
Beberapa hari belakangan para orang tua dibuat resah dengan banyaknya informasi tentang penculikan anak. Seperti dua orang remaja di Makassar yang menculik anak umur 11 tahun kemudian membunuhnya karena menginginkan uang dari situs illegal jual beli organ atau kasus bocah berusia 4 tahun berinisial AS menjadi korban penculikan anak di warteg Cilegon, Banten pada Senin 2 Januari 2023 dan yang terbaru adalah kasus penculikan serta pembunuhan balita berusia 4 tahun di Deli Serdang (TvOneNews, Selasa 21/2/2023)
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyebut kasus penculikan anak memang makin marak. Sepanjang 2022 terjadi 28 kasus, naik dibandingkan pada 2021 (15 kasus). (CNN Indonesia, 2-2-2023)
Berbagai motif penculikan anak mengarah pada faktor ekonomi yang membuat pelaku menggunakan berbagai macam cara untuk memenuhi kebutuhannya termasuk dengan cara menculik anak. Contohnya kasus penculikan balita di Cilegon yang dimanfaatkan pelaku untuk mengemis.
Lemahnya pengawasan orang tua juga menjadi salah satu faktor penyebab mudahnya anak menjadi korban penculikan. Saat ini banyak orang tua sibuk dengan handphone mereka atau terlalu sibuk dengan urusannya, sehingga kurang memperhatikan anak.
Orang tua tentu tidak bisa sendiri dalam melakukan pengawasan terhadap anak mereka ketika berada dalam ruang public, perlu peran dari masyarakat dalam membantu pengawasan. Sayangnya, masyarakat hari ini banyak yang bersikap individualis sehingga kurang peduli kepada sesama.
Payung hukum untuk melindungi anak memang telah ada. Hanya saja, sanksinya tidak dapat membuat jera. Pasal 83 UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan pelaku penculikan anak diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling sedikit 3 tahun, serta ancaman pidana berupa denda paling banyak Rp300 juta dan paling sedikit Rp60 juta. Serta belum adanya tindakan preventif dari negara, agar tidak terulang lagi kejadian serupa di kemudian hari.
Keamanan adalah kebutuhan seluruh rakyat yang wajib diwujudkan oleh negara, terlebih untuk anak yang merupakan golongan yang rentan. Namun hal ini masih belum menjadi prioritas negara. Abainya negara atas keselamatan rakyatnya adalah salah satu bukti lemahnya negara sebagai junnah atau pelindung rakyat.
Bahkan keamanan menjadi salah satu obyek kapitalisasi, bagi yang memiliki uang mereka dapat mendapat jaminan keamanan, tapi bagi yang kurang mampu harus berjuang sendiri memastikan keamanannya. Sehingga tidak semua rakyat mendapat jaminan keamanan dan perlindungan.
Dalam sistem Islam, negara berada di garis terdepan untuk melindungi rakyatnya, kunci mengatasi berbagai tindak kriminal, termasuk penculikan anak. Dengan menerapkan seperangkat hukum untuk memberantas dan mencegah kejahatan yang berfungsi sebagai jawazir dan jawabir (pencegah dan penebus). Negara juga akan memberikan sanksi yang diterapkan untuk memberi efek jera bagi para pelaku kejahatan.