
JAKARTAI – Pansus Haji DPR menemukan ada pengisian kuota haji reguler untuk penggabungan mahrom dan pendampingan lansia yang diisi bukan oleh mahromnya.
Hal itu tertuang dalam kesimpulan Pansus Haji yang dibacakan oleh Ketua Nusron Wahid di rapat Paripurna DPR, Senin (30/9), seperti dikutip CNNindonesia.com.
“Pengisian kuota haji reguler untuk jemaah yang membutuhkan pendamping, penggabungan, dan pelimpahan porsi masih ada celah atau kelemahan di mana pendamping diisi oleh jemaah haji reguler yang bukan mahromnya,” kata Nusron.
Kemudian, Pansus Haji juga menemukan bahwa Inspektorat Jenderal Kemenag tak menjadikan pembagian kuota haji tambahan tahun 2024 sebagai obyek pengawasan.
Padahal, pembagian tambahan kuota haji 2024 berpotensi tak sesuai dengan UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Lalu, Pansus juga menyoroti soal pelayanan terhadap jemaah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
“Pelayanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina dan selama pelaksanaan ibadah haji banyak ditemukan ketidaksesuaian dengan ketentuan, kontrak, dan standar pelayanan,” ucapnya.
Pada rapat paripurna terakhir DPR periode 2019-2024 ini, Pansus haji menyetorkan hasil kerja mereka.
Pansus menyerahkan hasil kerjanya itu di tengah kegagalan memanggil Menag Yaqut Cholil Qoumas untuk dimintai keterangan di hadapan DPR.
Yaqut selalu mangkir dari panggilan Pansus. Ia mengaku tengah melawat ke luar negeri menjalani tugas kenegaraan.
Pada bagian lain, Ketua Pansus Angket Nusron Wahid, juga membacakan sejumlah rekomendasi dari hasil penyelidikan tersebut.
“Pembentukan panitia angket haji DPR RI didorong oleh adanya dugaan ketidakpatuhan dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh, terutama terkait pendistribusian kuota haji dan tata kelola yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip good governance,” ujar Nusron mengawali penyampaian laporannya, seperti dikutip detik.com.
Nusron menyampaikan pansus telah merumuskan sejumlah rekomendasi. Salah satunya meminta pemerintahan ke depan agar mengisi posisi pemimpin di Kementerian Agama dengan figur yang lebih cakap dan kompeten.
Adapun rekomendasi Pansus Angket DPR RI sebagai berikut:
1. Dibutuhkan revisi terhadap UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan UU No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dengan mempertimbangkan kondisi kekinian yang terjadi dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi.
2. Diperlukan sistem yang lebih terbuka dan akuntabel dalam penetapan kuota Haji, terutama dalam ibadah haji khusus termasuk pengalokasian kuota tambahan. Setiap keputusan yang diambil harus didasarkan pada peraturan yang jelas dan diinformasikan secara terbuka kepada publik.
3. Dalam pelaksanaan ibadah haji khusus, Pansus merekomendasikan hendaknya dalam pelaksanaan mendatang peran negara dalam fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan ibadah haji khusus harus lebih diperkuat dan dioptimalkan.
4. Panitia Angket mendorong penguatan peran lembaga pengawasan internal pemerintah (seperti Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dan BPKP) agar lebih detail dan kuat dalam mengawasi penyelenggaraan Haji. Manakala kerja Pansus membutuhkan tindak lanjut, dapat melibatkan pengawas eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan KPK).
5. Pansus mengharapkan Pemerintahan mendatang agar dalam mengisi posisi Kementerian Agama RI dengan figur yang dianggap lebih cakap dan kompeten dalam mengkoordinir, mengatur, dan mengelola penyelenggaraan ibadah haji. web