
KOTA Batam terus mempertegas posisinya sebagai magnet investasi baik bagi Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Batam sangat luar biasa. Pertumbuhan ini selaras dengan peran Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus sejak era 1970-an.
Letaknya yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia membuat Batam dijuluki sebagai bagian dari “Segitiga Emas” Asia Tenggara.
Pada kegiatan Capacity Building yang digelar Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Selatan untuk bagi para jurnalis, khususnya beberapa Pimpinan Redaksi media di Kalimantan Selatan dan para finalis Kompetisi Karya Tulis Jurnalis (KKTJ) 2025 yang berlangsung di Batam 7-8 Oktober 2025, mendapat kesempatan meninjau sebuah kawasan industri yang terbesar di kota Batam.
Bersama dengan tim Humas BI Perwakilan Kalimantan Selatan, pada hari kedua kegiatan yakni Rabu (8/10/2025) kami diajak ke PT Batamindo Investment Cakrawala (BIC) yaitu perusahaan Pengelola Kawasan Industri Batamindo (BIP) yang merupakan anak perusahaan dari Gallant Venture Pte Ltd, sebuah perusahaan induk yang berbasis di Singapura.
Batamindo, merupakan kawasan industri yang sejak awal dirancang sebagai kota industri terpadu dan ini hasil kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Singapura di bawah naungan PT Salim Grup.
Menurut Hilda Herasmus, Executive Customer Service Division Batamindo, yang menjadi tour guide pada hari itu menjelaskan apa dan bagaimana kawasan itu beroperasi.
“Dari gedung ini kita bisa memantau seluruh operasional kawasan industri seluas 360 hektare, dengan ekspansi tambahan 320 hektare yang kini tengah dikembangkan,” jelas Hilda dengan menunjukan sebuah maket kawasan yang mereka kelola.
Dalam hal ini Batamindo menawarkan lima tipe gedung industri, dengan tipe A yang paling luas, hingga tipe D yang terdiri dari empat gedung kecil. Kawasan ini menjadi rumah bagi 74 perusahaan, di mana 20 di antaranya adalah perusahaan dalam negeri, sementara sisanya merupakan perusahaan multinasional dari Hongkong, Taiwan, Amerika, Malaysia, Jepang, Austalia hingga India.
Menariknya, salah satu perusahaan asal Hongkong bahkan mengoperasikan 27 gedung hanya untuk memproduksi coffee maker. Sementara perusahaan lain fokus pada perangkat elektronik seperti smartphone dan perlengkapan rumah tangga.
Tak hanya unggul dalam hal produksi, Batamindo juga menjadi contoh kawasan industri modern yang berkelanjutan. “Kami juga siap menyediakan sumber daya manusia atau tenaga kerja yang dibutuhkan para ivestor yang menggunakan kawasan industri disini. Mereka cukup membawa modal dan kami yang mencarikan tenaga kerjanya,” papar Hilda, seraya menyebutkan saat ini tenaga kerja yang terserap di kawasan industri Batamindo mencapai 45 ribu karyawan.
Di tengah kekhawatiran akan krisis energi, kawasan ini menjamin tidak ada pemadaman listrik, berkat pembangkit listrik mandiri serta pengembangan solar panel berkapasitas 11,6 mega watt yang merupakan pilot project bersama Kementerian Perindustrian dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Selain itu, sistem pengolahan air bersih dan limbah di kawasan ini dinobatkan sebagai yang terbaik kedua di Indonesia. “Saat pandemi Covid-19 lalu, banyak perusahaan justru mengalami lonjakan omzet karena pemintaan terhadap produk elektronik rumah tangga meningkat drastis,” tambah Hilda.
Dalam jangka panjang, kawasan ini masih memiliki cadangan lahan sekitar 46 hektare yang telah diblok untuk pengembangan lebih lanjut, salah satunya akan difokuskan untuk sektor logistik.
Kawasan Industri Batamindo bukan sekadar area produksi, tapi contoh nyata bagaimana kawasan industri modern bisa tumbuh, berkelanjutan, dan menjadi penggerak ekonomi nasional. (fadilah)