Rabu, Juli 2, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Menciptakan Keadilan Buruh dan Pengusaha dalam Islam

by Mata Banua
28 November 2024
in Opini
0

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd (Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi

Pembahasan kenaikan upah minimum sedang panas-panasnya belakangan ini. Ketua Komite Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia mengungkapkan mulai dari Sabtu-Minggu hingga Senin Dewan Pengupahan Nasional sudah melakukan sidang, bahkan di hari Minggu pun ada rapat khusus pengupahan. Jika mengikuti PP 51/2023, tahun ini APINDO ingin membuat skala upah. Pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 tahun akan ada kenaikan gaji dengan skala tergantung kemampuan perusahaan, antara 1-3%.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\2 Juli 2025\8\8\master opini.jpg

Transformasi Polri dan Filosofi Kaizen

1 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Polri dan Nilai Ekonomi Keamanan

1 Juli 2025
Load More

Disebutkan upah minimum yang tidak terlalu tinggi membuat perusahaan punya ruang untuk tumbuh. Pasalnya, kenaikan upah tinggi sebelum pandemi di kisaran 8% per tahun membuat banyak perusahaan tidak kuat bahkan hengkang. Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO menyebut, sebelumnya Indonesia sempat menjadi tujuan investigasi utama, bahkan mengalahkan perusahaan lain, namun berubah ketika buruh menuntut banyak kenaikan (detik.com).

Permasalahan upah memang menjadi hal yang tidak pernah menemukan titik keadilan. Di satu sisi, para buruh terus menuntut kenaikan gaji. Sementara para pengusaha senantiasa membuat strategi bagaimana bisa mengupah buruh seminimum mungkin. Logika berpikir seperti ini wajar terjadi dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme.

Kapitalisme adalah ideologi batil karena berdiri di atas aqidah pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Aturan-aturan yang lahir bukan berasal dari agama, melainkan orientasi materi. Karena inilah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizhamul Islam bab Qiyadah Fikriyyah menjelaskan, para pengusaha (para kapital) menjadi penguasa sesungguhnya. Kebatilan ini akhirnya membawa kesengsaraan bagi umat khususnya bagi para buruh.

Kapitalisme membuat negara berdiri di samping pengusaha karena dianggap pihak yang menumbuhkan perekonomian sementara rakyat hanya buruh. Tentu saja kondisi negara seperti ini pasti menyengsarakan buruh. Di sisi lain, kapitalisme melahirkan prinsip bisnis, yakni modal sekecil-kecilnya, untung sebesar-besarnya. Buruh dipandang sebagai faktor produksi yang upahnya harus ditekan sedemikian rupa untuk menghasilkan keuntungan maksimal.

Padahal, konsep upah yang demikian membuat buruh hidup dalam keadaan pas-pasan, karena gaji mereka disesuaikan dengan standar minimum tempat bekerja. Sehingga sekeras apapun para buruh bekerja, tetap saja tidak bisa melampaui standar hidup masyarakat. Sementara buruh harus menghadapi realita kebutuhan pokok dan publik dimonopoli dan diliberalisasi para penguasa (mafia).

Negara dalam kapitalisme berlepas tangan atas monopoli dan liberalisasi ini. Akhirnya, masyarakat terjerat beban hidup yang tinggi, sedangkan gaji dari pekerjaan tidak mencukupi. Karena itu logis, jika buruh menuntut kenaikan gaji. Seperti inilah akar masalah sistem upah dari sistem kapitalisme yang sejatinya tidak bisa diselesaikan.

Maraknya PHK pun terjadi akibat kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri dalam sistem kapitalisme, yakni lepasnya tanggung jawab negara terhadap rakyatnya dalam menjamin kesejahteraan. Kondisi ini sesuai dengan regulasi yang ada dalam kapitalisme, yang meniscayakan berpihak pada pengusaha dan merugikanburuh. Selayaknya umat bergerak menuntut perubahan yang benar, yaitu perubahan didasarkan pada Islam.

Sangat berbeda dengan ideologi Islam dalam mengatur masalah upah buruh. Islam mampu menciptakan keadilan antara kaum buruh dengan para pengusaha. Sebab, Islam menempatkan buruh dan pengusaha dalam level yang sama, yaitu sama-sama hamba Allah Ta’ala yang wajib taat pada syariat-Nya. Konsep ini tidak akan ditemukan dalam sistem kapitalisme yang menihilkan prinsip ruhiyah.

Selain itu, konsep ini akan menghilangkan kastanisasi antara buruh dan pengusaha sebagaimana yang terjadi dalam kapitalisme. Pengusaha ditempatkan pada level yang tinggi karena memiliki banyak materi atau kekayaan, sehingga semua kemauannya ditiruti. Sedangkan buruh dianggap rendah karena lemah secara materi atau kekayaan sehingga harus patuh kepada kehendak pengusaha.

Dalam Islam, buruh dan pengusaha terikat dalam kontrak (aqad) ijarah. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizhamul Iqthisadi menjelaskan akad ijarah adalah transaksi terhadap jasa tertentu dengan suatu kompensasi. Dengan konsep ini, buruh maupun pengusaha dituntut berbuat adil, tidak menzalimi satu dengan yang lain.

Buruh harus menjalankan kewajibannya kepada pengusaha yang menyewa jasanya seperti bekerja sesuai kesepakatan, tidak boleh berbohong atau curang, dan sebagainya. Sementara pengusaha wajib memberi upah sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan.

Standar upah yang diatur Islam adalah upah disesuaikan dengan manfaat yang buruh berikan, bukan disesuaikan dengan kebutuhan regional minimum. Konsep upah seperti ini membuat buruh bisa memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya secara ma’ruf. Konsep ini juga memberi kesempatan buruh mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan gaji yang didapatkan.

Apalagi dalam Islam negara wajib menjamin secara langsung alias menggratiskan kebutuhan dasar publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara juga menghilangkan monopoli dan liberalisasi kebutuhan publik yang dilakukan para mafia. Sehingga para buruh hanya memikirkan kebutuhan pokok, yang itupun harganya sangat terjangkau.

Sementara prinsip bisnis dalam Islam diatur dalam syariat muamalah. Sekalipun para pengusaha menjalankan bisnis berdasarkan qimah madiyah atau mendapat keuntungan materi, namun para pengusaha ini tidak akan menzalimi buruh dan tidak akan menganggap buruh sebagai faktor produksi.

Jika terjadi perselisihan antara buruh dan pengusaha dalam penetapan upah, Pakar (khubara’) yang dipilih dari kedua belah pihak akan menentukan upah sepadan (ajr al-mitsl). Jika keduanya tidak menemukan kata sepakat, negara memilikan pakar dan memaksa kedua belah pihak untuk mengikuti keputusan tersebut.

Dengan syariat Islam terkait upah ini masalah upah buruh akan terselesaikan secara adil. Hanya saja keadilan ini baru akan dirasakan tatkala syariat Islam diterapkan secara sempurna oleh Daulah Khilafah. Persoalan buruhseperti hari ini tidak akan muncul dalam sistem Islam, karena negara menjamin kesejahteraan mereka. Islam menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya karena negara hadir sebagai pengurus urusan rakyat. Ia bertanggung jawab penuh, karena yakin amanah kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT di Hari Akhirat.[]

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA