Rabu, Juli 2, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Asa Palu Keadilan Penyelamat Hutan

by Mata Banua
4 Juni 2024
in Opini
0
D:\2024\Juni 2024\5 Juni 2024\8\8\hutan.jpg
(foto:mb/web)

Oleh : Jaga Rudi, SH. Merupakan mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM)

Perhari ini media sosial diramaikan dengan tagar #AllEyesOnPapua, tagar ini dimaksudkan sebagai bentuk solidaritas warganet atas kondisi masyarakat adat di Papua khususnya suku Awyu dan Moi. Permasalahan bermula dari adanya penerbitan izin seluas 36 ribu hektar hutan yang diberikan pemerintah kepada investor yaitu PT. Indo Asiana Lestari di Boven Digul Papua. Hutan yang luasnya lebih dari separuh luas Jakarta ini akan dibabat dan diperuntukan untuk lahan sawit. Sorotan publik atas kondisi ini adalah hutan yang akan ditebang tentu dapat merugikan ekosistem lingkungan dan kemudian hak masyarakat adat yang dirampas oleh negara demi investasi belaka.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\2 Juli 2025\8\8\master opini.jpg

Transformasi Polri dan Filosofi Kaizen

1 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Polri dan Nilai Ekonomi Keamanan

1 Juli 2025
Load More

Semangat menjaga hutan yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Kementerian KLHK dengan mentargetkan sebanyak 125 juta kawasan hutan yang dikukuhkan justru berbanding terbalik dengan kondisi dilapangan saat ini, banyak hutan-hutan ditebang demi kelancaran investasi. Asa masyarakat adat Awyu dan Moi berada dipalu hakim Mahkamah Agung (MA), dimana gugatan mereka sebelumnya kalah dan berlanjut ke tahapan kasasi yang saat ini masih ditunggu-tunggu. Namun dapatkah palu hakim sebagai juru penyelamat hutan, kita tunggu saja bagaimana putusannya.

Issu-issu masyarakat adat dewasa ini menjadi sorotan publik, bagaimana tidak semangat untuk melindungi hak-hak mereka justru hanya diatas kertas belaka. Konstitusi sudah mengamanatkan adanya perlindungan masyarakat adat, namun realitas dilapangan menunjukkan sebaliknya. Masyarakat adat tidak dapat dipisahkan dari tanah dan hutan, hal ini dikarenakan tanah dan hutan dipandang sebagai tempat hidup dan berkehidupan. Tatanan-tatanan sosial yang sudah dibentuk akan hilang dikarenakan adanya perampasan hutan-hutan mereka.

Seharusnya setiap pembangunan maupun inventasi harus mendapat persetujuan terlebih dahulu sehingga masyarakat adat dapat mempertimbangkan apakah menyetujui ataupun tidak atas investasi yang direncanakan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk melindungi hak-hak masyarakat adat sebelum adanya investasi dan pembangunan diatas hak ulayat mereka.

Penerapan Prinsip FPIC

Free, Prior, and Informed Concert (FPIC) merupakan prinsip yang memberikan perlindungan terhadap masyarakat adat atas property mereka. Prinsip ini lahir saat Deklarasi Perserikatan Bangsa-bangsa The United Nations Declaration on The Right of Indigenous People (UNDRIP) atas deklarasi mengenai hak-hak masyarakat asli atau Masyarakat Adat. Free (bebas) berkaitan dengan kondisi bebas tanpa paksaan dari pihak manapun, masyarakat adat diberikan kebebasan untuk menentukan investasi yang dilakukan diwilayah mereka tanpa adanya intervensi dari siapapun termasuk aparat pemerintah, namun realitas dilapangan justru sebaliknya masyarakat adat diusir secara paksa dari wilayah mereka tanpa adanya persetujuan terlebih dahulu. Prior (sebelumnya), artinya sebelum proyek atau kegiatan tertentu diijinkan pemerintah, masyarakat terlebih dahulu yang memberi izin karena berkaitan langsung dengan wilayah mereka.

Oleh karenanya, diperlukan waktu untuk masyarakat memahami dampak yang ditimbulkan akibat adanya investasi yang ada. Informed (diberitahu), artinya informasi yang terbuka dan seluas-luasnya mengenai proyek yang akan dijalankan baik dampak baik dan dampak buruknya. Informasi yang dimaksud adalah informasi yang seluas-luasnya.

Pemerintah menginformasikan tentang seluruh kegiatan investasi meliputi baik buruk dari proyek, jenis, ukuran dan cakupan aktivitas yang akan dijalankan, periode, luasan wilayah yang akan digunakan, kajian awal mengenai kemungkinan dampak yang terjadi, alasan dan tujuan kegiatan, pihak-pihak yang kemungkinan terlibat dalam fase konstruksi maupun operasional kegiatan. Consent (persetujuan): persetujuan diberikan oleh masyarakat sendiri. Konsultasi dan partipasi yang penuh dari masyarakat yang potensial terpengaruh oleh proyek mengenai semua aspek. Partisipasi diberikan seluas-luasnya dan bermakna, artinya masukan masyarakat adat benar-benar menjadi pertimbangan dalam pengambilan Keputusan bukan hanya sebatas formalitas saja. Persetujuan diberikan oleh otoritas yang mempunyai hak memberi persetujuan. Untuk sampai pada persetujuan harus dilakukan dengan menggunakan hukum adat setempat.

Dan yang tidak kalah pentingnya, FPIC harus didokumentasikan dan mengikat secara hukum. dari semua tahapan tersebut informasi yang seluas-luasnya merupakan hal yang utama, jangan sampai masyarakat justru tidak mengetahui rencana apa yang dilakukan diatas wilayah mereka.

Penguatan Hak Konstitusional

Pasal 18 B Ayat (2) UUD 1945 sudah memberikan amanat perlindungan terhadap masyarakat adat, namun pada tataran empirik perlindungan itu hanya bersifat seremonial saja. Betapa tidak walaupun sudah diberikan jaminan kepastian hukum, masyarakat adat hanya dipandang sebagai sekelompok masyarakat yang tidak tau apa-apa sehingga dengan mudah untuk diperalat.

Dalam hal perumusan Amdal misalnya, seperti kasus yang terjadi di papua akhir-akhir ini. masyarakat adat tidak dilibatkan secara aktif dalam pengambilan Keputusan, dan walaupun hadir saat proses konsultasi publik akan tetapi pendapat mereka tidak didengar oleh pihak-pihak pembuat kebijakan. Melihat kepada UU Cipta Kerja mengenai konsultasi publik misalnya, sebelum diberlakukannya UU ini konsultasi publik dapat melibatkan masyarakat terdampak langsung, pemerhati lingkungan, dan masyarakat yang terpengaruh namun sejak diberlakukan UU Cipta Kerja konsultasi publik hanya dihadiri oleh masyarakat terdampak langsung.

Betapa tidak, kecurigaan publik kemudian apabila yang terdampak langsung adalah masyarakat adat maka asumsinya adalah mereka tidak tau mengenai aturan-aturan bahkan mungkin ada yang tidak bisa baca-tulis. Sehingga proses konsultasi publik bisa diakali demi memperlancar investasi belaka. Sudah saatnya kita membuka mata bahwa hari-hari ini hak masyarakat adat sedang dirong-rong oleh mereka yang berorientasi ekonomi belaka, jangan-jangan selanjutnya kita juga korban yang dapat mereka peralat.

 

 

Tags: Jaga RudiPenyelamat Hutan
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA