
Tahun 2045 mendatang, Indonesia akan genap berusia 100 tahun. Pada tahun itu pula, Indonesia ditargetkan menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara adidaya di dunia ini. Kita bersama-sama dengan menyongsong Indonesia Emas 2045. Indonesia yang makmur, bertumbuh secara berkelanjutan, dan inklusif. Rasa optimistic harus dipupuk. Apalagi kita adalah bangsa dan negara yang besar dengan sumber daya alam (SDA) melimpah. Begitu juga dengan sumber daya manusia (SDM) yang jumlahnya mencapai ratusan juta. Bukankah itu menjadi modal penting untuk menatap Indonesia Emas 2045? Apalagi dalam tahun-tahun mendatang negara ini diprediksi juga mengalami bonus demografi. Yaitu jumlah usia penduduk produktif lebih besar dibandingkan usia nonproduktif.
Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi angan-angan kosong jika tanpa aksi nyata dalam mewujudkannya. Sebatas ilusi jika tanpa aksi sedini. Peran semua pihak dibutuhkan untuk menjadikan mimpi tersebut benar-benar nyata. Dalam hal ini, peran pemuda juga sangat dinantikan untuk menjadi konseptor dan aktor dalam menggapainya. Saya percaya betul bahwa generasi muda memiliki pikiran-pikiran brilian dan progresif terkait pembangunan bangsa di berbagai bidang. Pemuda bisa turun tangan berkontribusi menjadi akselator pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di tengah masyarakat. Kemampuan dan keterampilan pemuda dibutuhan untuk menatap masa depan Indonesia lebih cerah. Hanya saja, yang menjadi pertanyaan adalah mampukah generasi muda Indonesia adaptif terhadap berbagi perubahan di dunia ini yang kain massif? Perubahan demi perubahan menuntut pemuda menjadi mapan secara keilmuan dan mampu menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Dituntut pula selalu meningkatkan kualitas diri dari waktu ke waktu. Salah satu caranya yaitu dengan gemar membaca buku.
Buku adalah salah satu sumber ilmu dan pengetahuan. Buku merupakan jendela dunia. Pemuda yang selalu mengalokasikan waktunya untuk membaca buku, akan memiliki cakrawala berpikir yang lebih luas. Selain itu, kapasitas keilmuanya akan terasah dengan sendirinya. Pemuda yang memiliki tradisi membaca buku dalam kesehariannya bisa melihat segala sesuatu yang terjadi di sekelilingnya dari beragam sudut pandang. Sehingga, dia tidak gampang dipengaruhi oleh doktrin-doktrin atau pemikiran-pemikiran yang menyesatkan. Mindsetnya terbuka. Tidak hanya, buku-buku yang dibacanya secara tidak langsung akan membentuk kepribadiannya.
Kemampuan literasi yang dimiliki pemuda mempunyai peran penting bagi kemajuan bangsa ini. Sebab, lewat kemampuan tersebut, para pemuda bisa memahami, menganalisis, dan menginterpretasi informasi dengan kritis. Sehingga, pemuda kita tidak gampang menyerap mentah-mentah berita-berita yang belum terbukti kebenarannya. Tidak mudah dipancing oleh provakator. Tidak gampang terbakat emosi ketika ada isu-isu yang berseliweran di media sosial. Semua itu karena daya kritis yang diasah melalui aktivitas membaca buku. Melalui buku pula, pemuda kita bisa mengasah dan menigkatkan soft skill dan hard skill-nya. Pemuda yang akrab dengan buku biasanya lebih kreatif dan inovatif dalam memecahkan beragam problematika. Mampu menawarkan beragam solusi yang out of the box. Kita membutuhkan lebih banyak lagi pemuda yang kutu buku untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.
Di balik optimisme tersebut, ada fakta yang harus kita ketahui. Bahwasanya minat baca masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Termasuk di dalamnya adalah minat membaca generasi muda. Berdasarkan data United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), pada tabun 2016 Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara di dunia ini dalam minat membaca. Artinya, hanya 0,001 persen atau dari 1000 orang di Indonesia, hanya 1 yang rajin membaca.
Padahal, menurut Satria Dharma, penggagas Gerakan Literasi Sekolah, reading is the heart of education. Apa jadinya pendidikan di Indonesia apabila masyarakat tidak memiliki minat membaca? Bukankah melalui aktivitas membaca, kualitas pemuda kita perlahan bsia ditingkatkan? Sebab buku adalah nutrisi bagi otak. Percayalah, memabca bisa meningkatkan daya ingat serta menangkal kepikunan. Dalam hal membaca buku, rasa-rasanya pemuda kita juga perlu belajar kepada para pendiri bangsa ini. Seperti halnya Sukarno, Hatta, Sjahrir, Natsir, dan sebagainya. Mereka semua adalah pecandu buku kelas berat. Bahkan, ketika dalam penjara dan pengasingan, masih menyempatkan diri untuk membaca. Buku telah menjadi sahabat sejati mereka, kapan pun dan di mana pun mereka bereda. Tak heran jika kemampuan orasi, menulis, dan diplomasi mereka tidak kaleng-kaleng. Tak heran jika mereka menjadi pemimpin yang kapasitas keilmuan dan pengetahuannya tidak diragukan. Sangat mempesona, baik bagi kawan maupun lawan.
Kembali lagi, terkait Indonesia Emas 2045, ada tantangan tersendiri yang dihadapi pemuda hari ini. Salah satunya ketertarikan terhadap dunia literasi, khususnya aktivitas membaca yang perlu digenjot lagi. Apalagi, membaca buku adalah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas diri dalam menatap Indonesia Emas 2045. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya minat membaca di kalangan kaum muda, Seperti halnya rendahnya motivasi, minimnya sarana dan prasarana, akses bacaan yang tidak terjangkau, kebijakan pemerintah yang tidak mendukung, dan sebagainya.
Lalu, salah satu jalan keluar untuk meningkatkan minat baca pemuda yaitu dengan melibatkan banyak pihak. Khususnya pemerintah, lembaga pendidikan, dan komunitas literasi. Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang konstruktif untuk membangun iklim membaca di kalangan pemuda. Seperti halnya memberikan subsidi untuk pembelian buku. Mengupayakan seoptimal mungkin agar harga-harga buku berkualitas bisa terjangkau oleh pemuda. Dalam hal ini, pemerintah perlu mengundang perwakilan penerbit dan penulis untuk mendengarkan masukan-masukan mereka. Kemudian, terkait lembaga pendidikan, kiranya perlu mengeluarkan program-program inovatif yang bisa menyadarkan peserta didik terkait pentingnya membaca. Komunitas literasi juga bisa membuat terobosan-terobosan baru untuk memancing minat baca pemuda. Seperti halnya, menyediakan lapak baca gratis setiap pekan di pusat-pusat kota, memfasilitasi acara bedah buku, mengadakan acara nonton film yang berkaitan dengan literasi, dan sebagainya. Jadi pemerintah, lembaga pendidikan, dan komunitas literasi bisa bersinergi dan berkolaborasi dalam meningkatkan minat baca di kalangan pemuda.
Terakhir, saya berharap betul, beberapa tahun mendatang, minat membaca pemuda kita semakin meningkat. Sebab, kaum muda adalah harapan bangsa di masa mendatang, Pemuda hari ini menjadi pemimpin di masa depan. Sekali lagi, mari bekali diri dengan ilmu dan pengetahuan untuk menatap Indonesia Emas 2045. Jadikan membaca buku sebagai kebutuhan hidup. Seperti halnya kebutuhan kita terhap makanan dan minuman.