Karya : Muhammad Iqbal, M.Pd Guru SMP IT Al Kahfi Pasaman Barat
Di tengah carut marutnya persoalan demi persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini, timbul sebuah pertanyaan, kapankah akan lahir pemimpin yang mampu mengatasi semua persoalan tersebut?. Tidak salah lagi, pertanyaan tersebut hanya pantas disandarkan kepada generasi muda. Mereka dengan segenap semangat mudanya sangat pantas menjadi subjek yang akan membawa bangsa ini menjadi lebih baik lagi. Begitupun dengan intelektualnya, sungguh tidak diragukan lagi. Semua persoalan pasti akan dapat teratasi. Tetapi, dibalik itu semua. Ada satu syarat yang mesti mereka penuhi, yakni, daya baca yang tinggi. Daya baca, tidak sekedar membaca. Tetapi, bagaimana sesuatu yang dibaca bisa diimplementasikan dalam suatu tindakan nyata. Bukan sekedar kaya akan wawasan, tetapi kosong dalam tindakan.
Terkait hal tersebut, masih teringat di memori kita. Anies Baswedan, dalam pidatonya pernah menyampaikan, bahwa negara ini akan menjadi negara maju, jika generasi mudanya memiliki daya baca yang tinggi. Bukan sekadar membaca. Sebab, menurutnya, jika sekadar membaca. Maka, semua orang sudah terbiasa dengan membaca. Bahkan mereka bisa berlama-lama untuk membaca. Seperti, membaca pesan, status di media sosial, dan pelbagai bacaan remeh-temeh lainnya. Tetapi, ketika diminta untuk membaca buku referensi dengan ketebalan yang luar biasa. Umumnya, menurut mantan gubernur Jakarta tersebut, tidak banyak yang bisa melakukannya. Baru beberapa halaman dibaca, rasa bosan sudah menghampiri, hingga akhirnya buku hanya dijadikan sebagai alat pengantar tidur. Padahal, ada banyak informasi dan inspirasi yang bisa digali dari aktivitas membaca buku. Tetapi, tidak banyak yang memanfaatkan hal itu.
Selanjutnya. Perihal daya baca, Muhammad Fuad Nasar, Mantan Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kemenag RI dalam kata pengantarnya pada buku “Dari Panggung Sejarah Bangsa Belajar dari Tokoh dan Peristiwa” yang ditulis Lukman Hakiem, menuliskan bahwa minat baca dan daya baca masyarakat sangat penting untuk terus dirawat dan ditingkatkan. Sebab, menurutnya setiap pribadi, pemimpin, dan pejabat yang tidak memiliki minat dan daya baca yang tinggi terhadap buku. Maka, mereka akan mengalami kemiskinan literasi, kemiskinan kosa kata dan kemiskinan diplomasi dalam mengartikulasikan gagasan dan pikiran ketika melakukan interaksi sosial, baik yang dilakukan secara personal maupun institusional. Oleh karena itu, peningkatan daya baca bagi generasi muda harus menjadi prioritas pertama yang tidak boleh dilewatkan.
Diantara upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan daya baca generasi muda, diantaranya, yaitu, pertama, menjadikan membaca buku menjadi aktivitas yang paling menyenangkan. Sebagaimana yang dijelaskan di depan, membaca buku, bukanlah suatu aktivitas biasa yang dengan mudah dapat dilakukan oleh semua orang. Banyak, di antara mereka, terutama generasi muda yang memilih aktivitas lain, ketimbang harus membaca buku dengan beratus-ratus halaman. Bahkan, lebih ekstrim lagi, sebagian mereka menganggap membaca buku adalah aktivitas yang paling menyiksa diri dan membuat mereka tertekan. Padahal, founding father kita telah mencontohkan kecintaan mereka terhadap buku. Muhammad Hatta, misalnya. Wakil presiden pertama Indonesia tersebut rela dipenjara asalkan bersama buku. Teladan yang begitu luar biasa, sebagai orang tua dan guru, seharusnya menanamkan minat membaca harus dilakukan sejak dini. Sehingga, aktivitas membaca buku, menjadi aktivitas yang begitu menyenangkan bagi generasi muda.
Kedua, memilih bacaan terbaik bagi generasi muda. Tidak semua aktivitas membaca bermanfaat. Tergantung pada buku yang dibaca. Sebab, ada juga buku yang merusak pemikiran pembaca. Untuk itu, bagi orang tua, dan guru dapat memilihkan bacaan yang tepat bagi generasi muda. Buku-buku biografi, sejarah, motivasi, dan pengembangan diri, menjadi jenis buku yang semestinya mereka baca. Sebab, dari buku-buku tersebut akan banyak informasi, motivasi, pelajaran dan inspirasi yang bisa mereka ambil. Yang mana, jika itu dapat terus konsisten bertahan, maka mereka akan tumbuh menjadi generasi yang memiliki pola pikir bertumbuh, dan menjadi investasi untuk menjadi generasi emas yang siap mewujudkan peradaban bangsa.
Selain upaya-upaya tersebut, ada banyak upaya lain yang dapat dilakukan dalam meningkatkan daya baca generasi muda. Untuk menyukseskannya, diperlukan keterlibatan dan kerjasama antar semua pihak, terutama orang tua, guru, dan masyarakat. Sehingga, pelbagai upaya tersebut dapat direalisasikan sesuai harapan. Sebab, mulai sekarang hingga tahun 2030 nanti, Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi. Sebuah istilah, yang mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita, di mana pada kondisi tersebut, jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibanding usia nonproduktif (65 tahun ke atas) dengan proporsi lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia. Untuk itu, dengan meningkatkan daya baca generasi muda. Bonus demografi dapat termanfaatkan dengan maksimal. Selain itu, pelbagai carut marut persoalan yang dihadapi bangsa ini, perlahan, juga dapat terselesaikan.