Oleh : Agustina Rahmi
Di lingkungan sekolah, masalah perundungan atau bullying masih merupakan realitas yang dihadapi anak-anak. Meskipun telah ada upaya-upaya untuk mengatasi masalah ini, tantangan tersebut masih memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak baik dari sekolah, orang tua atau wali siswa, dan Pemerintah.
Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kalimantan Selatan (Kalsel) menunjukkan sebuah gambaran yang mengkhawatirkan tentang tingkat kekerasan yang terjadi di wilayah Kalimantan Selatan pada periode Januari hingga Mei 2023. Sebanyak 118 kasus kekerasan telah tercatat, dengan rincian mencakup 50 kasus kekerasan psikis, 29 kasus kekerasan fisik, dan 45 kasus kekerasan seksual. Adapun, kota Banjarmasin menjadi daerah dengan tingkat kekerasan di sekolah tertinggi dengan 24 kasus. Kemudian disusul, Kabupaten Tabalong 17 kasus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah 14 kasus, Kabupaten Barito Kuala 14 kasus, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) 10 kasus, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) 10 kasus, Kabupaten Banjar 9 kasus, Kabupaten Tanah Laut (tala) 9 kasus, Kota Banjarbaru 8 kasus, Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) 2 kasus dan terakhir Kabupaten Kotabaru 1 kasus.
Angka ini mengungkapkan masalah terkait masih buruknya penyediaan lingkungan yang aman dan mendukung bagi siswa serta output pendidikan yang belum sesuai dengan hakikat pendidikan. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah preventif dan kebijakan yang sesuai serta tepat dari berbagai pihak, baik dari segi pemerintah, lembaga pendidikan, serta masyarakat karena anak-anak yang menjadi korban bullying sering kali mengalami dampak psikologis yang serius, seperti rendahnya rasa percaya diri, stres, takut bahkan depresi. Sehingga, dibutuhkan upaya yang serius dan tuntas dalam menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan serta sistem pendidikan yang mampu membentuk output pendidikan sesuai yang diharapkan.
Bercermin dari Sistem Pendidikan Khilafah
Kita dapat bercermin dari sistem pendidikan pada masa berjayanya Islam yaitu pada negara khilafah. Khilafah memandang tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian peserta didik yang kuat dan bertaqwa dengan menanamkan nilai-nilai Islam. Pandangan ini menjadikan pencapaian terbaik peserta didik tidak hanya dari segi akademis semata, tetapi juga seimbang pada spiritual dan moral. Sehingga dapat dipahami, inti dari semua proses pendidikan peserta didik terbentuknya kepribadian Islam, kesadaran yang kuat terhadap nilai-nilai Islam dan mampu berperan aktif dalam membangun lingkungan yang aman, nyaman dan harmonis.
Adapun, pada aspek peran pemerintah dalam konsep negara khilafah, keamanan rakyat baik individu maupun masyarakat menjadi prioritas utama. Khilafah berkewajiban menciptakan lingkungan yang aman, nyaman dan harmonis, sehingga setiap individu dapat hidup dengan tenteram dan merasa dilindungi. Untuk mewujudkan hal ini, langkah preventif dengan cara (uslub) yang menyeluruh menjadi bagian integral dari strategi khilafah dalam mengatasi perilaku yang buruk, termasuk kasus bullying.
Cara (uslub) yang menyeluruh ini dengan melibatkan dan memastikan setiap lini dapat melaksanakan tugasnya masing-masing. Dalam hal mencetak kerpibadian Islam negara memastikan terjalankannya proses pembentukan kepribadian Islam yang baik dilingkungan sekolah dan keluarga. Pada aspek penegakan hukum negara dilakukan sistem penegakan hukum yang efektif dengan menciptakan kondisi yang kondusif, terlindungi dan berkeadilan. Tidak lupa, mendorong partisipasi aktif Masyarakat dan majelis umat dalam hal pengawasan dan pengontrolan agar negara menjalankan tugas dan fungsinya dengan benar. Sehingga tercipta masyarakat yang bertaqwa dan memiliki peradaban yang tinggi.