Oleh: Adzkia Tharra (Aktivis Muslimah)
Berita tentang kasus kekerasan yang terjadi saat ini seperti tiada habisnya, setelah beberapa waktu lalu publik di hebohkan oleh berita tentang Sambo dan Brigadir Joshua. Sekarang muncul lagi berita kekerasan yang dilakukan oleh anak salah satu pejabat negara di Indonesia.
Bagaimana publik tidak heboh, pelaku yang melakukan kekerasan dalam kasus ini adalah seorang pemuda bernama Mario Dandy Satriyo yang merupakan anak pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo. Korban kekerasan di ketahui bernama David yang merupakan anak dari petinggi GP Ansor Jonathan Latumahina. Selain latar belakang pelaku atau korban yang menjadi sorotan publik, tapi juga kondisi korban yang mengenaskan pasca kekerasan itu terjadi. Korban di kabarkan sampai hari ini masih dalam keadaan koma.
Di kutip dari tempo.co, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan penganiayaan tersebut terjadi pada Senin 20 Februari 2023 sekitar pukul 20.30 WIB di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Di katakana bahwa asal muasal perkara karena masalah asmara.
Di duga A memberikan informasi yang membuat pelaku MD tersulut api emosi dan gelap mata. Ia kemudian memukuli D dengan beringas bahkan sampai menginjak-injak tubuh korban hingga tak sadarkan diri.
Ironisnya, aksi kekerasan ini bukannya di berhentikan tetapi malah di abadikan seakan-akan kekerasan itu adalah tontonan yang menarik yang saying untuk di lewatkan. Hingga akhirnya video kekerasan itu tersebar luas di media sosial.
Makin banyaknya tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemuda, menggambarkan ada yang salah dalam sistem kehidupan saat ini. Mulai dari gagalnya sistem pendidikan membentuk anak didik yang beriman bertakwa dan berakhlak mulia, lemahnya peran keluarga dalam meletakkan dasar perilaku terpuji hingga rusaknya masyarakat. Semua itu adalah buah dari kehidupan yang berdasar sekulerisme, yang menjadikan akal manusia sebagai penentu segala sesuatu.
Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Aturan agama hanya digunakan untuk urusan pribadi sedangkan urusan kehidupan umum, aturan yang dipakai berasal dari akal manusia yang terbatas dan cenderung menuruti hawa nafsunya alias sesuai kepentingan sang pembuat aturan.
Dunia yang serba sekuler, menumbuhsuburkan gaul bebas bernama ‘pacaran’, Pacaran makin membudaya dan lestari di kalangan muda-mudi. Padahal, telah jamak diketahui, pacaran kerap menjadi jalan kemaksiatan dan memakan korban. Tak hanya itu, pergaulan remaja sekarang sering terlibat aksi-aksi kekerasan, seperti tawuran, geng motor, bullying. Ini mengindikasikan terjadi penyimpangan kepribadian pada anak-anak didik kita. Dan itu bukan sekadar persoalan perorangan, melainkan menjadi problem sistemik yang butuh penyelesaian komprehensif.
Media sosial hari ini juga turut memengaruhi mental anak-anak kita. Informasi kehidupan hedonis yang sering dipromosikan oleh kalangan selebritis maupun pejabat, turut mewarnai mental anak-anak kita. Gaya hidup mewah menjadi lumrah. Sayangnya, sebagian tampilan kemewahan itu ternyata diperoleh dengan jalan yang tidak halal. Ini yang menjadi masalah. Seseorang cenderung tamak dan arogan di hadapan sesamanya.
Sudah waktunya kita introspeksi diri. Jika ada yang salah dalam perilaku kita, waktunya kita bertobat dan memohon ampun kepada Allah. Waktunya kita berbenah diri, keluarga dan juga membenahi sistem hidup kita yang telah kotor akibat terlalu jauh meninggalkan agama sebagai pedoman hidup.
Sangat berbeda dengan kualitas generasi yang dididik dengan sistem Islam. Hal tersebut dikarenakan kehidupan dalam sistem Islam didasari oleh akidah Islam yang akan menuntut pemeluknya menyadari bahwa dunia adalah tempat manusia diuji dan tempat beramal menanam kebaikan untuk dipanen di akhirat.
Islam telah Allah turunklan sebagai way of life yang sempurna sebagaimana firman-Nya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” Oleh karenanya, kekacauan mental yang menjangkiti anak-anak kita hari ini, akan mampu dibenahi dengan meng-upgrade dan meng-install pemahaman Islam kepada mereka.
Sungguh, hanya kepada islam kita kembali. Mengasuh anak-anak kita dengan pemahaman yang baik sebagaimana islam mengajarkan tentang kehidupan,kebahagiaan, dan tanggung jawab. Semu agar mereka kelak tidak tergelincir pada pemahaman yang salah yang akan merugikan dirinya maupun sesamanya. Juga agar mereka tidak mempermalukan orang tua karena tingkah lakunya. Anak merupakan amanah yang Allah berikan kepada orang tua. Kelak Allah akan meminta pertnggung jawaban atas tititpan itu. Semoga Kita bisa mengambil hikmah dari semuanya. Wallahua’lam