
JAKARTA – Harga beras di tingkat konsumen masih mahal. Meski pemerintah telah mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton dan digelontorkan ke pasar, nyatanya upaya tersebut belum mampu menurunkan harga.
Panel harga Badan Pangan Nasional (NFA) mencatat, rata-rata harga beras medium masih sekitar Rp 11.790 per kg. Sedangkan, beras premium Rp 13.520 per kg. Tren harga beras baik medium maupun premium tak jauh berbeda dari rata-rata harga pekan lalu.
Sementara, rata-rata harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) per Ahad (5/2) sebesar Rp 11.707 per kg, sedikit lebih tinggi dibandingkan periode sama bulan lalu Rp 11.673 per kg. Adapun jumlah stok beras di PIBC masih berkisar 17,4 ribu ton atau masih jauh dari batas aman 30 ribu ton.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan, harga akan turun jika stok hasil panen bulan ini sudah mulai membanjiri pasar tradisional.
“Hanya mengandalkan impor kayaknya tidak memungkinkan untuk turun harganya karena peminat impor tidak begitu banyak meski kualitasnya tidak jauh beda dengan beras lokal,” kata Mansuri.
Sejauh ini, menurut Mansuri, suplai beras lokal ke pasar belum kembali normal. Hal itu yang menjadi penyebab utama harga beras masih relatif tinggi dan kian dirasakan oleh masyarakat.
Menjelang Ramadhan yang akan masuk dalam dua pekan lagi, Mansuri mengatakan, harga beras diharapkan tidak mengalami lonjakan lebih tinggi. Sebab, sesuai proyeksi pemerintah bulan ini bertepatan dengan puncak musim panen raya pertama.
“Selama hasil panen itu langsung dikirim ke pasar, menjelang Ramadhan ini harusnya paling tidak harga bisa melandai,” ujarnya.
Ikappi, kata Mansuri, juga ikut melakukan pemantauan situasi harga dan pasokan di beberapa titik penghasil beras untuk mendorong agar distribusi tetap lancar.
Kenaikan harga pangan pokok yang berlangsung lama hingga saat ini dikhawatirkan akan semakin memberatkan konsumen.
Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan, kenaikan harga menjelang Ramadhan masih dimaklumi karena menandakan kegiatan ekonomi masyarakat sedang tumbuh.
“Tapi, kalau kemudian melambung tidak terkendali dan tidak adil bagi konsumen, ini menjadi preseden adanya kegagalan pengendalian harga bahan pokok bagi konsumen, terutama masyarakat kelas bawah,” kata Agus.
Salah satu bahan pangan pokok yang masih cukup tinggi harganya adalah beras. Agus mengatakan, biasanya pemerintah langsung mengambil jalan pintas lewat operasi pasar ketika terjadi gejolak harga.
Namun, yang disayangkan langkah operasi pasar itu dilakukan sekadar memenuhi kewajiban program tanpa ada target manfaat yang jelas dan konkret.
“Itu hanya sebuah program yang dijalankan tanpa pernah memikirkan berapa banyak masyarakat bawah yang mendapatkan manfaat. Begitu operasi pasar dilempar, selesai. Jadi tidak jela, hanya sekadar program berjalan,” ujarnya.
Di lain sisi, pemerintah masih punya kelemahan karena tak punya cadangan pangan yang mencukupi. Hanya beras yang dikelola secara penuh oleh Bulog, tapi itu pun masih kerap mengalami masalah. rep/mb06