Oleh Dayankglov (Pemerhati sosial masyarakat)
Siapa yang tidak mengenal kota Banjarmasin ataupun Martapura? Dua kota yang ada di Provinsi Kalimantan selatan ini dikenal sebagai kota agamis. Tidak hanya kota Banjarmasin atau Martapura saja, beberapa wilayah lain yang masih satu provinsi juga sama terkenalnya sebagai kota yang agamis. Mayoritas penduduk diwilayah kal-sel memang beragama Islam sehingga nuansa Islam diberbagai wilayah yang tersebar sangat kental. Namun sayangnya, nuansa Islam ini tidak semuanya melekat pada jiwa para penduduknya.
Beberapa bulan lalu, tepatnya dibulan Juli 2024. Sebanyak 44 orang yang terdiri dari pria dan wanita muda mabuk miras dioplos daun kecubung. Mereka mengalami halusinasi berat dan bertingkah tak wajar. Bahkan, akibat dampak miras dan daun kecubung itu, dua orang tewas dirumah sakit jiwa. Peristiwa memilukan yang sempat viral ini terjadi di kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. belitung.tribunnews.com (11/07/2024).
Tidak hanya itu, tepat dibulan Oktober lalu. Jajaran Polres Banjar juga berhasil mengungkap kasus pembegalan yang dilakukan oleh tiga orang pemuda yang juga sempet viral dimedia sosial. Mereka melakukan aksi pembegalan lebih dari dua kali bahkan telah memakan korban. Ironinya, setelah ditangkap ketiga pelaku mengaku menjadi pembegal lantaran demi kebutuhan sehari-hari dan membeli minuman keras. regional.kompas.com (03/10/2024).
Persoalan miras (minuman keras) memang menjadi salah satu tantangan terbesar karena miras tidak hanya merusak individu secara akal dan mental tetapi juga menimbulkan berbagai keresahan sosial. Miras seringkali menjadi salah satu faktor penyebab dari berbagai tindak kejahatan. Tidak hanya di kal-sel, tetapi Indonesia secara keseluruhan.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar didunia. Seharusnya pemerintah menjunjung tinggi ajaran Islam yang telah mengharamkan miras (khamr). Pemerintah seharusnya melindungi moral dan akal masyarakat. Namun pada faktanya, peredaran miras dimasyarakat justru masih sangat bebas. Bahkan pasarnya dari berbagai kalangan termasuk para pemuda usia remaja. Ini menunjukan Ironi yang sangat besar. Miris!
Secara kesehatan sudah tidak bisa dipatahkan lagi, bahwa miras terbukti membahayakan secara medis dan sosial. Berdasarkan data WHO (World Health Organization) pada tahun 2018, konsumsi alkohol menyebabkan lebih dari tiga juta kematian setiap tahun di seluruh dunia. Alkohol mempengaruhi fungsi otak dan melemahkan fisik bagi peminumnya.
Oleh karenanya, Islam mengharamkan miras (khamr) ini. Allah SWT tegas berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 90 yang artinya, “ Wahai orang-orang yang beriman! Sungguh minuman keras, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah semua itu agar kalian beruntung.”
Rasulullah saw. Pun tegas bersabda, “ setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram.” ( HR Muslim)
Selain itu, Ijmak sahabat, ijma ulama kaum muslim, telah sepakat terkait keharaman khamr (miras) ini. Bahkan, mereka memandangnya sebagai salah satu dosa besar bagi orang yang mengkonsumsi khamr. Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 9/144).
Sayangnya, hari ini negeri kita masih menerapkan sistem aturan ekonomi kapitalis-liberal. Dimana dalam ilmu ekonomi dikenal kaidah, “Dimana ada permintaan, disana ada penawaran”. Inilah yang menjadi salah satu alasan utama kenapa miras masih bisa tetap beredar luas secara legal ataupun ilegal. Para pengusaha dalam sistem kapitlis saat ini akan terus memenuhi permintaan apapun. Termasuk miras yang sudah jelas keharamannya. Dimata mereka, selama itu menguntungkan, maka mereka akan terus memproduksi dan mendistribusikannya secara massif. Tidak peduli apakah itu akan membahayakan dan merusak masyarakat.
Disisi lain, pemerintah juga merasa diuntungkan karena menerima pendapatan pajak miras sebagai salah satu pemasukan negara. Wajar, jika kemudian miras seringkali dipromosikan sebagai daya tarik untuk wisatawan mancanegara. Inilah salah satu alasan pemerintah masih enggan untuk sepenuhnya melarang miras ditempat-tempat wisata ataupun hiburan.
Jelas, mengatasi masalah miras tidak bisa dilakukan dengan setengah hati. Diperlukan pendekatan secara komprehensif yang melibatkan masyarakat, pemerintah dan hukum yang tegas. Islam telag memberikan panduan yang sangat jelas dalam melindungi akal manusia, yakni dengan melarang miras dan menerapkan sanksi yang tegas bagi para pelaku baik itu konsumen muslim, pengedar, penjual ataupun produsennya.
Namun, untuk mengatasi permasalahan ini kita tidak bisa berharap pada sistem yang jelas-jelas telah menjadi biang kerok kerusakan negeri ini. Maka, sudah saatnya penting bagi kita untuk menegakkan syariah islam secara total dalam sistem pemerintahan islam (khilafah) untuk memperbaiki dan menciptakan masyarakat yang sehat dan berakhlak. Sehingga, kehidupan yang aman, produktif dan penuh berkah akan benar-benar terwujud nantinya. In syaa Allah. Wallahu’alam. [ND]