
JAKARTA – Bansos atau bantuan sosial yang pemerintah berikan kepada fakir miskin terus menuai polemik. Mulai dari fakta-fakta distribusi bansos tidak tepat sasaran, hingga teranyar, rencana untuk para korban judi online.
Belanja pemerintah yang menjadi salah satu keran pengeluaran terbesar dalam APBN tersebut terbukti dinikmati oleh masyarakat yang tidak masuk pada kriteria penerima atau fakir miskin. Padahal, terdapat setidaknya 11 kriteria untuk masyarakat dapat terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa pun mengamini saat ini terdapat galat atau error dalam penyaluran bansos.
“Selama ini data yang dievaluasi oleh Bappenas akibat adanya exclusion dan inclusion error itu sekitar 40% itu melenceng, [tepatnya] 46% [bansos] tidak tepat,” ujarnya usai menghadiri Peluncuran Sistem Regsosek.
Suharso menuturkan saat ini pemerintah terus memperbaiki data terkait penerima bansos agar lebih tepat sasaran, salah satunya melalui sistem Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek).
Dirinya berharap dengan data ang mencakup seluruh data penduduk Indonesia tersebut dapat lebih akurat menentukan penerima dan bukan penerima.
Suharso optimistis sistem Regsosek akan mampu memperbaiki data bansos, setidaknya dari sekitar 64% bansos yang baru tepat sasaran, dapat meningkat ke angka 70% di tahun mendatang. Pada akhirnya, penyaluran bansos dapat seluruhnya tepat sasaran. “Dapat dibayangkan data itu akan memastikan orang yang tepat untuk mendapatkan bantuan sosial dan juga menghemat dana dari pemerintah,” lanjutnya.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. JIBI/Bisnis Perbesar Beda suara dengan Suharso, Menteri Koordinator bidang Perekonomia Airlangga Hartarto justru membantah ucapan Kepala Bappenas tersebut.
Airlangga mengklaim bahwa saat ini bansos yang mengalir kepada masyarakat telah tepat sasaran. Dirinya mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya menyalurkan bansos tepat sasaran.
Terutama, pada saat Covid-19 melanda. Kala itu, pemerintah ingin memberikan bantuan kepada PKLWN (Program Bantuan Tunai Pedagang Kaki Lima Warung dan Nelayan), namun belum terdapat data valid. Maka pemerintah mencarikan jalan keluar agar PKLWN dapat menerima bantuan di masa Covid-19.
“Kata siapa salah sasaran? kalau saya bilangnya tepat sasaran. kalau ada salah dikit ya dibenerin,” tegasnya di kantor Kemenko Perekonomian.
Bansos menjadi salah satu bantalan bagi keluarga penerima manfaat. Dalam APBN 2024, bansos yang disalurkan melalui Kemensos antara lain berupa Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta keluarga dan Kartu Sembako untuk 18,7 juta keluarga.
Bantuan sosial lainnya yakni berupa iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi 96,7 juta masyarakat Indonesia. Program Indonesia Pintar (PIP) bagi para siswa dan mahasiswa pun masuk dalam kategori belanja bansos yang rutin pemerintah keluarkan. ASN jadi Penerima Bansos Sayangnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih terus menemukan masalah-masalah akan penyaluran bansos tersebut.
Dalam laporan terbarunya yang terbit awal Juni 2024, BPK menemukan adanya masalah belanja bansos senilai Rp963,64 miliar dari total realisasi Rp156,6 triliun.
Senilai Rp532,55 miliar di antaranya terjadi masalah dalam penyaluran dan penggunaannya. Penyaluran bantuan sosial Program Sembako sebesar Rp39,14 miliar nyatanya masuk ke rumah-rumah masyarakat yang terindikasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan keluarga ASN. Kemudian terdapat bantuan sosial sebesar Rp346.244.859.332 terlambat dimanfaatkan oleh KPM.
Selain itu, BPK menemukan bahwa adanya masalah penyaluran bantuan sosial melalui Kementerian Agama sebesar Rp12,76 miliar. bisn/mb06