Sistem zonasi merupakan salah satu jalur penerimaan peserta didik baru (PPDB), yang mengutamakan penerimaan peserta didik berdasarkan jarak atau radius lokasi rumah dengan sekolah. Penerimaan peserta didik jalur zonasi diberlakukan pada jenjang pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan mulai diterapkan pada PPDB tahun 2017 dengan mempertimpangan ketentuan yang termuat dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018. Pada awalnya sistem ini mendapat respon positif karena dirasa mampu menghapus ‘’kastanisasi’’ dan ‘’favoritasi’’ pada sekolah-sekolah tertentu di Indonesia yang dapat menyebabkan tidak meratanya persebaran peserta didik. Namun, fakta dilapangan menunjukkan, sejak diterapkanya sistem zonasi justru menyebabkan polemik yang baru di dunia pendidikan.
Pada musim penerimaan peserta didik baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2023/2024 misalnya, Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan, setidaknya menerima beberapa laporan masyarakat terkait PPDB, satu diantaranya adalah terkait laporan adanya indikasi pemalsuan data kartu keluarga yang diduga dilakukan oleh calon peserta didik baru di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Banjarmasin, indikasi pemalsuan data kartu keluarga tersebut menyebabkan korban tidak lolos PPDB jalur zonasi di SMA tersebut. Beberapa calon peserta didik yang diduga memanipulasi data kartu keluarga tersebut disinyalir menumpang di kartu keluarga milik orang lain yang memiliki radius antara rumah dan sekolah jauh lebih dekat dengan rumah aslinya. Pelapor sendiri dapat mempertanggungjawabkan apa yang telah disampaikan karena Pelapor merupakan teman dekat dari beberapa calon peserta didik yang diduga memanipulasi data kartu keluarga tersebut. Sebagai warga yang benar-benar berdomisili di sekitar sekolah tersebut, Pelapor merasa sangat dirugikan karena dengan adanya pemalsuan data yang diduga dilakukan beberapa oknum menyebabkan anak Pelapor tidak lolos dalam sistem zonasi jalur PPDB SMA tersebut.
Regulasi tentang sistem zonasi PPDB sendiri telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan. Merujuk pada Pasal 31 Ayat (1) menuliskan bahwa jalur zonasi diprioritaskan bagi calon peserta didik yang memiliki jarak tempat tinggal terdekat dengan sekolah. Di Provinsi Kalimantan Selatan sendiri terdapat Petunjuk Teknis PPDB yang merujuk pada Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan Nomor: 0096.2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2023, sama halnya dengan Permendikbud didalam Petunjuk Teknis PPDB 2023 menuliskan bahwa PPDB jalur zonasi diperuntukkan bagi Calon Peserta Didik yang memiliki jarak terdekat dengan domisili Calon Peserta Didik. Kedua regulasi tersebut juga mengatur tentang ketentuan penerbitan kartu keluarga yang paling singkat harus diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sejak tanggal pendaftaran PPDB.
Laporan tersebut merupakan satu dari sekian kasus yang terjadi selama musim PPDB, tidak hanya terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan saja, nyatanya praktik tersebut terjadi diseluruh Indonesia, sehingga dalam tataran nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu mengadakan peninjauan regulasi yang ada, apakah regulasi tersebut masih relevan untuk menjawab realitas yang tengah dihadapi masyarakat. Praktik manipulasi data yang dilakukan beberapa oknum tersebut tentunya sangat merugikan, terutama bagi calon peserta didik yang benar-benar berdomisili disekitar sekolah tersebut, mengingat dalam Pasal 31 Ayat (1) Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, jalur zonasi diprioritaskan bagi calon peserta didik yang memiliki jarak tempat tinggal terdekat dengan sekolah.
Lantas bagaimana jika ada laporan terkait dugaan manipulasi data, sekolah sendiri pun cukup kebingungan ketika mendapati laporan tersebut, karena baik dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 dan Juknis PPDB 2023 Provinsi Kalimantan Selatan yang dijadikan landasan dalam menjalankan PPDB jalur zonasi tidak memuat regulasi secara rinci proses verifikasi PPDB jalur zonasi, sehingga untuk melakukan pemeriksaan lapangan saja sekolah tidak memiliki kewenangan karena tidak terdapat peraturan yang memuat regulasi tersebut. Beberapa sekolah bahkan memiliki inisiatif sendiri untuk melakukan pemeriksaan lapangan, tentunya pemeriksaan ini juga cukup berisiko bagi sekolah karena tidak ada regulasi yang mengatur, sehingga dapat dianggap sekolah melampaui wewenang. Selain itu, Pasal 17 Ayat (2) yang berbunyi Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sejak tanggal pendaftaran PPDB, disinyalir justru membuka peluang bagi beberapa oknum untuk melakukan manipulasi data. Pembatasan penerbitan kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sejak tanggal pendaftaran PPDB dirasa sangat mempermudah oknum untuk melalukan pemalsuan data. Kartu Kelaurga sendiri merupakan dokumen penting yang dijadikan syarat utama dalam penentuan lokasi jalur zonasi berdasarkan alamat yang tertera di kartu keluarga. Pemerintah sendiri sebenarnya sudah melakukan mitigasi pemalsuan data PPDB dengan membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM), yang ditandatangani oleh Calon Peserta Didik dan Wali Murid, dalam SPTJM tersebut memuat konsekuensi apabila suatu saat Calon Peserta Didik melakukan pemalsuan data. Akan tetapi perlu dicermati tentang definisi dari pemalsuan data, apakah hanya terbatas “definisi sempit” yakni pemalsuan yang bersifat tidak resmi seperti melakukan perubahan data kartu keluarga sendiri tanpa sepengetahuan Disdukcapil atau menggunakan definisi lebih luas yakni seperti kasus dugaan manipulasi diatas. Tentu hal seperti ini perlu diperhatikan mengingat realitas dilapangan menunjukkan terdapat masyarakat yang dirugikan dengan tidak adanya regulasi yang mengarur permasalahan tersebut.
Tujuh tahun berjalan, nyatanya PPDB jalur zonasi justru menciptakan polemik tersendiri dalam dunia pendidikan. Maraknya kecurangan dalam sistem PPDB jalur zonasi menunjukkan bahwa pemerintah sebenarnya belum siap untuk melaksanakan kebijakan tersebut, terlihat dari regulasi yang terbatas, tidak rinci serta dianggap tidak relevan dalam mengatasi persoalan yang ada. Dalam tataran nasional regulasi tentang PPDB jalur zonasi, terakhir kali diubah tahun 2021 melalui Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, dan hingga tahun 2023 regulasi ini tetap dipakai, padahal setiap musim penyelenggaraan PPDB selalu menciptakan permasalahan tapi tidak ada perbaikan. Jika pemerintah menghendaki PPDB jalur zonasi terus berjalan, harusnya melihat realitas masalah yang terjadi dilapangan dan mengakomodir untuk menciptakan regulasi yang benar-benar secara rinci mengaturnya supaya tidak ada masyarakat yang dirugikan.