
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons maraknya pencabutan izin usaha Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dengan menegaskan pentingnya penguatan tata kelola dan konsolidasi industri BPR.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa otoritas secara konsisten mendorong industri perbankan, termasuk BPR dan BPR Syariah (BPRS), agar meningkatkan ekspansi kredit secara hati-hati melalui penerapan prinsip prudential banking, manajemen risiko, serta tata kelola yang baik.
“Kemudian juga berinovasi, terutama menjaga integritas juga mendorong industri perbankan yang luas hingga resilien ya, memiliki daya tahan pertumbuhan yang sehat dan berkelnjutan,” kata Dian dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner OJK di Jakarta, dikutip Selasa (5/8/2025).
Sebagaimana diketahui, dalam kurun waktu satu tahun terakhir, OJK telah mencabut izin usaha 22 BPR di berbagai daerah. Dian menyatakan dalam hal ini OJK telah memiliki kebijakan exit policy untuk menangani bank-bank bermasalah, termasuk BPR dan BPRS, dengan pendekatan deteksi dini dan langkah penyehatan.
“OJK telah memiliki pengaturan mengenai exit policy, atau untuk menyelesaikan bank-bank yang bermasalah termasuk BPR bermasalah yang menitikberatkan deteksi sejak awal terhadap permasalahan dan kondisi BPR atau BPRS (Syariah) yang dianggap membahayakan kelangsungan usaha, maupun langkah penyehatan sebagai upaya perbaikan tingkat solvabilitas dan atau juga likuiditas,” jelasnya.
Kemudian terkait proyeksi jumlah BPR yang berpotensi dicabut izin usahanya tahun ini, Dian menilai hal itu masih terlalu dini dan sangat tergantung pada efektivitas penyehatan yang dilakukan manajemen bank masing-masing.
Ia juga membeberkan saat ini ada lebih dari 100 BPR dan BPRS yang tengah menjalani proses konsolidasi sebagai bagian dari langkah penguatan industri. rep/mb06