
Oleh: Bunda Khalis (Pemerhati Sosial)
Menjelang bulan suci Ramadhan, fenomena kenaikan harga bahan pokok kembali berulang, menjadi momok tahunan bagi masyarakat. Alasan klise yang selalu disampaikan adalah meningkatnya permintaan yang menyebabkan lonjakan harga, seolah-olah hukum ekonomi berlaku secara otomatis. Namun, fakta di lapangan menunjukkan realitas yang jauh lebih kompleks.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa daya beli masyarakat justru mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir akibat inflasi yang terus meroket dan lemahnya pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kelangkaan barang dan lonjakan harga tidak sepenuhnya disebabkan oleh lonjakan permintaan, tetapi juga karena masalah dalam rantai distribusi, termasuk adanya mafia impor, kartel, monopoli, serta praktik penimbunan barang oleh spekulan.
Menurut laporan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), ada indikasi kuat bahwa harga komoditas strategis seperti beras, minyak goreng, dan daging sering kali dikendalikan oleh segelintir pemain besar yang memanfaatkan momentum Ramadhan untuk meraup keuntungan maksimal. Akibatnya, harga kebutuhan pokok melambung tinggi, sementara masyarakat kecil semakin kesulitan memenuhi kebutuhan mereka.
Pemerintah telah berupaya mengatasi persoalan ini dengan berbagai kebijakan, seperti operasi pasar, pemberian subsidi, dan pengawasan terhadap distribusi bahan pangan. Namun, semua langkah ini tidak kunjung membuahkan hasil yang nyata. Salah satu penyebab utama kegagalan tersebut adalah lemahnya regulasi serta kurangnya ketegasan dalam menindak mafia ekonomi yang menguasai pasar. Selain itu, sistem ekonomi yang berbasis kapitalisme liberal justru membuka celah bagi para spekulan untuk bermain harga, sementara negara hanya bertindak sebagai regulator pasif tanpa memiliki kendali penuh atas produksi dan distribusi barang.
Ketergantungan yang tinggi terhadap impor juga menjadi masalah serius. Alih-alih memperkuat ketahanan pangan dalam negeri, pemerintah justru memberikan izin impor yang sering kali menguntungkan segelintir kelompok, sehingga petani dan produsen lokal semakin terpinggirkan. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat terus menjadi korban dari sistem ekonomi yang lebih berpihak pada kepentingan korporasi dibandingkan kesejahteraan rakyat.
Solusi Islam
Islam menawarkan solusi yang jauh lebih komprehensif dalam menangani kenaikan harga dan kelangkaan barang, sebagaimana yang diterapkan pada masa Kekhilafahan Islam.
Pertama, negara wajib memastikan ketersediaan pangan dan jaminan distribusi yang merata, sehingga tidak ada wilayah yang mengalami kelangkaan barang. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, ketika terjadi krisis pangan di Hijaz, beliau segera mengirimkan bantuan bahan makanan dari Mesir melalui jalur distribusi yang terorganisir dengan baik, memastikan bahwa kebutuhan rakyat dapat terpenuhi dengan cepat dan efisien.
Kedua, negara harus memastikan tidak terjadi praktik penimbunan (ihtikar), kecurangan, dan permainan harga oleh spekulan. Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, lembaga Hisbah berperan aktif dalam mengawasi pasar dan memastikan harga tetap stabil serta tidak ada pihak yang mengambil keuntungan secara zalim. Siapa pun yang terbukti menimbun barang demi menaikkan harga akan dikenakan sanksi tegas, sehingga spekulasi harga dapat dicegah sejak dini. Ketiga, negara wajib meningkatkan produksi pangan dan memastikan kestabilan harga melalui sistem ekonomi yang adil. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah menerapkan kebijakan distribusi hasil pertanian yang berpihak pada rakyat, sehingga kesejahteraan meningkat dan harga kebutuhan pokok tetap terjangkau.
Selain itu, Islam melarang intervensi harga secara zalim oleh pemerintah atau kelompok tertentu, sehingga harga tetap berjalan secara alami berdasarkan keseimbangan antara penawaran dan permintaan, tanpa ada manipulasi dari pihak-pihak berkepentingan.
Solusi yang ditawarkan Islam menegaskan bahwa negara harus berperan aktif dalam menjamin ketersediaan barang, mencegah praktik curang di pasar, serta memastikan harga yang stabil dan terjangkau bagi seluruh rakyat.
Dengan sistem Islam, kesejahteraan masyarakat dapat benar-benar terwujud tanpa adanya eksploitasi dan ketidakadilan sebagaimana yang terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis saat ini. Jika ingin keluar dari lingkaran setan kenaikan harga yang terus berulang setiap menjelang Ramadhan, sudah saatnya kita mempertimbangkan sistem Islam sebagai solusi nyata yang telah terbukti berhasil dalam sejarah.