
BANJARMASIN – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Namun PKPU tersebut menuai protes dari aktivis maupun organisasi perempuan termasuk Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Kalimantan Selatan, dimana PKPU Nomor 10 Tahun 2023 telah mematikan keterwakilan perempuan di legislatif.
Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Kalimantan Selatan Hj Dewi Damayanti Said menyoroti bahwa KPU telah membatasi dan melemahkan hak perempuan Indonesia terutama di bidang politik.
“ Saya menilai KPU ingin melemahkan dan membatasi hak kaum perempuan dalam bidang politik terutama di legislatif,” tegas Dewi saat dihubungi via handphone di Banjarmasin, Selasa (9/5) sore.
Karena sesuai Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 berbunyi dalam penghitungan tiga puluh persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai : (a) kurang dari lima puluh, maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau (b) lima puluh atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
Untuk itu, Srikandi Fraksi Partai Golkar yang duduk di DPRD Kalsel ini meminta agar KPU untuk segera merevisi pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 karena bertentangan dengan Undang Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-undang Pemilu.
“Kita minta KPU segera merevisi pasal tersebut dan mendukung upaya yang dilakukan oleh Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang mendatangi Bawaslu RI agar memberikan surat rekomendasi kepada KPU untuk merevisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023,” jelasnya.rds