BANJARMASIN – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) menggencarkan budaya literasi melalui penerapan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial guna meningkatkan pengelolaan dan layanan di perpustakaan daerah.
Kepala Dispersip Kalsel Nurliani Dardie di Banjarmasin, Selasa, mengatakan bahwa pihaknya menggelar bimbingan teknis pengembangan literasi secara bertahap sebagai salah satu upaya meningkatkan kapasitas dan kompetensi pengelola perpustakaan desa di kabupaten/kota.
“Peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola perpustakaan ini cukup penting karena menjadi salah satu indikator dalam penerapan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial,” ujarnya.
Menurut Nurliani, kegiatan ini dapat memberikan pemahaman bagi pengelola perpustakaan di kabupaten/kota se-Kalsel tentang layanan perpustakaan yang baik, menyusun strategi menarik minat baca masyarakat, membuat kegiatan literasi melibatkan masyarakat sekitar perpustakaan, dan menjadi jembatan informasi atau fasilitator ketika masyarakat membutuhkan kemitraan dengan pihak lain dalam rangka implementasi inklusi sosial.
“Upaya ini perlu dilakukan mengingat saat ini paradigma masyarakat tentang perpustakaan masih monoton, masyarakat masih berpikir perpustakaan hanya untuk pelajar atau mahasiswa saja. Padahal perpustakaan untuk semua kalangan tanpa terkecuali,” ucapnya.
Oleh karena itu, Nurliani meminta Dispersip di kabupaten/kota aktif memberikan pemahaman dan mengubah sudut pandang masyarakat tentang perpustakaan inklusi sosial, karena perpustakaan merupakan milik semua golongan masyarakat.
Bahkan, kata dia, perpustakaan juga bisa menjadi wadah hiburan bagi anak-anak yang belum memasuki usia sekolah.
Dispersip Kalsel menggelar bimbingan teknis pengembangan literasi berbasis inklusi sosial di Kota Banjarmasin pada 30 September-1 Oktober 2024.
Kepala Dispersip Kabupaten Hulu Sungai Selatan Tajiddin Noor, sebagai salah satu narasumber pada kegiatan bimbingan teknis, menilai pemantapan kapasitas pengelola perpustakaan menjadi hal penting dalam upaya penerapan perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Dia mengatakan, hal ini telah diterapkan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan berdasarkan penilaian Key Performance Indicator (KPI), di kabupaten tersebut mencapai angka 100 persen.
Menurut dia, jika sudah mempunyai standarisasi kapasitas SDM pengelola perpustakaan, maka pengembangan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial akan lebih mudah dilakukan.
“Transformasi ini membawa banyak manfaat bagi masyarakat, seperti meningkatkan interaksi masyarakat dengan perpustakaan. Kami juga aktif membuat program yang melibatkan masyarakat, salah satunya pelatihan dasar komputer untuk meningkatkan skil mereka,” ujar Tajiddin.
Dalam kegiatan bimbingan teknis ini, Dispersip Kalsel tidak hanya melibatkan narasumber dari pemerintah daerah setempat, tetapi juga melibatkan Pustakawan Ahli Madya dari Perpusnas RI. ant