
Publik tengah dihebohkan dengan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka MDS (20) terhadap korban CDO (17). Kasus penganiayaan ini cukup menyita perhatian publik, karena melibatkan anak pejabat dan menyebabkan penderitaan cukup serius yang dialami oleh korban hingga menyebabkan koma. Nyatanya, jika menilik kebelakang, tindakan kriminal yang menyeret anak pejabat, tidak hanya terjadi kali ini saja. Terdapat beberapa kasus tindakan kriminal yang dilakukan oleh anak pejabat lainya mulai dari kasus tabrak lari yang melibatkan 10 korban, tindakan kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak dibawah umur, hingga kasus penyalahgunaan narkoba. Sebagai orang awam, mungkin sempat terlintas dipikiran kita bagaimana bisa tindakan kekerasan dapat dilakukan oleh seorang anak pejabat yang notabene dibesarkan dalam lingkungan terdidik.
Dengan privilege yang dimiliki, seharusnya mereka dapat menjadi pribadi yang lebih unggul termasuk dalam hal berperilaku dan beretika. Namun, bersandar pada beberapa kasus diatas, nyatanya privilege saja tidak cukup, ada faktor lain yang menyebabkan mengapa mereka kerapkali terlibat dalam tindakan kriminal dan tindakan menyimpang lainya.
Diana Baumrinds’s dalam buku A Tropical Approach Life Span Development, mecetuskan empat teori pola pengasuhan orangtua terhadap anak. Keempat pola pengasuhan tersebut adalah otoritatif, otoriter, permissive indulgent (memanjakan), dan uninvolved neglectful (pengabaian). Pola pengasuhan otoritatif, akan memberikan anak kebebasan namun masih terdapat batasan dan aturan yang harus dipatuhi, misalnya anak diperbolehkan untuk bermain game namun tidak boleh melebihi batas waktu yang telah disepkati.
Anak yang dibesarkan dengan pola pengasuhan otoritatif memiliki kecenderungan untuk lebih terbuka dan memiliki regulasi emosi yang baik, karena orangtua dengan tipe otoritatif selalu memberikan kesempatan bagi anaknya untuk dapat meluapkan emosi, selain itu mereka akan tumbuh menjadi anak yang memiliki inisiatif tinggi dan lebih percaya diri.
Kedua, pola pengasuhan otoriter, dimana orangtua seringkali memaksa anak untuk menaati semua perintah yang diberikan. Sehingga, membentuk karakter anak yang kurang memiliki inisiatif karena selalu dipaksa untuk menuruti perintah orangtua. Kecenderungan karakter anak yang dibesarkan dengan pola pengasuhan ini adalah ketidakmampuan anak dalam memutuskan berbagai macam persoalan karena terbiasa melakukan apa yang sudah diputuskan oleh orangtua. Ketiga, pola pengasuhan permissive indulgent (memanjakan) ditandai dengan orangtua yang selalu menuruti dan memberikan apa yang diinginkan anak “parents never say no’’.
Pola pengasuhan permissive indulgent akan membentuk dependency syndrome atau sindrom ketergantungan pada anak kepada orangtua hingga dewasa, mereka akan sulit menyelesaikan persoalanya sendiri karena terbiasa dengan bantuan orangtua, selain itu mereka juga akan tumbuh menjadi anak yang memiliki regulasi emosi yang rendah karena orangtua selalu menuruti apa yang diinginkan anak, tanpa diajarkan bagaimana proses mendapatkan dan kemampuan problem solving yang baik. Keempat, pola pengasuhan uninvolved neglectful (pengabaian), yang ditandai dengan peran orangtua kurang terlibat secara langsung dalam proses pengasuhan anak. A
nak dibiarkan sendiri sehingga mereka kekurangan cinta, kasih sayang dan perhatian dari orangtuanya. Pola pengasuhan ini seringkali menyebabkan anak memiliki kerentanan menderita gangguan psikologis, karena terbentuk karakter anak sebagai pribadi yang pendiam dan memendam perasaan. Selain faktor pola asuh dari orangtua, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Associate Professor University of California, Barkeley yang menghasilkan kesimpulan bahwa anak yang dibesarkan dengan kekayaan yang berlimpah, akan menyebabkan anak memiliki kecenderungan narsisme yang tinggi. Seseorang yang memiliki gangguan kepribadian narsisme cenderung memiliki harga diri yang tinggi (dalam hal materi) sehingga kerapkali memunculkun perilaku merendahkan atau tidak memiliki empati terhadap orang lain.
Merujuk pada teori pola pengasuhan dikemukakan oleh Diana Baumrinds’s diatas. Penulis berpendapat, analisis yang tepat untuk menggambarkan pola asuh yang diberikan terhadap tersangka MDS adalah permissive indulgent (memanjakan). Karakter yang terbentuk dari pola pengasuhan ini adalah kecenderungan anak memiliki regulasi emosi ataupun perilaku yang rendah, karena selama ini anak selalu mendapatkan apapun yang diinginkan tanpa suatu usaha.
Sehingga anak tidak diajarkan bagaimana proses dalam mendapatkan apa yang diinginkan dan bagaimana cara menangani suatu permasalahan (problem solving) dengan baik. Ketidakmampuan MDS dalam meregulasi emosi dengan baik menyebabkan ia sangat mudah tersulut emosi sehingga menyebabkan penganiayaan yang berujung koma pada korban. Selain teori pola pengasuhan, kasus MDS juga dapat dijelaskan melalui sebuah penelitian yang dilakukan oleh Associate Professor University of California, Barkeley dimana dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa anak yang dibesarkan dengan kekayaan yang berlimpah memiliki kecenderungan narsisme yang tinggi, hal tersebut dibuktikan dengan beberapa unggahan tersangka di media sosial yang kerapkali memperlihatkan harta benda yang dimilikinya.
Orang dengan gangguan narsistik memiliki kecenderungan tidak mampu untuk respect ataupun berempati terhadap oranglain, hal tersebut terlihat dari sikap MDS saat ditetapkan sebagai tersangka oleh Pihak Kepolisian, yang menunjukkan sikap tidak merasa bersalah dan tidak adanya inisiatif permintaan maaf kepada korban.
Pola pengasuhan orangtua terhadap anak sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak dimasa mendatang, karena orangtua merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk membangun pondasi kehidupanya. Pada dasarnya setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya, namun tanpa sadar pula mereka melakukan kesalahan dalam penerapan pola asuh terhadap anak-anaknya, seperti terlalu memanjakan dan menuruti setiap permintaan anaknya. Sehingga tanpa disadari hal tersebut akan membentuk karakter kurang baik pada anak dan justru akan menjad
i bumerang bagi kehidupan anak bahkan orangtua kedepanya. Menjadi orangtua merupakan proses belajar seumur hidup, tentang bagaimana cara kita dengan selaras dapat menciptakan hubungan positif dengan anak dan tetap memberikan batasan pada anak agar mereka dapat menyerap nilai-nilai kehidupan yang belum diketahui.