Selasa, Juli 15, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Mewujudkan Ketahanan dan Kedaulatan Pangan dengan Solutif Antisipatif

by Mata Banua
12 Februari 2024
in Opini
0
D:\2024\Februari 2024\13 Februari 2024\8\8\ketahanan pangan.jpg
(foto:mb/web)

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd (Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.)

Presiden mengungkapkan Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk yang terus bertambah dan mereka butuh beras. “Yang kita harapkan adalah kita ini ingin tidak impor beras lagi, tapi itu dalam prakteknya sangat sulit karena produksinya gak mencapai setiap tahun. Kita bertambah yang harus diberikan makan.” katanya di acara Pembinaan Petani Jawa Tengah, Banyumas, (Selasa (2/1/2024).

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\15 Juli 2025\8\8\Ahmad Mukhallish Aqidi Hasmar.jpg

Huru-Hara Konstitusi

14 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\15 Juli 2025\8\8\palestina.jpg

Palestina dan Fajar Kebangkitan Umat di Depan Mata

14 Juli 2025
Load More

Menurutnya setidaknya ada 4 juta – 4,5 juta bayi yang baru lahir setiap tahun. Sehingga kebutuhan pangan seperti beras akan bertambah setiap tahunnya. Pemerintah pun sudah memberikan kouta importasi beras sebanyak 2 juta ton sebagai upaya antisipasi mengingat dampak El Nino masih akan terasa hingga tahun 2024 (cnbcindonesia.com).

Impor beras sejatinya menjadi solusi pragmatis persoalan beras dan bukan solusi mendasar pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Solusi impor menunjukkan belum terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan di negeri ini. Hal ini adalah sebuah keniscayaan dalam negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme.

Hal ini menyebabkan Indonesia terjajah secara ekonomi, dan sejak reformasi globalisasi atau liberalisasi impor semakin masif. Salah satunya ditandai dengan kebijakan yang dikenal demgan konsensus Washington. Kebijakan tersebut mengharuskan Indonesia melakukan penghapusan atau pengurangan subsidi dalam segala sektor termasuk pertanian. Alhasil, pada waktu musim tanam petani dihadapkan pada harga pupuk yang mahal, benih yang mahal, hingga obat-obatan yang mahal. Sementara saat memasuki waktu panen, harga padi murah karena pemerintah tidak menghentikan impor.

Selain itu, adanya penurunan tarif impor atas komoditi pangan tertentu termasuk beras, menjadikan impor bahan pangan tersebut lebih murah dibandingkan dengan produksi dalam negeri. Kebijakan tersebut juga menuntut pemerintah mengurangi peran Bulog. Jika dahulu Bulog bisa membeli dari petani, sekarang tidak. Bulog hanya menyimpan stok dan tidak memiliki dana untuk membeli.

Kondisi inilah yang menghasilkan carut-marutnya pengelolaan pertanian dan pangan di Indonesia. Indonesia pun menjadi negara yang bergantung pada negara lain dalam persoalan pangan. Hal ini tentu akan merugikan petani. Saat ini banyak petani yang beralih profesi, karena berkurangnya lahan pertanian dan kebijakan impor yang merugikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tren penurunan jumlah usaha pertanian perorangan sejak tahun 2013. Di mana tahun 2013, petani Republik Indonesia mencapai 31,70 juta sementara saat ini jumlah petani di Indonesia mencapai 29,34 juta petani atau turun 7,45 % (cmbcindonesia.com).

Inilah sebenarnya yang menyebabkan ancaman pangan. Mirisnya, impor beras yang terus dilakukan pemerintah cenderung menjadi cara praktis mendapatkan keuntungan. Seharusnya negara berusaha mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dengan berbagai langkah solutif dan antisipatif. Termasuk menyediakan lahan pertanian di tengah banyaknya alih fungsi lahan, berkurangnya jumlah petani dan makin sulitnya petani mempertahankan lahannya.

Saat ini kondisi rakyat masih terpuruk. Harga kebutuhan pokok terus merangkak, sementara bantuan langsung tunai tak cukup menopang kebutuhan mereka. Kebijkan pertanian dan perdagangan yang amburadul membuat negeri ini sebagai negara agraris terus dihantui krisis kelangkaan pangan. Di sisi masyarakat, kondisi ekonomi kian berat. Sementara rakyat harus berjibaku menghidupi dirinya sendiri.

Nyatalah persoalan ini bukan hanya tersebab masalah politis, apalagi teknis, tapi juga karena persoalan filosofis ideologis, terkait sistem yang dipakai, yakni sekularisme kapitalisme liberal, yang bersifat self destructive. Sekularisme, memisahkan antara urusan negara, membuat pengaturan kehidupan maysrakat tidak menggunakan dasar agama (Islam), sehingga menimbulkan fasad (kerusakan). Karena itu, penyelesaiannya harus berupa pergantian sistem.

Ketahanan dan kedaulatan pangan hanya akan terwujud dalam negara yang menerapkan sistem Islam, Khilafah Islamiyah. Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertangungjawab menyediakan kebutuhan pokok termasuk makanan. Karena itu, negara Islam akan mencari berbagai jalan agar terwujud kedaulatan pangan.

Apalagi Islam akan mewujudkan negara adidaya sebagai cita-citanya. Perhatian negara akan dicurahkan untuk mengoptimalisasikan pengelolaan pertanian agar kebutuhan pengan seluruh rakyat bisa terpenuhi. Langkah optimalisasi pengelolaan ini dilaksanakan dengan berbagai kebijakan yang harus sesuai ketetapan hukum syariat agar kesejahteraan dan keadilan dapat dirasakan seluruh rakyat Khilafah Islam tanpa terkecuali.

Ketersediaan kebutuhan pangan merupakan hal penting yang dijamin negara. Oleh karena itu, negara harus memperhatikan peningkatan produktiivitas pertanian, pembukaan lahan-lahan baru, penghidupan tanah mati, pelarangan terbengkalainya tanah. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan produksi lahan-lahan pertanian, agar stok kebutuhan pangan selalu tersedia untuk rakyatnya. Sebagai proteksi terhadap ketersediaan pangan ini negara melarang adanya praktek penimbunan barang, termasuk menimbun bahan kebutuhan pokok. Karena hal ini akan menyebabkan kelangkaan bahan-bahan kebutuhan pokok.

Kalaupun hal itu terjadi, negara harus mencegah masuknya tangan-tangan asing dalam pengelolaan bidang pertanian ini. Baik lewat industri-industri pertanian asing, maupun melalui perjanjian multilateral, seperti WTO, FAO, dan lain-lain. Karena ini sangat membahayakan kedaulatan pangan negara sendiri.

Dalam hal distribusi, apabila masyarakat mengalami kesulitan membeli pangan, maka negara diwajibkan memecahkannya dengan memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya. Semua itu dilaksanakan melalui mekanisme yang cepat, pendek, dan merata sehingga seluruh individu rakyat dapat dengan mudah memperoleh hak-haknya, terutama terkait aspek vital seperti kebutuhan pokok pangan. Inilah sistem Islam yang akan menyejahterakan rakyat dan telah memberikan solusi dengan sistem syariahnya dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan.

Dalam Islam, negara bertanggungjawab penuh pada kebutuhan pokok masyarakat. Dari sisi fungsi, negara dalam pandangan Islam bertugas mengatur urusan masyarakat. Tugas negara adalah memberikan jaminan pemeliharaan atas agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan. Negara pun memberikan jaminan atas kebutuhan masyarakat orang per orang, bukan agregat. Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggungjawab menyediakan kebutuhan pokok bagi rakyatnya.[]

 

 

Tags: BPSEl NinoNor AniyahPemerhati Masalah Sosial dan Generasi
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA