Oleh: Nor Aniyah, S.Pd (Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi)
Kondisi negeri ini tidak baik-baik saja, faktanya adanya banyak ancaman bahaya pada perempuan dan anak perempuan. Bahkan perbuatan yang sangat keji pun menimpa anak perempuan. Salah satu contohnya adalah kasus hilangnya seorang aktivis Walhi sejak 2019. Aktivis ini kemudian ditemukan menjadi korban mutilasi seorang laki-laki yang diduga memiliki hubungan asmara dengannya (www.beritasatu.com). Kasus lain terjadi pada awal Januari 2023 publik digegerkan dengan kasus seorang anak berusi 12 tahun hamil 8 bulan, yang diduga akibat kekerasan seksual yang dialami di kota Binjai (www.cnnindonesia.com). Sementara itu di ibu kota, tepatnya di daerah Jakarta Pusat polisi berhasil menangkap seorang pemulung karena telah menculik seorang bocah perempuan (poskota.co.id).
Realita ini sungguh sangat miris. Tidak ada lagi keamanan bagi perempuan, sekalipun berada di sekeliling keluarganya. Maraknya kasus pelecehan, pemerkosaan, penculikan, hingga pembunuhan terhadap perempuan semakin menunjukkan sistem hukum yang ada mandul. Sistem hukum yang seharusnya mampu memunculkan efek pencegah tindak kejahatan justru seolah-olah memelihara kejahatan. Fakta demikian bisa dipahami karena regulasi saat ini lahir dari pemikiran manusia yang lemah. Sistem sekuler demokrasi menjadikan manusia berdaulat atas hukum sementara agama dipisahkan dari kehidupan.
Manusia berhak membuat hukum sesuai dengan keinginan mereka. Buktinya di satu sisi ada keinginan memberantas kasus pelecehan dan kekerasan seksual pada perempuan. Namun, atas nama HAM yang dijunjung tinggi dalam demokrasi, pemicu kejahatan seperti tayangan-tayangan yang memicu bangkitnya rangsangan seksual muncul di mana-mana. Sistem sekuler ini nyatanya hanya membuat kepribadian manusia semakin rusak karena dikendalikan hawa nafsu. Dengan hukum sekuler yang ada terbukti kriminalitas terus saja meningkat, masyarakat merasa tidak aman, korban tak terlindungi, pemerintah terbebani, dan pelaku kehilangan kesempatan menebus kesalahannya. Rugi semua kan?
Sejatinya kaum perempuan memerlukan sistem kepemimpinan yang terbukti mampu menjamin kehormatan serta keamanan mereka. Dalam peradaban manusia yang pernah ada hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan hal tersebut. Kemampuan ini lahir dari prinsip-prinsip Islam terkait dengan kepemimpinan. Di antaranya ialah penguasa dalam Islam diposisikan sebagai perisai (pelindung). Dia harus menjalankan tugas ini. Tanggung jawabnya bukan hanya di dunia tapi hingga akhirat. “Sesungguhnya seorang Imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di hadis yang lain, Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklah seorang pemimpin mengurusi urusan kaum Muslim, kemudian tidak bersungguh-sungguh untuk mengurusi mereka dan tidak menasihati mereka kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka.” (HR. Shahih Muslim).
Oleh karena itu, ketika memandang masalah perempuan, penguasa pun tidak boleh dengan sebelah mata. Sebab, Islam menempatkan perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga. Karena itu, As-Syari’ telah menetapkan beberapa hukum agar kehormatan dan kemuliaan kaum perempuan tetap terjaga. Hukum-hukum tersebut di antaranya adalah Islam melarang perempuan berdua-duaan dengan laki-laki tanpa ada mahramnya. Bahkan menegaskan yang ketiganya adalah setan, sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Rasulullah Saw dalam hadis riwayat Ahmad.
Laki-laki dan perempuan juga tidak boleh berinteraksi campur baur (ikhtilat) tanpa ada kebutuhan syar’i. Konsep ini akan menutup celah hubungan romansa yang tidak halal. Islam mewajibkan perempuan didampingi mahram ketika akan melakukan safar, menempuh perjalanan dua puluh empat jam. Perempuan juga diperintahkan untuk menutup aurat secara sempurna, yakni dengan menggunakan jilbab dan menggunakan khimar (kerudung) sebagaimana perintah Allah dalam surah al-Ahzab ayat 59 dan surah an-Nur ayat 31.
Islam juga melarang media menayangkan unsur-unsur yang memicu fantasi seksual. Konten seperti pornoaksi, pornografi dan pemikiran Barat lainnya yang rusak dan merusak akan dilarang sejak awal kemunculannya. Konten media yang diperbolehkan adalah konten-konten edukasi, ataupun menampilkan kemuliaan Islam.
Selain itu, Islam menetapkan sanksi bagi para pelaku kriminal atau kemaksiatan, sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Sistem sanksi dalam Islam (uqubat) akan memberi efek jawabir (penebus dosa bagi pelaku) dan efek zawajir (pencegah agar orang lain tidak ikut melakukan pelanggaran tersebut). Seorang pemerkosa dapat dihukum dengan had zina, yaitu dicambuk dan diusir dari kampung halaman jika pelaku terkategori pezina ghairu mukhsan (belum menikah). Namun jika pelakunya adalah pezina muhsan (sudah menikah) pelaku wajib dihukum rajam. Sedangkan kasus pembunuhan, Islam akan menerapkan hukum qishash. Qishash untuk pelaku pembunuhan atau mengganti dengan diat sebanyak 100 ekor unta jika keluarga yang dibunuh memaafkan.
Islam juga telah mewajibkan negara melindungi rakyatnya tak terkecuali kaum perempuan. Pelaku penculikan anak perempuan bisa dikenai sanksi ta’zir, sebab perbuatannya sudah mengganggu keamanan dan membahayakan nyawa orang lain. Besar kecilnya sanksi yang didapat ditentukan oleh keputusan qadhi. Dan pada faktanya dulu negara Khilafah berhasil melindungi perempuan.
Seperti seorang Muslimah yang diganggu laki-laki Yahudi Bani Qainuqa hingga tersingkap auratnya. Rasulullah Saw mengirim pasukan kaum Muslim untuk mengepung perkampungan Bani Qainuqa hingga menyerah. Lalu Rasulullah Saw mengusir mereka keluar dari Madinah. Begitu pula pembelaan Khalifah Al-Mu’tashim Billah pemimpin di masa Khilafah Abbasiyah terhadap seorang Muslimah yang diganggu tentara Romawi. Pembelaan ini sampai berujung pembebasan kota Ammuriah di Turki. Seperti inilah penjagaan keamanan dan kehormatan perempuan oleh Khilafah. Adakah sistem yang bisa menyainginya? Tentu tidak ada.
Perempuan dan anak hanya akan aman dalam naungan syariat Islam, yang memiliki aturan menyeluruh yang mampu menimbulkan efek jera dan juga mekanisme terbaik karena berasal dari Dzat Yang Menciptakan manusia. Secara sosial, kehidupan sosial penuh kedamaian dan ketentraman serta jauh dari berbagai ragam kemaksiatan. Penerapan syariah Islam akan melahirkan masyarakat aman, sejahtera, rahmatan lil alamin.[]