
Oleh: Nor Aniyah, S.Pd Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.
Kasus bullying atau perundungan masih menjadi PR besar negeri ini. Dalam waktu yang berdekatan, terungkap kasus perundungan di kalangan pelajar yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Mirisnya, salah satu kasus perundungan tersebut menewaskan satu korban jiwa. Kasus terbaru adalah perundungan yang dilakukan oleh empat orang remaja putri di Batam pada 28 Februari yang sempat viral di media sosial (detik.com).
Beberapa waktu sebelumnya juga terjadi kasus perundungan di Sekolah Internasional kawasan Serpong, Tangerang Selatan. Aksi kekerasan tersebut dilakukan oleh 12 pelajar SMA terhadap seorang temannya dengan dalih tradisi tidak tertulis sebagai tahapan untuk bergabung dalam kelompok atau komunitas (detik.com).
Perundungan atau bullying di Indonesia menurut pengamat pendidikan sudah ‘darurat’ karena kasusnya terus bertambah, dan belum ada tanda-tanda penurunan meski Kemendikbud telah menerbitkan sejumlah kebijakan terkait pencegahan kekerasan di satuan pendidikan. Kebijakan yang dimaksud di antaranya adalah pembentukan satgas anti kekerasan di sekolah. Aturan tersebut tertuang dalam Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) di Indonesia.
Akan tetapi, aturan tersebut nyatanya tidak membuahkan hasil. Pasalnya kasus perundungan semakin merajalela. Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) terdapat 30 kasus bullying alias perundungan di sekolah sepanjang 2023. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjulah 21 kasus (bbc.com).
Maraknya kasus bullying di negeri ini tidak lepas dari penerapan sistem kehidupan kapitalisme sekuler di negeri ini. Sekularisme adalah paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Paham ini melahirkan liberalisme yang mengagungkan kebebasan termasuk kebebasan bertingkahlaku. Parahnya, paham ini dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Wajar, peserta didik tercetak menjadi individu yang liberal sekuler yang abai terhadap halal haram.
Pendidikan sekuler yang diterapkan hari ini hanya mengedepankan nilai materi. Sementara ajaran Islam sebagai ideologi tidak diajarkan. Islam hanya diajarkan sebagai agama ritual. Hal ini memberi andil maraknya kasus bullying di negeri ini. Pendidikan sekuler ini juga berdampak pada banyaknya orang tua dan calon orang tua yang tidak memahami cara mendidik anak, sehingga terbentuk kepribadian Islam dalam diri anak.
Apalagi saat ini, sebagian besar para ibu yang merupakan pendidik generasi mengabaikan perannya ini dengan alasan bekerja atau bahkan mengejar karir di dunia kerja. Karena itu, sangat jelas bahwa fenomena bullying disebabkan oleh kapitalisme sekuler yang melandasi negara menerapkan berbagai aturan di negeri ini.
Di dalam sistem sekularisme kapitalisme yang diberlakukan saat ini Islam tinggal nama. Paling banter hanya eksis dalam urusan pribadi dan keluarga. Sementara eksistensinya dalam kehidupan tidak ada.
Sejatinya untuk mewujudkan generasi berkepribadian Islam dan jauh dari aksi bullying secara verbal maupun fisik haruslah dilakukan secara komprehensif dengan menerapkan sistem kehidupan Islam secara kaffah. Penerapan sistem pendidikan Islam tersistem dengan memadukan tiga peran pokok pembentukan kepribadian generasi, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara.
Islam telah memberi petunjuk tentang cara membentuk karakter pemuda yang baik (shalih). Dalam hal ini butuh dukungan dari keluarga. Orang tua berperan penting mendidik anak dengan panduan Islam. Materi tentang jalan menuju iman dan syariat Islam kaffah harus dipahami oleh anak sehingga anak paham hakikat kehidupan dan tujuan hidupnya di dunia. Selain itu, anak akan memahami bahwa satu-satunya aturan yang layak dijadikan rujukan dalam beramal adalah aturan Islam semata.
Hal ini didukung oleh sistem pendidikan Islam yang diterapkan dalam Khilafah. Sistem pendidikan Islam akan membentuk kepribadian Islam dalam diri generasi. Penerapan aturan Islam kaffah dalam kehidupan akan membentuk masyarakat Islami, yakni masyarakat yang memelihara budaya amar ma’ruf dan nahi munkar. Alhasil, kemaksiatan sekecil apapun yang nampak di kehidupan umum akan mendapat perhatian masyarakat untuk dinasihati atau dilaporkan pada pihak yang berwenang.
Media sosial dalam Islam juga tidak boleh menayangkan kekerasan fisik atau non fisik yang tentunya sangat mudah dicontoh anak seperti bullying, perkelahian, dan lain-lain. Syariat Islam telah menentukan batasan baik buruk, dan halal haram dalam berperilaku. Inilah yang akan menjadi pegangan masyarakat dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, bukan sekadar manfaat.
Selain itu, negara dalam sistem Islam kaffah menerapkan aturan tegas dan sistem sanksi yang bisa memberikan efek jera bagi pelaku kriminal. Pelaku kriminal yang dimaksud adalah setiap individu masyarakat yang melakukan keharaman atau bermaksiat, termasuk pelaku perundungan. Dengan aturan Islam yang komprehensif yang diterapkan di bawah institusi Khilafah maka negara akan mampu melindungi generasi dari berbagai kerusakan pemikiran maupun tingkah laku mereka.
Dari an-Nu’man bin Basyir ra, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Perumpamaan kaum Mukmin dalam kecintaan, kasih sayang dan tolong menolong di antara sesama mereka semisal satu tubuh, jika satu anggota tubuh sakit maka seluruh tubuh akan ikut merasakan dengan terjaga dan demam.” (HR. al-Bukhari, Muslim, Ahmad, redaksi Muslim).
Dalam interaksi sehari-hari antara kaum Muslim harus saling mengasihi, melakukan hal-hal yang bisa menumbuhkan kasih sayang dan kecintaan di antara mereka. Dan tentu saja di antara kaum Muslim tidak boleh melanggar hak atau menyakiti satu sama lain sebagaimana tangan tidak akan menyakiti kaki atau wajah atau organ lainnya, dan demikian juga seluruh organ. Kaum Muslim juga harus berusaha menghilangkan bahaya yang menimpa sebagian mereka. Kaum Muslim harus memberi keadilan kepada pihak yang dizalimi dan menindak pihak yang menzalimi.
Alhasil, Islam memiliki sistem pendidikan dan sanksi yang shahih yang mampu melindungi generasi termasuk dalam menetapkan pertanggungjawaban pelaku. Islam memiliki sistem sempurna yang menjamin terbentuknya kepribadian mulia baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat.[]