Setahun telah berlalu sejak ‘Badai al-Aqsha’ dan serangan brutal tentara zionis Israel ke Palestina pada Oktober 2023 silam. Namun, genosida di Palestina bukannya mereda justru makin menjadi-jadi. Kejahatan Israel sungguh sudah di luar nalar sehat manusia. Mereka tak segan-segan membom tenda pengungsi di Gaza Tengah hingga warga Palestina terbakar hidup-hidup. Tentara Israel juga ugal-ugalan melancarkan serangan ke jalur Gaza Utara, membakar Rumah Sakit Indonesia, membombardir rumah susun 5 lantai dan menewaskan sekitar 100 warga Gaza termasuk anak-anak. Belakangan, kejahatan Israel meluas ke wilayah Lebanon dan menewaskan lebih dari 60 orang di lembah Bekaa. Israel juga menyerang Iran dan mengancam akan melakukan serangan lanjutan.
Mirisnya, yang mampu dilakukan oleh PBB hanyalah memberikan kecaman demi kecaman. Veto yang dilakukan AS, yang merupakan sekutu Israel, terhadap resolusi dewan keamanan PBB telah memberikan bukti nyata pada kita bahwa dunia tidak bisa berharap apa-apa pada PBB dalam penyelesaian konflik ini. PBB berdiri di atas standar ganda yang berpihak pada kepentingan negara adidaya.
Begitu pula dengan para pemimpin negara-negara muslim khususnya negara-negara Timur Tengah seperti Mesir, Arab Saudi, Yordania, Irak, Suriah, dan Turki. Mereka hanya ‘berdiri’ menonton seolah-olah perkara itu tidak penting baginya. Mereka mencukupkan diri dengan mengecam kebrutalan Israel. Padahal, negara-negara Muslim seperti Turki, Iran, Pakistan, Mesir, dan Indonesia memiliki kekuatan militer melebihi Israel (cnbcindonesia.com). Belum lagi jika ditambah dengan kekuatan militer Uni Emirat Arab (UAE), Bangladesh, Maroko, Suriah, Aljazair, Malaysia, dan Arab Saudi (khazanah.republika.co.id). Maka tentu lebih dari cukup untuk mengusir zionis Israel dari bumi Palestina.
Rasulullah SAW. bersabda, perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, saling mengasihi dan saling menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit, tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Muslim).
Kaum muslimin sejatinya adalah satu tubuh. Sayangnya, sekat negara bangsa (nasionalisme) telah mematikan kesadaran akan satu tubuh ini. Masing-masing disibukkan dengan urusan domestik dalam negeri dan urusan mempertahankan kursi kekuasaan hingga tak ada ruang untuk bersatu melawan kezaliman dan mengirimkan pasukan terbaik mereka berjihad mengusir tentara zionis dari Baitul maqdis. Padahal, memperjuangkan Palestina adalah amal yang luar biasa besar pahalanya. Dari abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda : “Akan terus ada sekelompok dari umatku yang terus berperang di pintu-pintu Damaskus dan sekitarnya dan juga di pintu-pintu Baitul Maqdis dan sekitarnya, tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, mereka tetap dalam kebenaran hingga Kiamat (HR. Abu Ya’la).
Yang dibutuhkan umat saat ini adalah persatuan dalam satu kepemimpinan yang mampu melindungi dan mengayomi kaum muslimin di berbagai belahan dunia, khususnya di negeri-negeri yang terjajah, baik terjajah secara militer, politik, maupun ekonomi. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya imam adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya, ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim).
Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa imam sebagai perisai disini bermakna yakni seperti tirai yang menghalangi musuh menyerang kaum muslim, menghalangi sebagian masyarakat menyerang sebagian yang lain, melindungi kemurnian Islam, dan menjadi tempat orang-orang berlindung. Sebagai perisai, sang imam atau penguasa harus memerintah dengan ketakwaan dan berlaku adil. Caranya adalah dengan konsisten menerapkan syariat Islam yang dalam penerapannya senantiasa memperhatikan kehidupan rakyat agar semakin baik dan sejahtera. Termasuk dalam hal ini adalah membela kehormatan dan darah mereka dari serangan penjajah seperti yang dilakukan Israel dan sekutunya AS hari ini di Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya.
Kita telah menyaksikan bagaimana orang-orang di berbagai belahan dunia hari ini melancarkan aksi boikot, yang meskipun bisa membantu menghantam perekonomian Israel dan kroninya, tapi belum cukup untuk membuat mereka jera dan menghentikan genosida terhadap warga Palestina. Kita juga menyaksikan resolusi demi resolusi dihasilkan dalam Dewan Keamanan PBB, yang kemudian dimandulkan oleh Amerika Serikat dengan hak vetonya. Kita juga melihat berbagai bantuan kemanusiaan terus berdatangan tanpa henti dari berbagai wilayah namun hanya sedikit yang mampu lolos sampai ke tangan warga Palestina; selebihnya ditahan dan dimusnahkan oleh Israel. Semua usaha di atas selama puluhan tahun telah terbukti gagal menghentikan pembantaian rakyat Gaza-Palestina oleh tentara zionis Israel. Si sisi lain, pemerintah AS terus saja memasok bantuan ekonomi dan militer ke Israel meskipun diprotes beramai-ramai oleh warganya.
Maka, saatnya kita sadar bahwa berharap pada PBB, khususnya AS, untuk penyelesaian konflik Palestina adalah hal yang sia-sia. Solusi dua negara (two-state solution) yang terus-menerus digaungkan juga tak lebih dari sebentuk pelegalan terhadap penjajahan zionisme atas Palestina. Perdamaian di bumi Palestina hanya mampu terwujud jika kaum muslimin bersatu menghentikan kebrutalan ini dengan mengusir zionis Israel dari tanah al-Quds di bawah komando satu kepemimpinan politik atau imam, yang bertindak layaknya perisai yang melindungi orang-orang yang bernaung di bawahnya.