
BANJARMASIN – Pembayaran gaji untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (P3K) di lingkup Kota Banjarmasin dirasakan cukup berat. Mengingat, saat ini yang tercover pemerintah pusat hanya sebagian.
Apalagi tahun ini akan dibuka lagi P3K gelombang 2 yang anggaran belanja pun dibebankan ke Anggaran Belanja Daerah ( APBD).
“Tahun ini kami menganggarkan untuk satu gelombang P3K. Namun, ternyata ada dua tahap penerimaan, sehingga pada anggaran perubahan beban tersebut dialihkan ke APBD,” ungkap Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Edy Wibowo.
Edy menjelaskan sistem pendanaan untuk P3K awalnya memang dibantu oleh pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Umum (DAU). Namun bantuan alokasi anggaran itu hanya untuk sebagian formasi, sehingga selebihnya menjadi tanggung jawab daerah.
Ia menjelaskan, jika misalnya tahun ini Banjarmasin menerima 100 formasi yang didanai pusat dan tahun depan kembali menerima 100 lagi, maka dari total 200 itu, hanya 100 yang bisa dicover pemerintah pusat, sisanya menjadi tanggung jawab daerah.
“Jika seperti ini maka semakin berat dan tinggi persentase belanja pegawai yang kini diperkirakan melebihi 30 persen dari total anggaran belanja daerah,” katanya.
Edy juga membeberkan, sebenarnya batas ideal belanja pegawai sebesar 30 persen yang ditetapkan pemerintah pusat pun terasa sulit dipenuhi oleh banyak daerah. Dan hal itu hampir semua daerah terbebani.
“Kalau ditetapkan maksimal 30 persen, rasanya hampir tidak ada daerah di Indonesia yang mampu mengikuti. Terlebih belanja pegawai ini sangat tergantung pada jumlah P3K yang diangkat setiap tahun,” ungkapnya.
Ia berharap kepada pemerintah pusat ada evaluasi dan perubahan pola pendanaan P3K oleh Kementerian Keuangan. Terutama, skema pendanaan jangka panjang dinilai perlu ditinjau ulang. “Mengingat ketimpangan antara kenaikan belanja pegawai dengan kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih cukup besar,” harapnya.
Sebab, lanjutnya, jika dengan kondisi PAD saat ini, belum berimbang dengan peningkatan beban belanja pegawai. “Maka perlu pola baru yang lebih fleksibel dan realistis,” tutupnya. via