Senin, Agustus 18, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Rencana Berulang, Butuh Mitigasi Komprehensif

by Mata Banua
21 Mei 2024
in Opini
0

OLEH : Mastika Wati. SE ( Ibu Rumah Tangga di Batola)

Sejumlah wilayah di Indonesia menjadi langganan banjir setiap kali memasuki musim hujan. Curah hujan ekstrem ditambah dengan buruknya sistem drainase menjadi penyebab utama luapan banjir itu. Terus berulangnya rutinitas kejadian ini kian menunjukkan betapa lemahnya upaya mitigasi di Indonesia.

Artikel Lainnya

D:\2025\Agustus 2025\19 Agustus 2025\8\Edi Setiawan.jpg

Ekonomi Merdeka Angka 80: Janji Yang Belum Tuntas

18 Agustus 2025
D:\2025\Agustus 2025\19 Agustus 2025\8\tias aditya.jpg

Menyusui Sebagai Praktik Cinta yang Berkelanjutan

18 Agustus 2025
Load More

Sebutan wilayah langganan banjir umumnya tersemat pada sejumlah daerah yang sering kali dilanda banjir. Hampir dapat dipastikan di sejumlah daerah di Indonesia terdapat kawasan-kawasan yang dikenal masyarakat setempat sebagai wilayah rawan banjir. Hal ini sejatinya menjadi sebuah ironi karena secara tidak langsung menunjukkan kelalaian pemerintah daerah dalam perencanaan tata kelola ruang daerah.

Bencana demi bencana terjadi beruntun akhir-akhir ini di berbagai pelosok negeri, antara lain banjir bandang dan lahar dingin Gunung Marapi di Sumatra Barat. Banjir menerjang tiga wilayah, yaitu Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Padang Panjang.

Akibatnya, 47 orang meninggal dunia per Senin (13-5-2024). Selain itu, 193 rumah di Kabupaten Agam dan 84 rumah di Tanah Datar mengalami kerusakan.

Sejumlah infrastruktur, seperti jembatan dan masjid, juga rusak. Lalu lintas dari Kabupaten Tanah Datar menuju Padang dan Solok pun lumpuh total. (BBC Indonesia, 13-5-2024). Konon, ini adalah “bencana terparah” yang pernah terjadi di Kabupaten Agam selama 150 tahun terakhir.

Selain itu, bencana di sekitar Gunung Marapi tidak terjadi saat ini saja, tetapi beruntun sejak enam bulan terakhir.

Banjir parah juga terjadi di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara sejak 3 Mei 2024.

Banjir parah di Sumatra Barat dan Konawe Utara terjadi selain karena faktor alam, juga karena ulah tangan manusia yang berbuat kerusakan (penggundulan hutan). Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Barat menyatakan bahwa bencana di Sumatra Barat terjadi berulang dan merupakan bencana ekologis yang terjadi karena “salah sistem pengurusan alam”. Telah terjadi eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan serta pembangunan yang tidak berbasis mitigasi bencana. Misalnya pembalakan hutan dan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di dalam dan sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), juga penambangan emas di kawasan penyangga TNKS.

Berulangnya bencana telah memakan banyak korban menunjukkan bahwa kita butuh upaya mitigasi komprehensif agar bisa optimal mencegah bencana dan menyelamatkan masyarakat. Kita harus melihat persoalan bukan hanya pada aspek hilir saja, yaitu penyelesaian setelah bencana terjadi.

Namun, kita perlu merunut ke aspek hulu (penyebab bencana) sehingga kita mendapatkan solusi preventif yang efektif.

Sejatinya, bencana bukan hanya karena faktor alam berupa curah hujan yang tinggi, tetapi berkaitan erat dengan kebijakan pembangunan negara selama ini yang destruktif. Misalnya, ketika negara membiarkan penebangan hutan secara berlebihan, tentu akibatnya adalah bencana banjir. Juga penggunaan kawasan hutan yang rawan bencana untuk aktivitas wisata, tentu membahayakan banyak nyawa.

Miris, selama ini kebijakan pembangunan berlangsung eksploitatif sehingga memberikan dampak buruk pada lingkungan. Pemerintah hanya peduli pada penggenjotan ekonomi dan abai pada kelestarian lingkungan.

padahal keuntungan ekonomi yang diperoleh tidak sebanding dengan kerugian yang ditanggung akibat kerusakan lingkungan.

Pembangunan yang eksploitatif merupakan ciri khas pembangunan kapitalistik yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama.

Negara hanya mementingkan pendapatan negara dari pajak yang disetor para pengusaha, tetapi menutup mata terhadap kerusakan parah yang mereka akibatkan.

Lebih parah, oknum-oknum aparat menjadi beking perusakan lingkungan demi keuntungan pribadi berupa uang pelicin.

Alhasil, kebijakan pembangunan eksploitatif ini menjadikan negeri ini langganan bencana.

Bencana ini akan terus terjadi pada masa depan jika tidak kita hentikan dengan mengubah arah pembangunan negara.

Solusi dalam Islam

Terjadinya bencana berhubungan erat dengan kebijakan pembangunan yang ditetapkan oleh suatu negara. Dalam paradigma Islam, kebijakan pembangunan senantiasa ditetapkan berdasarkan kepentingan seluruh rakyat dengan konsep penjagaan alam agar tetap lestari dan terjaga.

Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW. dalam hadits riwayat Bukhori bahwa setiap pemimpin adalah ra’in, yakni pengurus bagi setiap urusan rakyatnya.

Keseimbangan alam juga wajib diperhatikan dalam kerangka kebijakan negara. Agar alam tetap seimbang dan memberikan potensi terbaiknya untuk kehidupan manusia.

Tidak hanya itu, dalam sistem Islam, mitigasi bencana pun menjadi kebijakan sistematis yang diterapkan utuh demi menjaga keselamatan nyawa rakyat. Baik usaha mitigasi preventif (pencegahan) dan kuratif (pemulihan).

Semua upaya dilakukan optimal dengan sumber anggaran yang berasal dari Baitul Maal. Dengan upaya mitigasi yang optimal dan antisipatif, korban nyawa mampu diminimalkan bahkan di-nol-kan.

Semua kebijakan ini hanya mampu diterapkan dalam sistem Islam kaffah. Satu-satunya sistem yang amanah mengurusi setiap kepentingan rakyat, amanah dalam pelayanannya dan senantiasa memgutamakan keselamatan nyawa seluruh umat.

Dengan demikian, bencana mampu teratasi dengan cerdas, terarah dan terukur sistematis. Hanya dengan sistem islam lah kehidupan penuh rahmat dan berlimpah berkah.

Wallahu’alam bissawwab.

 

 

Tags: banjirdrainaseMastika Wati
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA