
JAKARTA – Ditangkapnya mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, bakal membuat sejumlah orang ketar-ketir. Sebab, menurut mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap, jika Zarof ‘bernyanyi’ alias buka suara, maka akan banyak orang yang masuk penjara.
Menurut Yudi, Zarof memegang kunci yang dapat membuka kotak pandora mafia peradilan di Indonesia. “Jika ia bernyanyi, maka akan banyak orang masuk penjara,” ujar Yudi melalui keterangan tertulis, Selasa (29/10), seperti dikutip CNNindonesia.com.
Yudi mengatakan temuan uang lebih dari Rp 920 miliar dan 51 kilogram emas di kediaman Zarof tidak masuk akal jika hanya berkaitan dengan satu kasus dan seseorang saja. Terlebih, jabatan Zarof sebelum pensiun bukan merupakan posisi strategis yang bertalian dengan pengambilan keputusan.
Yudi pun meyakini Zarof merupakan mafia kasus (markus) atau perantara dalam pengurusan perkara dengan terdakwa Gregorius Ronald Tannur (31). Namun, dia berharap Kejaksaan Agung mampu mengungkap tuntas pihak lain yang menjadi bagian dari mafia peradilan.
“Hal ini penting untuk bersih-bersih sistem peradilan agar mampu menegakkan hukum dan kebenaran dengan seadil-adilnya dan bersih,” ucap dia.
Yudi yang disingkirkan pimpinan KPK era Firli Bahuri dkk lewat asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ini menambahkan, terbongkarnya kasus mafia peradilan sampai tuntas hanya bisa terjadi jika Zarof membuka mulut dan kooperatif. Kata dia, tim penyidik Kejaksaan Agung mempunyai tugas besar untuk mendapat pengakuan sebenar-benarnya dari Zarof.
“Saya berharap Ketua MA menjadikan momentum ini untuk membersihkan MA maupun peradilan di bawahnya agar terhindar dari mafia peradilan,” tuturnya.
Adapun MA telah membentuk tim pemeriksa untuk mengklarifikasi majelis hakim kasasi yang memeriksa dan mengadili kasus pembunuhan dengan terdakwa Ronald Tannur.
Keputusan itu diambil setelah Zarof ditangkap Kejaksaan Agung. Diduga ada uang sekitar Rp 5 miliar yang disebut untuk mengurus kasasi Ronald Tannur.
“Berdasarkan Rapat Pimpinan Mahkamah Agung pada hari ini, Senin tanggal 28 Oktober 2024, pimpinan MA secara kolektif kolegial telah memutuskan membentuk tim pemeriksa yang bertugas untuk melakukan klarifikasi kepada majelis hakim kasasi perkara Ronald Tannur,” ucap Juru Bicara MA Yanto dalam jumpa pers di Kantornya, Senin (28/10).
Tim pemeriksa tersebut diketuai oleh hakim agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggota Jupriyadi dan Noor Ediyono yang merupakan Sekretaris Kepala Badan Pengawasan MA.
Lebih lanjut, Yanto mengatakan Ketua MA Sunarto akan memberi arahan secara langsung kepada Ketua Pengadilan tingkat banding pada empat lingkungan peradilan.
Sunarto dalam waktu dekat juga akan melaksanakan konsolidasi internal dengan para hakim agung.
Mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar disebut memanfaatkan celah Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
KPK mengonfirmasi LHKN yang disampaikan Zarof hanya Rp 51 miliar. Ini berbanding terbalik dengan penemuan uang tunai hampir Rp 1 triliun dan 51 kilogram emas di kediamannya.
“Kalau Rp 1 triliunnya sih ini namanya memanfaatkan celah LHKPN karena main tunai,” ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Selasa (29/10), seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Pahala menyinggung pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal yang tertunda di DPR.
Mengutip Indonesia Corruption Watch (ICW), meskipun praktik pembatasan transaksi uang kartal sudah berjalan di Indonesia, RUU Pembatasan Transaksi Tunai dapat memperkuat regulasi yang sudah ada dengan membatasi transaksi uang kartal secara lebih menyeluruh agar modus kejahatan finansial yang umumnya dilakukan dengan transaksi tunai untuk mengaburkan dan menghilangkan jejak dapat diminimalisasi.
“Makanya pembatasan transaksi tunai jadi cuma Rp 100 juta itu pentingnya gini. Paling enggak waktu dia mau tarik dari bank Rp1 miliar saja kan harus 10 hari narik @Rp100 juta,” tutur Pahala.
Ia menambahkan hingga saat ini belum ada permintaan dari Kejaksaan Agung untuk mengecek laporan harta kekayaan Zarof. Kata dia, Kejaksaan Agung baru meminta laporan harta kekayaan majelis kasasi MA yang menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap Ronald Tannur.
“Kalau dari Kejagung minggu lalu baru minta LHKPN tiga hakim saja, yang Zarof belum,” kata Pahala.
“Menurut saya sih LHKPN KPK enggak usah lagi ikutan. Tunggu saja apa Kejagung akan rampas lewat TPPU misalnya atau disita dan dirampas dengan putusan pengadilan,” sambungnya.
Pahala berharap semua bisa masuk sistem keuangan perbankan karena Indonesia sudah menerapkan digital di segala lini.
“Kalau kalian ingat Dirjen Hubla [Antonius Tonny Budiono] juga kan tunai di ransel di ruangan Rp 28 miliar. Akil Mochtar [mantan Ketua MK] uang tunai di balik tembok. Jadi, intinya orang main tunai ini mesti dibasmi,” tutur Pahala.
“Kalau ada yang masih main tunai beli rumah Rp 5 miliar tunai patut dicurigai,” lanjut dia.
Dalam beberapa hari terakhir, Mahkamah Agung (MA) mendapat sorotan tajam dan persepsi negatif dari publik. Hal itu dilatarbelakangi oleh tertangkapnya majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengadili perkara Gregorius Ronald Tannur (31) atas kasus dugaan menerima suap.
Selain itu, Kejaksaan Agung mengungkap dugaan makelar kasus atau mafia peradilan dengan menangkap Zarof Ricar.
Dari rumah kediaman Zarof, tim jaksa penyidik menemukan uang senilai lebih dari Rp920 miliar dan puluhan kilogram emas.
Dari pengakuan Zarof, diduga ada uang miliaran rupiah yang disiapkan untuk majelis hakim kasasi MA yang pada akhirnya menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap Ronald Tannur atas kasus penganiayaan berujung kematian Dini Sera Afriyanti (29).
Perkara nomor: 1466/K/Pid/2024 itu diperiksa dan diadili oleh ketua majelis kasasi Soesilo dengan hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Panitera Pengganti Yustisiana. Putusan tersebut dibacakan pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Soesilo mempunyai pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusannya. Namun, belum diketahui pendapat lengkap yang bersangkutan karena laman Kepaniteraan MA belum mengunggah berkas putusan lengkap. web