
JAKARTA – Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengancam untuk menghentikan penjualan minyak goreng jika utang pembayaran selisih harga (rafaksi) minyak goreng tak kunjung dibayar.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta pengusaha ritel menunggu hasil pertimbangan Kejaksaan Agung untuk aspek legal.
Setelah mendapat itu, Kemendag akan memberikan hasil verifikasi kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membayarkan rafaksi minyak goreng yang diestimasikan sebesar Rp 344 miliar.
“Terkait dengan ancaman itu, intinya kami berkoordinasi, akan kita bicarakan dulu lah untuk teman-teman ritel. Ini kan kepentingan masyarakat umum, menunggu lah, karena masalahnya kan tidak sesederhana itu. Kami memegang prinsip kehati-hatian,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim.
“Kami akan berkoodinasi lebih lanjut deh dengan teman-teman Aprindo. Nanti kalau saya sudah bertemu dengan pak Roy dan kawan-kawan langkah apa yang bisa kitaari solusinya bersama,” ungkap dia. Adapun duduk perkara masalah pembayaran dana ini bermula dari dicabutnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022.
Aturan itu sebelumnya menetapkan, selisih harga yang ditalangi oleh Aprindo akan dibayarkan oleh BPDPKS menggunakan dana dari pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO), paling lambat 17 hari kerja setelah kelengkapan dokumen pembayaran berdasarkan hasil verifikasi disampaikan kepada BPDPKS.
Oleh karenanya, Isy Karim menyatakan Kemendag tetap harus menjaga aspek legal dengan menunggu hasil pertimbangan Kejagung. Meskipun di sisi lain, ia menyebut BPDPKS sudah memiliki kecukupan dana untuk melakukan pembayaran Rp 344 miliar.
“Kami kan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas. Terkait dengan hal itu, kami kan harus berhati-hati loh untuk pembayaran. Kami minta pendapat hukum dulu dari teman-teman Kejaksaan Agung,” ucap dia.
“Prinsipnya uangnya ada diBPDPKS. Tapi yang klaim Rp 344 miliar kan perlu dibuktikan dengan verifikasi oleh surveyor independen. Jadi nilainya belum tentu segitu juga, kan harus diverifikasi,” tegasnya.
Isy Karim pun berujar, Kemendag terus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung agar hasil pertimbangan terkait uang pembayaran rafaksi minyak goreng bisa segera difinalkan.
“Kemarin sih sudah diadakan dua kali pertemuan. Nanti mereka sedang membicarakan lagi di level eselon II mereka. Mudah-mudahan tidak terlalu lama. Apalagi dengan adanya ini tentu kan kami akan kembali menanyakan ke teman-teman Kejaksaan, apakah nanti prosesnya bisa disegerakan,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, berniat untuk menghentikan pengadaan atau penjualan minyak goreng, bila utang pembayaran selisih harga (rafaksi) minyak goreng tak kunjung dibayar.
Aprindo tengah menginisiasi berbagai opsi saat rafaksi ini belum dibayarkan juga oleh produsen minyak goreng berdasar pembayaran dari Badan Penyelenggaran Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Sumber dananya bukan dari alokasi APBN, melainkan bersumber dari pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang disetorkan pelaku usaha CPO kepada BPDPKS. lp6/mb06