
Perkembangan globalisasi yang semakin pesat, membawa dampak signifikan dalam berbagai bidang kehidupan manusia khususnya dalam ranah ekonomi, sosial dan politik yang dalam perkembangannya dapat menimbulkan banyak dampak negatif jika tidak diimbangi dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu dampak dominan yang dapat dirasakan adalah pengaruh dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK). TIK adalah sistem atau teknologi yang dapat mereduksi batasan ruang dan waktu untuk mengambil, memindahkan, menganalisis, menyajikan, menyimpan dan menyampaikan data menjadi sebuah informasi.
Teknologi informasi tidak bisa dilepaskan dengan teknologi komputer dan teknologi komunikasi, hal itu membuat kemajuan yang telah membuka tahap baru bagi masyarakat untuk memperoleh informasi secara otonom. Sekat-sekat informasi dengan sendirinya menghilang dan terbuka luas oleh inisiatif kuat individu yang ingin mengetahui lebih jauh apa yang terjadi di sekitarnya.
Saat ini masyarakat memiliki akses yang begitu banyak (tidak hanya satu sumber informasi saja), mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan dimanapun mereka berada terhadap sumber informasi yang akan di dapat dengan adanya teknologi internet. Konsekuensinya, masyarakat menjadi terbuka terhadap semua informasi tanpa menelaah kembali tentang informasi tersebut apakah akurat atau tidak dengan realitanya? Hal ini menimbulkan rawannya penyebaran berita palsu atau hoaks hingga konten negatif lainnya.
Berkaitan dengan itu Indonesia pun mulai memasuki tahun politik. Tahun politik merupakan tahun penyelenggaraan pemilihan umum baik presiden, wakil presiden hingga jajaran legislatif maupun eksekutif di daerah regional yang akan diselenggarakan pada tahun 2024 nanti. Kementerian Kominfo telah mendeteksi akan adanya kerawanan serangan digital pada tahun politik yang dapat mengancam keamanan siber terhadap kementerian dan lembaga pemerintah, diprediksikan bakal meningkat baik di tingkat nasional maupun regional. Dengan diterapkannya Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), kerawanan terhadap serangan digital sebenarnya juga semakin meningkat.
Contoh serangan digital menuju tahun politik yaitu, maraknya pemberitaan bohong dan tidak akurat mengenai pemerintah. Bisa kita lihat dengan beredar sebuah foto Presiden Joko Widodo dengan narasi yang mempertanyakan alasan harus dipilih hingga tiga periode, narasi ini beredar di media sosial facebook. Akun facebook atas nama Tjah Angon Ouzouqmakiy Minatowhouriy membagikan foto ini pada 3 November 2020. Dalam foto tersebut terdapat tulisan “pemimpin yang amanah jujur dan baik harus dibela, apa alasan kalian saya harus 3 periode?”.
Unggahan ini mendapatkan respon dari 295 warganet dan menjadi isu kontroversial di kalangan media massa, jika kita sebagai masyarakat langsung menelan mentah-mentah postingan tersebut pasti kita akan langsung emosi dan menyalahkan pemerintah tanpa menelaah dan berpikir secara kritis bahwa hal tersebut sudah akurat atau belum. Kenyataannya berita tersebut tidak akurat, dibuktikan secara tegas oleh Jokowi dalam beberapa kesempatan bahwa ia sendiri menolak masa jabatan presiden diperpanjang hingga 3 periode. Padahal sudah jelas dalam UU adanya larangan mengenai penyebaran berita hoaks, jika menyebarkan akan dikenai sanksi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) “Tindakan memproduksi maupun meneruskan hoaks adalah tindakan melanggar hukum. Itu berpotensi dikenakan pasal pidana yang bisa sampai lima hingga enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar”.
Namun masih banyak oknum yang mengindahkan pasal tersebut dengan tetap mengedarkan berita hoaks di kalangan masyarakat untuk kepentingan dirinya sendiri maupun kelompoknya. Kita sebagai masyarakat hanya memiliki kemungkinan kecil untuk mengatasi hal tersebut misalnya dengan cara menelaah kembali informasi yang telah didapat dengan realita yang ada di lapangan, pemerintah juga sudah menunjang hal ini sejak tahun 2020 dengan menjalankan program ‘gerakan nasional literasi digital’.
Gerakan literasi digital adalah gerakan yang memanfaatkan perkembangan TIK untuk memperoleh informasi yang faktual dan akurat yang bertujuan mengedukasi masyarakat dengan empat pilar, yaitu keterampilan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital. Kemajuan teknologi menjadi jawaban dari kemajuan globalisasi yang kian menyelimuti dunia, juga bertujuan untuk mengurangi adanya konten negatif yang dapat menggiring opini masyarakat.
Pentingnya literasi digital untuk menyukseskan penyelenggaraan pemilu tahun 2024 dengan mengadakan sosialisasi khususnya kepada generasi Z sebagai agent of change yang sangat rentan terpengaruh berita panas atau kontroversial yang beredar di kalangan masyarakat. Pemerintah bisa memberikan materi sosialisasi ‘cara menganalisis berita hoaks’ yang dapat mengubah sudut pandang dan menambah pengetahuan generasi z akan pentingnya mengupas kembali berita yang sudah dikonsumsi dengan realita yang sebenarnya terjadi. Agar kedepannya dapat meminimalisir terjadinya kesalahpahaman pemerintah dengan rakyatnya, juga agar generasi z ikut serta dalam menyukseskan pemilu tanpa adanya demonstrasi yang anarkis.