
BANJARMASIN – Wakil Rektor Universitas Nahdatul Ulama (UNU) Gambut H Rofatul Hidayat yang diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pemotongan biaya hidup mahasiswa penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP), mulai menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Pada sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh JPU Wahyu Setio dan majelis hakim yang dipimpin Jamser Simanjuntak SH MH, terdakwa tidak mengajukan eksepsi.
Hingga sidang dilanjutkan, Rabu (8/3) petang, hadir beberapa saksi yakni Deska dan Nanda yang merupakan Kabag Akademik UNU, dan Mahrita seorang mahasiswi UNU.
Dikatakan Deska, ia diperintahkan terdakwa H Rifatul Hidayat untuk melakukan pemotongan kepada setiap mahasiswa.
“Berdasarkan rapat pimpinan kampus ada keputusan pemotongan biaya KIP, dan kami hanya menjalankan perintah pimpinan” ujarnya.
Di depan persidangan, ia menjelaskan usai diajukan ke kementerian pPendidikan dan disetujui, dana biaya KIP kemudian di transfer ke masing-masing mahasiswa melalui rekening bank Mandiri yang dibukakan oleh pihak kampus.
Menurutnya, setiap mahasiswa mendapat dana sebesar Rp 4,2 juta, dengan penerima sebanyak 294 orang.
Setelah dana masuk, oleh terdakwa diminta membuat surat ke bank untuk dilakukan pemotongan langsung, masing-masing per semester di potong Rp 2,4 juta.
Tak hanya itu, bagi mahasiswa yang tidak aktif, pemotongan langsung dilakukan melalui ATM yang PINnya dibuat oleh terdakwa.
Saksi mengakui pernah diminta mengambil uang ke bank sebanyak lima kali, berkisar antara Rp 200 hingga Rp 600 juta.
Ketika ditanya majelis hakim, uang pemotongan tersebut digunakan untuk apa, saksi mengatakan tidak tahu.
Di persidangan terungkap pula mengenai pengambilan uang. Ternyata tanda tangan terdakwa yang digunakan hanyalah scan.
Hal serupa juga dikatakan saksi Nanda. Ia pernah disuruh mengambil uang ke bank sebesar Rp 1 miliar, dan tanda tangan terdakwa hanya scan.
Sebelumnya, saksi Mahrita mengatakan, ia diminta terdakwa membuat pernyataan agar KIP mau dipotong.
Padahal terdakwa mengetahui dalam peraturan tidak dibenarkan memotong dana biaya hidup penerima KIP. Dalam hal ini, sesuai audit BPKP Provinsi Kalsel, akibat perbuatan terdakwa telah merugikan negara sekitar Rp 2,7 miliar.
Atas perbuatannya, JPU Wahyu Setio menjerat terdakwa dengan Pasal 2 atau 3 jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ris