Minggu, Mei 18, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Ihwal Kontroversi Penundaan Pemilu 2024

by matabanua
29 Maret 2023
in Opini
0
D:\2023\Maret 2023\30 Maret 2023\8\Fadhila Rahmadiani Fasya.jpg
Oleh: Fadhila Rahmadiani Fasya (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas)

 

Awal Maret 2023, pengadilan negeri Jakarta Pusat (PN JAKPUS) membuat keputusan yang kontroversial atas gugatan 757/Pdt.G/2022. Dalam putusannya PN JAKPUS memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024 sejak putusan diucapkan. Hal ini berarti, pelaksanaan pemilu 2024 ditunda dan KPU harus mengulangi kembali tahapan pemilu dari awal, termasuk verifikasi parpol calon peserta pemilu.

Artikel Lainnya

D:\2025\Mei 2025\15 Mei 2025\8\8\master opini.jpg

Mirisnya Pendidikan di Indonesia, Bagaimana Sistem Islam Menjadi Solusinya?

15 Mei 2025
D:\2025\Mei 2025\15 Mei 2025\8\8\Luci Fitriyanti.jpg

MembangunMentalitasWirausaha Mahasiswa

15 Mei 2025
Load More

Keputusan yang dilakukan PN Jakpus tersebut, menimbulkan pertanyaan dari penulis. Pertama, apa faktor yang melatar belakangi PN JAKPUS mengeluarkan putusan yang terkesan berani ini?. Kedua apakah Pengadilan Negeri memang memiliki kewenangan untuk menunda pemilu?

Wacana mengenai penundaan pemilu bukan hal yang baru dan telah ada semenjak sejak tahun 2022 lalu, isu ini pernah hangat akibat pernyataan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadia pada tahun 2022 lalu. Bahlil mengungkapkan bahwa sebagian pengusaha menginginkan pelaksanaan pemilu 2024 diundur untuk mewujudkan pemulihan ekonomi nasional yang maksimal pasca pandemi covid-19.

Wacana penundaan pemilu yang sudah tenggelam lama, sekarang kembali naik ke permukaan pasca dilayangkannya putusan 757/Pdt.G/2022 tentang penundaan pemilu 2024 oleh PN JAKPUS. Hal ini tentu menjadi sorotan masyarakat dari berbagai kalangan. Pasalnya, putusan yang mengatasnamakan keadilan ini dianggap sebagai putusan yang bertentangan dengan konstitusi dan dapat mencederai demokrasi, “Putusan ini berpotensi melanggar konstitusi, sebab dalam Pasal 22E UUD Negara RI Tahun 1945 dinyatakan secara tegas bahwa pemilu harus dilakukan 5 tahun sekali,” tutur Dosen Departemen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum UGM, Andi Sandi, Selasa (7/3).

Sejatinya putusan ini dilayangkan setelah PN JAKPUS mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA) sebagai penggugat dengan dalih mencari keadilan, PRIMA melayangkan gugatan kepada tergugat yakni KPU karena merasa dirugikan dalam tahap administrasi awal akibat tidak lolos dalam proses verifikasi partai politik calon peserta pemilu 2024. PRIMA merasa dicurangi karna mendapati bahwa Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) KPU bermasalah sehingga tidak terdapat kesempatan untuk memperbaiki data dalam verifikasi partai politik. Hal ini merupakan faktor utama yang mendasari independensi pengadilan dalam menyatakan KPU telah melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum (PMH) perdata biasa yang merugikan PRIMA.

Terlepas dari alasan dikabulkannya gugatan dari PRIMA oleh PN JAKPUS, keberadaan putusan yang dikeluarkan oleh PN JAKPUS mengenai penundaan pemilu tidak dapat diperkenankan dan menimbulkan polemik, putusan tersebut terkesan sembrono dan berada pada jalur yang salah. Jika kita cermati kembali, kasus PMH yang dilakukan oleh KPU kepada PRIMA adalah kasus perdata biasa. Maka, semestinya putusan yang dilayangkan oleh PN JAKPUS hanya melibatkan, melindungi, dan memulihkan hak-hak konstitusional penggugat dan tergugat yakni PRIMA dan KPU, tidak dapat berlaku secara nasional. Selain itu, terdapat dua alasan mengapa putusan PN JAKPUS mengenai penundaan pemilu merupakan putusan yang tidak relevan dan tidak dapat dibenarkan.

Pertama, jika kita kembali menilik secara komprehensif pada pasal 22 E ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang telah menegaskan bahwa pemilu wajib dilaksanakan selama lima tahun sekali, dan tidak terdapat kebijakan umum terbuka atau open legal policy yang dapat mengatur mengenai penundaan pemilu dikarenakan Undang-Undang pemilu nomor 7 tahun 2017 juga tidak memuat celah untuk melakukan penundaan pemilu apabila tidak terdapat keadaan yang memaksa dan genting. Maka tidak relevanlah apabila terdapat putusan dari PN JAKPUS yang mengamanatkan untuk menunda pemilu, hal ini juga membuktikan bahwa putusan PN JAKPUS telah bertentangan dengan konstitusi.

Kedua Sebagai negara hukum, seluruh regulasi dan kewenangan dari setiap alat kelengkapan negara telah diatur didalam konstitusi. Mengenai hal ini Pengadilan Negeri tidak sepatutnya menunda pemilu secara nasional, karna secara konstitusi PN JAKPUS bukan merupakan pihak yang berkompeten dan tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan amanat penundaan pemilu, “Tidak Diperkenankan Pengadilan Negeri memutuskan untuk menunda pemilu karena itu bukan yuridiksi dan kewenangannya, tidak dimungkinkan untuk itu berdasarkan prinsip dan ketentuan di konstitusi,” kata Pakar Hukum tata negara, Feri Amsari, Kamis (2/3). Dengan melayangkan putusan penundaan pemilu ini, PN JAKPUS juga telah membangkangi regulasi mengenai kewenangan dengan memutus perkara yang berada diluar kuasanya.

Berdasarkan penjelasan diatas, bisa dikatakan bahwa PN JAKPUS telah berjalan berlawanan dengan konstitusi dengan mengorbankan demokrasi yang merupakan identitas bangsa Indonesia. Sebagai negara hukum yang berlandaskan konstitusi, telah dinyatakan bahwa tidak dibenarkan satupun pembantahan akan ketentuan konstitusi di Indonesia.

Hari ini putusan mengenai penundaan pemilu yang dikeluarkan oleh PN JAKPUS belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkrah). KPU sebagai tergugat telah resmi mengajukan memori banding terhadap putusan penundaan pemilu yang dilayangkan oleh PN JAKPUS. Pun demikian, sepatutnya apabila telah terbukti menyalahi aturan perundang-undangan, putusan tersebut harus dinyatakan batal dan pemilu tahun 2024 tetap dilaksanakan sebagaimana mestinya.

 

 

Tags: Fadhila Rahmadiani FasyaMahasiswa Fakultas Hukum Universitas AndalasPemilu 2024PN JAKPUS
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA