Rabu, Juli 16, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Isra’ Mikraj dan Shalat “Kemanusiaan”

by matabanua
20 Februari 2023
in Opini
0
D:\2023\Februari 2023\21 Februari 2023\8\8\nanang qosim.jpg
(foto:mb/web)

 

Nanang Qosim, S,Pd.I, M.Pd (Dosen Agama Islam Poltekkes Kemenkes Semarang)

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\16 Juli 2025\8\master opini.jpg

Ada Hukum Perlindungan Anak, Tapi Mengapa Perundungan Makin Brutal?

15 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Anak Tidak Sekolah Terus Bertambah,Bukti Kegagalan Sistemik Pendidikan

15 Juli 2025
Load More

Innas Sholata Tanha ’Anil Fahsya’i Wal Munkar (Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar) [QS Al Ankabuut: 45] dalam artian, shalat menjadi barometer seluruh amal perbuatan manusia. Kendati demikian, jamaah kita sering mempertanyakan realisasi yang ada. Betapa tidak, di lapangan, banyak kaum muslimin yang giat mengerjakan shalat, namun tidak hentinya dalam mengerjakan kemungkaran.

Terekam dalam ingatan kita, betapa kehidupan yang ada penuh dengan kesemrawutan persoalan. Semua tidak lepas dari perbuatan mungkar. Di sekitar kita, paham radikal berbasis kekerasan banyak kita jumpai, radikalisme masih ada, tindakan anarkisme sampai terorisme masih ada yang dilakukan oleh yang KTPnya beragama muslim, lalu jumlah ujaran Hate Speech (ucapan penghinaan/atau kebencian) makin hari makin banyak jumlahnya. Kabar hoax dimana-mana yang ada di media online. Keluarga yang melakukan ke-zaliman terhadap saudaranya juga terjadi di mana-mana. Para pengusaha menzalimi pekerjanya telah dianggap sebagai hal yang wajar. Begitu seterusnya. Sementara, saat mempertanyakan orang yang melakukan perbuatan mungkar, mereka aktif mengerjakan shalat lima waktu, bahkan ditambah shalat sunahnya.

Berakar dari sinilah menjadi pertanyaan besar akan firman Tuhan yang termaktub di atas, apakah memang benar firman yang ada? Jika sekilas menilainya, barangkali saja semua diantara kita akan menjawab bahwa firman Tuhan tersebut tidak terbukti di lapangan. Terbukti, tidak semua orang yang mengerjakan shalat bisa menjadikan dirinya sebagai seorang yang saleh kepada sesama. Namun, akan menjadi berbeda saat jawaban yang kita utarakan menggunakan proses panjang, penuh dengan analisis yang matang. Dengan proses yang panjang, dalam diri kita akan dengan mudah menerima kebenaran firman Tuhan di atas. Kita akan bisa membenarkannya.

Adanya permasalahan betapa banyak kaum muslimin yang mengerjakan shalat, namun tetap menjalankan perbuatan kemaksiatan, perlu diteliti, bagaimanakah cara yang dilakukan sang mushalli (orang yang mengerjakan shalat)? Benarkah shalat yang dilakukan telah sesuai dengan yang diajarkan dalam agama? Selain syarat dan rukunnya terpenuhi, sudahkah shalat mereka khusyuk? Bagaimanapun, dalam ibadah shalat tujuan utama adalah mendekatkan diri kepada Allah. Sementara shalat yang bisa mendekatkan diri kepada Allah tidak lain dan tidak bukan adalah shalat yang khusyuk. ‘Alladziina hum fii shalaatihim khaasyi’uun (yaitu mereka yang dalam mengerjakan shalatnya dengan khusyuk),” firman Allah.

Shalat khusyuk menjadi kunci utama keberhasilan shalat dikarenakan di dalamnya terkandung beragam perkara yang bisa dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Shalat khusyuk setidaknya memiliki beberapa ciri. Adanya kepemimpinan dalam shalat berjamaah, adanya rasa cinta kasih sebagaimana yang ada dalam surah al-Fatihah, adanya ketawaduan sebagaimana dalam sujud, hingga adanya tebar salam dalam setiap mengakhiri shalat.

Implementasi Nyata

Kepemimpinan dalam shalat berjamaah dapat dipraktikkan langsung dalam kehidupan nyata. Shalat berjamaah mengisyaratkan keberhasilan kehidupan dengan perolehan derajat yang berlipat. Dalam shalat jamaah, setiap orang yang mengerjakan shalat di dalamnya akan diberi pahala 27 kali lipat dibandingkan dengan shalat sendirian. Kenyataan ini sama halnya dengan kehidupan nyata, saat menyendiri, dipastikan akan banyak ketidakberhasilan dalam beragam hal. Namun saat bergabung, berorganisasi, dan kerja sama dengan baik, dipastikan kesuksesan besar akan menjadi perolehan setiap individu.

Shalat berjamaah juga mengajarkan agar seorang imam adalah orang yang paling aqro’ (bacaan al-Qur’an-nya bagus), faqih (ahli fikih) dan sebagainya. Sementara makmum harus patuh tunduk kepada apa yang dilakukan imam. Makmum tidak boleh berada di depan atau bergerak lebih dahulu dibanding imam. Jika itu dilakukan, maka shalat makmum dianggap batal.

Di samping itu, seorang makmum juga harus mengikuti seluruh gerak-gerik imam, dan mengingatkan saat sang imam lupa mengerjakan rukun fi’li (perbuatan) atau qauli (bacaan). Ini mengisyaratkan dalam kehidupan nyata meski diterapkan adanya kepemimpinan (leadership) yang baik. Seorang pemimpin harus berjiwa leadership, sementara anggotanya juga harus tunduk patuh dan mendukung sang pemimpin, dengan cara mengikuti dan memberikan masukan demi terselenggaranya kepemimpinan yang sempurna.

Al-Fatihah yang harus dibaca dalam setiap shalat memiliki pesan cinta kasih yang begitu mendalam. Dimulai dari basmalah, terdapat kata-kata ar-Rahmaan dan ar-Rahiim yang semuanya berarti “kasih sayang”, hingga ayat terakhir, ghairi al-maghdlubi ‘alaihim wala ad-dhalin (bukan jalan orang-orang yang zalim) adalah pesan cinta Tuhan yang mesti dipraktikkan manusia. Sehingga dari sini, jika saja dalam kehidupan nyata selalu ada nada-nada cinta yang muncul dan dipraktikkan oleh setiap individu kepada siapa pun, dipastikan kehidupan akan berjalan dengan baik. Kemungkaran tidak terjadi di mana-mana.

Sementara sujud menjadi bagian penting dalam shalat juga memiliki makna yang luas dalam kehidupan nyata. Dalam sujud dapat diambil hikmah bahwa setiap orang harus mengakui bahwa dirinya adalah sosok yang tidak memiliki apa-apa, tidak patut untuk merasa “paling” dari yang lain. Manusia harus merasa dirinya adalah hina sehingga dapat tunduk kepada Tuhan-nya dan menghormat kepada sesama.

Di akhir shalat ada salam. Ini adalah isyarat bahwa seseorang yang telah mengerjakan shalat yang notabene diperuntukkan bagi Tuhannya, harus memulai bersosial, menebar keselamatan kepada siapa pun. Jika dalam shalat seseorang bisa khusyuk, melaksanakan syarat rukunnya dengan baik serta mengingat kepada Allah dengan penuh ketawaduan, serta setelah shalat dapat menebar salam serta bisa menerjemahkan proses shalat ke dalam kehidupan nyata, maka kesalehan kepada Tuhan dan kesalehan kepada sesama akan terwujud. Sehingga dari sini shalat yang dijadikan tanhaa ‘anil fahsyaai wal munkar akan terwujud.

Sekarang yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama adalah mengupayakan agar diri setiap individu tidak hanya bisa shalat secara kontinu, namun juga khusyuk dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Dengan penuh keseriusan, dimulai dari sekarang, saat peringatan Isra’ Mikraj, di mana Nabi menerima perintah shalat secara langsung dari Allah, dipastikan setiap kita akan dapat berhasil dan bisa memperoleh predikat mu’min, sebagaimana yang telah diterangkan Allah dalam surat Al-Mu’minun. Aamiin.

 

 

Tags: Isra’ MikrajNanang Qosim Dosen Agama Islam Poltekkes Kemenkes Semarang
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA