kelas sederhana, di antara meja dan kursi, gerak kecil bisa melahirkan perubahan besar. Sebab dari sanalah anak-anak belajar satu hal penting yaitu hidup harus terus bergerak, dan setiap gerak adalah tanggung jawab

 

Mata Banua Online

© 2025 PT. Cahaya Media Utama

  • S0P Perlindungan Wartawan
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper