
JAKARTA – Kasus bangkrutnya sejumlah bank di Amerika Serikat (AS), Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank, menimbulkan kepanikan di kalangan pelaku pasar modal Tanah Air.
Investor khawatir krisis yang menimpa bank spesialis pendanaan perusahaan teknologi tersebut bisa saja dialami perbankan di Indonesia. Menurut para analis dan ekonom, masyarakat tak perlu khawatir karena perbankan Indonesia berada dalam kondisi yang solid.
Sejauh ini, penutupan SVB menimbulkan sentimen negatif terhadap saham perbankan. Beberapa saham bank yang dikenal sebagai bank digital seperti Bnk Jago (ARTO), Bank Neo Commerce (BBYB), hingga Bank MNC International (BABP), mengalami penurunan signifikan. Pada sesi pertama perdagangan Selasa (14/3), misalnya, ketiga saham bank itu anjlok lebih dari enam persen.
Dalam risetnya, Direktur Avere Investama Teguh Hidayat membedah kemungkinan bank-bank digital Tanah Air tersebut mengalami gagal bayar. Dari posisi keuangan, menurut analis jebolan Universitas Padjadjaran ini, ketia bank memiliki permodalan yang cukup kuat.
Bank Jago, misalnya, memiliki dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp 6,9 triliun per 30 September 2023. Jumlah itu meningkat signifikan dibanding akhir 2022 sebesar Rp 3,6 triliun. Di sisi lain, jumlah kredit yang disalurkan juga meningkat dari Rp 5,2 triliun menjadi Rp 7,9 triliun.
Sementara, dana yang disimpan di surat utang pemerintah hanya meningkat dari Rp 1,4 triliun menjadi Rp 2,1 triliun. Adapun ekutas perusahaan mencapai Rp 8,3 triliun sehingga capital adequacy ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal Bank Jago sangat tinggi, yakni di level 97,5 persen.
Sebagai perbandingan, CAR dari BCA dan bank lainnya berkisar di 15 persen-18 persen. Demikian pula Bank Bank Neo Commerce dan Bank MNC International yang CAR-nya masing-masing tercatat dan 19,72 persen dan 20,14 persen.
“Sehingga dengan asumsi posisi keuangan ketiga bank digita ini kurang lebih sama dengan bank-bank digital lainnya di Indonesia, dari sisi permodalan mereka semua masih aman,” kata penulis buku Value Investing: Beat the market in five minutes! melalui risetnya.
Meski demikian, Teguh melihat kepanikan pasar yang masih berlangsung ini bisa berujung pada penarikan dana besar-besaran atau bank run. Kekhawatiran pasar bisa saja bertambah mengingat kinerja beberapa bank digital masih merugi.
Oleh karena itu, Teguh milai pemerintah, dalam hal ini otoritas keuangan, perlu membuat pernyataan ke publik bahwa sistem perbankan di Indonesia masih aman dan tidak akan mengalami hal serupa SVB.
Kuatnya fondasi perbankan Indonesia juga disampaikan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal. Menurut Faisal, hingga saat ini belum terlihat dampak secara langsung dari kolapsnya SVB di AS terhadap sektor keuangan atau perbankan Indonesia. Fasal menyebut rendahnya tingkat koneksi bank-bank Indonesia terhadap SVB AS menjadi salah satu faktor utama. rep/mb06