JAKARTA – Praktisi Pemasaran dan Behavioral Science Ignatius Untung mengungkapkan adanya tren social commerce sebagai perkembangan inovasi dalam pedagangan digital merupakan hal yang tidak terhindari dan perlu dikenali lebih dekat sebagai salah satu solusi mendorog pertumbuhan ekonomi digital.
Sebagai metode pemasaran yang baru, Untung berpendapat bahwa pelaku bisnis termasuk pengusaha mikro kecil dan menengah (UMKM) bisa memanfaatkan social commerce atau kegiatan berdagang melalui media sosial karea memiliki keunggulan pengalaman yang terpersonalisasi.
“Social commerce memangbelakangan makin masif digunakan oleh UMKM karena menjadi solusi yang tidak bisa dilakukan oleh e-commerce sekarang. Salah satu keunggulannya adalah kedekatan prsonal,” kata Untung dalam acara diskusi “Dampak Social Commerce pada UMKM di Indonesia” di Jakarta.
Dalam acara yang digelar oleh Forum Wartawan Teknologi (ORWAT) tersebut, Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) periode 2018-2020 itu mencontohkan untuk metode social commce yang dilakukan di Instagram dan Facebook mengandalkan penjualan yang didukung oleh kepercayaan karena dibangun dengandasar relasi atau pertemanan.
Ia mengatakan banyak transaksi yang terjadi di kedua media sosial tersebut dengan dasar pebeli dan penjual telah memiliki kedekatan sebelumnya.
Apalagi dengan karakteristik yang dipersonalisasi, maka konsumen isa mencari rekomendasi produk yang sesuai dengan ketertarikannya lewat satu platform.
Bagi pelaku usaha, metode socialcommerce juga membawa keuntungan lain karena dapat menghadirkan daya tarik baru lewat medium berupa konten hiburan.
Menanggapi pembaharuan aturan yang tengah digodok terkait dengan perdagangan digital, Untung menyarankan Pemerintah sebagai regulator bsa mengambil posisi untuk mendukung persaingan bisnis sehat di media sosial karena inovasi seperti social commerce akan tes berkembang.
“Alangkah baiknya pemerintah memperbaiki celah-celah yang lebih menguntungkan konsumen, ketimbang fokus pad membuat aturan yang membuat bisnis jadi lebih sulit berkembang,” katanya.
Ketua Umum Indonesian Digital Empowerment Comunity (IDIEC) M. Tesar Sandikapura juga sependapat bahwa social commerce merupakan inovasi digital yang tidakdapat terhindarkan.
Ia berpendapat bahwa sebagai strategi pemasaran, perdagangan melalui media sosial memiliki dampak yang lebih besar di Indonesia mgingat karakteristik masyarakat yang suka berbagi.
“Ini (social commerce) terjadi karena tingkat partisipasi publik yang sudah matang dalam hal sharing shaping dan funding lewat media sosial,” katanya.
Oleh karena itu, Tesar mengharapkan agar apabila ada regulasi baru yang mngatur social commerce maka prinsip melindungi semua pihak baik konsumen, pengusaha dan kedaulatan negara harus dapat dipenuhi.
Terkait dengan fenomena social commerce, diketahui Pemerintah sedang menggodok revisi aturan mengenai perdagangan digital. turan terkait yang dimaksud ialah Peraturan Menteri Perdagangan nomor 50 tahun 2020. Dalam pembahasan terakhir, nantiya definisi jelas tentang praktik social commerce bisa dilihat melalui aturan tersebut. ant/mb06